BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Teori belajar selalu bertolak dari
sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam
pendidikan, bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Bertolak dari
kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok teori belajar, yaitu :
Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
Teori-teori belajar dari psikologi kognitif.
Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.[1]
Dalam makalah ini penulis akan
menguraikan tentang teori belajar Sign Learning dimana teori-teorinya
berorientasi kognitif. Meskipun ada yang berpendapat bahwa teori ini tergolong
sebagai behavioris menurut Hilgard (1948).[2]
Teori ini ditawarkan oleh Edward Chace Tolman.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.
Biografi
Edward Chace Tolman
2.
Pengertian
Toeri Belajar Sign Learning
3.
Konsep-konsep
utama Sign Learning
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Edward Chace Tolman
Tolman (1886-1959) lahir di Newton,
Massachusetts. Ia memperoleh gelar Master of Art (1912) dan doktornya di
Universitas Harvard pada bidang psikologi. Lalu ia mengajar di Universitas
Northwestern (1915-1918). Dari universitas ini ia pergi ke Uneversitas
California,[3]
dan menetap di sana hingga ia mengundurkan diri karena menolak untuk
menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran kebebasan
akademik. Akan tetapi ia kembali lagi ke universitas ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan
sebagai camuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari
Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori
Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan.
Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya
terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam
introspective approach, padahal ia merasakan psikologi merupakan obyektif yang
komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan unit
perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para behavioris
seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan Tolman sebagai
"Psychology of Twitchism" karena mereka melihat segmen-segmen
perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti
reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis.[4]
Teori sign Learning adalah campuran
dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman mengikuti Gestalt dengan menggangap bahwa
tingkah laku merupakan keseluruhan dan mempunyai arti yang disebut juga sebagai
“Molar Behaviorisme” Tolman menpelajari tingkah laku dengan mempelajari
stimulus dan respon-respon yang tampak (overt). Dalam menacapai tujuan yang
dikehendaki, tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip “LEAST
EFFORT” yaitu suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam
mencapai tujuan
Definisi Sign Learning menurut
Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena suatu stimulus (the sign)
akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan sehingga
rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti
mengenai keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map
Sign Learning adalah proses penemuan
bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau suatu sign ke sign lain sampai
kepada goal. Menurut Tolman belajar merupakan proses yang terus menerus tanpa
membutuhkan motivasi, artinya tanpa motivasi bisa terjadi belajar dan hasil
belajar dalam Sign Learning adalah berupa gambaran mengenai lingkungan/peta
kognitif. Dalam belajar menurut Tolman ada Reward Expectancy yaitu pengharapan
kepada hadiah. Ada penghargaan mengenai suatu sign ke sign yang lain.[5]
B.
Perilaku
Molar
Menurut Tolman perilaku Molar itu cirri
utamanya adalah bersifat purposive, selalu tertuju atau terarah pada suatu
tujuan tertentu.[6]
Karateristik utama pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu
diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat bahwa
perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan studi,
namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai suatu maksud
tertentu yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang parsial atau dari
elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang dinamakan
Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus yang berlari di simpang
siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang
saling bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka. Yang harus diperhatikan,
bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot,
kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-respon seperti di
atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat mereka sendiri.[7]
C.
Purposive
behaviorisme
Teori Tolman dikenal sebagai
purposive behaviorism karena mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah
pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan istilah purposive
semata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku
sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if
(seolah-olah)" perilakunya adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal
ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap
berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan
(need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal
diarahkan sepanjang organisma sedang mencari-cari sesuatu yang ada di
lingkungannya.[8]
Tolman juga mengembangkan teori kognitif dalam belajar.[9]
D.
Konsep-konsep
Utama Teori Sign Learning
Salah satu persoalan yang menjadi
perhatian Tolman ialah apa sebenarnya yang dipelajari oleh organism (anak
didik). Menurut kaum behaviorisme pada umumnya yang dippelajari adalah asosiasi
antara stimulus dan respons, baik yang sederhana maupun komplek. Tolman sendiri
tidak setuju dengan pendapat itu. Menurut beliau (yang dipengaruhi oleh
pandangan Gestalt) bahwa belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan sesuatu
dalam lingkungan. Organism dalam mengadakan eksplorasi menemukan bahwa suatu
kejadian atau keadaan itu mengarah kepada kejadian yang lain, atau dari suatu
pertanda mengarah kepada pertanda 9sign) yang lain.[10]
Ada beberapa hal-hal penting yang
perlu diketahui di dalam pembahasan ini, antara lain :
1.
Confirmation
versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep
penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variable
pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di mana
behavioris menyebutnya Rinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif,
harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah
sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan
bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman
maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan
hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses
penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan
termasuk tindakan behavior. Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi,
Bruner menyatakan ada 4 tahap pengambilan keputusan:
Kategorisasi
primitive, di mana obyek atau peristiwa yang diamati diisolasi dan ditandai
berdasarkan ciri-ciri khusus.
Mencari
tanda (cue search), di mana si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk
mencari informasi-informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan
kategorisasi yang tepat.
Konfirmasi,
terjadi setelah obyek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahap ini si
pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia hanya
menerima tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmsi keputusannya.
Masukan-masukan yang tidak releven dihindari.
Konfimasi
tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru diabaikan dan
tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga diabaikan.[11]
2.
Vicarious
Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik
tikus dalam kebingungan (jalan simpang siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya
sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering
berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah
berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti
dan memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and
Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai
kegiatan yang telah dilakukannya. Pada vicarious trial and Error organisasi
melakukan secara kognitif tanpa perilaku yang nyata. Hal ini berbeda dengan
kaum behaviorsme.[12]
3.
Learning
Versus Performance
Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull
membedakan antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull
menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan
satu-satunya variable belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada
dalam sistemnya merupakan variable capaian (performance). Sehingga performance
dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke dalam prilaku. Hal seperti ini
penting bagi Hull, tapi juga penting bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui
banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita hanya akan
melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya.
Dalam status kebutuhan, organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya
hingga sampai pada real testing yang bisa menguangi kebutuhan itu. Misalnya,
ada dua kran air dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak
pernah memperhatikan atau meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus.
Secara spontan kita akan meminumnya salah satu dari keduanya. Dari sini, kita
akan mengetahui bagaimana menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga
terasa haus.[13]
Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah :
Organisme
membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa jadi akan
memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini sebagian
besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa beberapa
strategi problem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.[14]
Hipotesis
yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau tujuan
tercapai.
Ketika
ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan
memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah
yang menjadi dasar perbedaan learning dan performance.[15]
4.
Latent
Learning
Latent learning adalah belajar yang
tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata lain, latent learning merupakan
kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal
tersebut dinyatakan dalam prilaku. Konsep tentang latent learning sangat
penting bagi Tolman,[16]
dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan
oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba
belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur).
Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan
yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang
kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan.
Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent
learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu,
sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan
(reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan melakukan
seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).[17]
5.
Reinfocement
Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar,
kita menganalisa "situasi". Term understanding selalu ada hubungannya
dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita
belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk
mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain.
Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke suatu tempat tertentu, maka ia
akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada ahli teori S-R, bahwa merubah
reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu prilaku sepanjang
kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman,
ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah, prilaku akan terganggu, karena
reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan.
Dalam artikelnya
(1949), "There is More than One Kind of Learning", Tolman membagi
belajar menjadi enam macam.
1.
Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu
pada kecenderungan belajar untuk berhubungan dengan obyek tertentu serta drive
state tertentu. Misalnya, makanan tertentu yang tersedia bisa jadi mencukupi
rasa lapar seseorang yang hidup di suatu negeri. Masyarakat yang hidup di suatu
negeri, di mana ikan selalu dimakan akan cenderung untuk dicari guna memenuhi
rasa laparnya. Individu-individu yang sama akan menghindari daging sapi atau
spageti karena bagi mereka, makanan itu tidak dihubungkan dengan kepuasan rasa
lapar. Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan kepuasan drive tertentu,
sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk dicari-cari ketika drive itu
terulang.
2.
Equivalence
Beliefs
Ketika sebuah "subgoal"
mempunyai pengaruh yang sejenis dengan dirinya, maka subgoal itu dikatakan
mendasari sebuah equivalence belief. Hal seperti ini hamper sesuai dengan yang
disebut oleh para ahli teori S-R sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949)
menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam typical "social
drives" dari pada physiological drives. Misalnya, sepanjang dapat
dipertunjukkan bahwa dengan need siswa untuk cinta dan penerimaan yang baik
tanpa harus menceritakan tentang nilai ataupun kualitasnya, kemudian kita ingin
mempunyai bukti untuk equivalence belief.
3.
Field
Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang
sesuai menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah organisme belajar tentang
obyek dan fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign
yang lain akan mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan
untuk menerangkan latent learning dan place learning.
4.
Field-Cognition
Modes
Jenis belajar seperti ini kurang
diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi
problem-solving. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun perceptual
field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah
bawaan, tetapi bisa dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling
utama pada strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba
pada situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field
cognition modes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
5.
Drive
Discrimination
Drive discrimination hanya mengacu
kepada fakta bahwa organisme dapat menentukan status drive mereka sendiri. Oleh
karena itu, mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya, telah ditemukan bahwa
seekor binatang dapat dilatih untuk masuk searah dalam T-maze, ketika mereka
marasa lapar ataupun haus.
6.
Motor
Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya
sebagian besar itu terkait dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang
berhubungan dengan prilaku. Motor patern learning ini merupakan suatu usaha
untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi Guthrie tentang
bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimuli.[18]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Teori sign Learning adalah campuran
dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman mengikuti Gestalt dengan menggangap
bahwa tingkah laku merupakan keseluruhan dan mempunyai arti yang disebut juga
sebagai “Molar Behaviorisme” Tolman menpelajari tingkah laku dengan mempelajari
stimulus dan respon-respon yang tampak (overt). Dalam menacapai tujuan yang dikehendaki,
tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip “LEAST EFFORT” yaitu
suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam mencapai tujuan
Definisi Sign Learning menurut
Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena suatu stimulus (the sign)
akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan sehingga
rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti
mengenai keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map Sign
Learning adalah proses penemuan bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau
suatu sign ke sign lain sampai kepada goal. Menurut Tolman belajar merupakan
proses yang terus menerus tanpa membutuhkan motivasi, artinya tanpa motivasi bisa
terjadi belajar dan hasil belajar dalam Sign Learning adalah berupa gambaran
mengenai lingkungan/peta kognitif. Dalam belajar menurut Tolman ada Reward
Expectancy yaitu pengharapan kepada dadiah. Ada penghargaan mengenai suatu sign
ke sign yang lain.
B.
Kritik
& Saran
Dari makalah kami
yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami
pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan
kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang
bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1998).
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009.
B. R. Hergenhahn, An Introduction to
Theories of Learning, New
Jersey, Prentice Hall, 1997.
[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja
Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1998), 122
[2] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 82
[3] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 71
[4] B. R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Prentice Hall, 1997, hal : 299 lihat juga Defi
Darwayanti, psikologi belajar, hal :71
[5] http://catatannyandukfaiq.blogspot.com/2009/05/aliran-gestalt.html
[6] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 72
[7] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 6
[8] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[9] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 73
[10] Ibid, hal : 73-74
[11] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 87-88
[12] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 75
[13] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 90
[14] Ibid, hal : 90-91
[15] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[16] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 77
[17] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[18] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka
Media perintis, 2009, hal : 77 lihat juga dalam situs berikut : http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar