TUGAS
AKHIR SEMESTER
SEJARAH PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA KHALIFAH AL-MA’MUN
MAKALAH
INI DIBUAT UNTUK MELENGKAPI TUGAS MATA KULIAH SPI
DISUSUN
O
L
E
H
RINI ANDRIANI
31105280
IV/PAI-9
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
Daftar
Isi.....................................................................................................................
2
BAB I
Pendahuluan :
1.1 Latar
Belakang Masalah.............................................................................3
1.2 Rumusan
Masalah......................................................................................3
BAB II
Pembahasan :
2.1 Pengertian
Sejarah Pendidikan Islam …………..……………….………4
2.2 Biografi
Singakat al-Ma’mun……………………………………………5
2.3 Sejarah
Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mum …..…..........5
2.4 Konsep
Dasar Pendidikan Islam pada masa al-Ma’mun ...……….…….7
2.5 Pengaruh
Pendidikan berbasis Multikultural zaman al-Ma’mun ………8
2.6 Tokoh-tokoh
Pendidikan Multikultural zaman al-Ma’mun …..….…….9
2.7 Aktivitas
Menulis Buku…………………………………………………10
BAB III Penutup
:
4.1 Simpulan...................................................................................................11
4.2 Saran.........................................................................................................11
Daftar
Pustaka............................................................................................................12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan
pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam
sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula
sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan
tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima
periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad
SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad
SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak
perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah
Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu
sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai
dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan
kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang
berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai
dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam
makalah ini akan dibahas Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun yang
berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya
ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan
Islam. Pembahasan pada masa ini merupakan rangkaian pembahasan Sejarah
Pendidikan Islam, Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya
Sejarah Pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling
berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya
dinamisme dalam waktu dan tempat.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian sejarah, pengertian
pendidikan, pengertian Islam, pengertian Sejarah Pendidikan Islam dan Sejarah
pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun serta sedikit menyinggung tentang
peradaban Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah
Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mun
2.1
Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Pengertian Sejarah secara etimologis
berasal dari kata arab "syajarah" yang mempunyai arti "pohon
kehidupan". Dalam bahasa Asing lainnya, peristilahan sejarah disebut
histore (Perancis), geschicte (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda),
dan history (Ingris).[1] Ada
juga yang mengistilahkan sejarah dari kata tarikh atau sirah (bahasa Arab) yang
berasal dari bahasa Yunani, yaitu istoria yang berarti ilmu. Dalam
penggunaannya, filosuf Yunani memakai kata istoria untuk pertelaan sistematis
mengenali gejala alam. Perkembangan selanjutnya, istoria dipergunakan untuk
pertelaan mengenai gejala-gejala ”terutama hal ihwal manusia” dalam urutan
kronologis.[2]
Menurut
Ibn Khaldum, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau
penting pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, bahwa
sejarah ialah memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di
dunia, yang di perkuat oleh Guralnik. Meskipun terdapat perbedaaan dalam
penekanan teorinya namun mereka sepakat, bahwa sejarah adalah masa lalu yang
tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga
memberi interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita.[3]
Pendidikan
menurut Pancasila dan UUD 1945 pendidikan adalah usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya (akal pikiran,
hati, dan jasmani). Ada juga yang menyatakan Pendidikan adalah segala
pengalaman belajar dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya. Di dalam GBHN tahun
1973, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dari pernyataan di atas dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk meningkatkan
kepribadian dan kemampuan yang berdasarkan pengalaman dengan jalan membina potensi-potensi
pribadinya di dalam dan di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup.
Islam
secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa
dan damai. Arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian.[4] Sedangkan
menurut istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Nabi
Muhammad membawa Islam pada hakikatnya terdapat ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia[5]
Sedangkan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri adalah adalah perkembangan atau
kemajuan suatu pendidikan yang mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam.
2.2 Biografi
Singakat al-Ma’mun
Nama
lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abbas Al-Ma’mun. Abdullah al-Ma’mun
dilahirkan pada tanggal 15 Rabi’ul awal 170 H/ 786 M. Bertepatan dengan wafat
kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-ma’mun
termasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca
Al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama kasai Nahvi dan Yazidi.
Al-Ma’mun
beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Selain belajar Al-Qur’an,
ia juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab yang digunakan adalah
karya Imam Malik sendiri, yaitu kitab Al-muwatha. Disamping ilmu-ilmu itu, ia
juga pandai Ilmu sastra, belajar Ilmu tata Negara, hukum filsafat, astronomi,
dan lain sebagainya. Sehingga ia dikenal sebagai pemuda yang pandai. Setelah
berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dengan saudara nya
bernama Al-Amin, akhirnya Al-Ma’mun menggapai cita-citanya menjadi khalifah
pada tahun 198 H/ 813 H.[6]\
2.3
Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mum
Sebelum kita membahas tentang
Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun alangkah baiknya kita mengulas
sedikit Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Kejayaan supaya mudah dimengerti.
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam
berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam
dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam
berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan
pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan
pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada
masa kejayaan ini, Pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan
perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang
dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia
pada masa itu. Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti
Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid (170-193 H). Karena
beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung
negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia
Islam saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kekuasan
Bani Umayah berakhir atas pembenrintakan yang dimotori oleh Abu Al-Abbas dari
Bani Abbas yang bekerja sama dengan Abu Muslim Al-Khurasani dari Syi’ah.
Pendiri Dinasti Abbas itu adalah Abu Al-Abbas (750-754 M). Khalifah yang
termasyhur dari Bani Abbas adalah Harun Al-Rasyid (785-809 M) dan Al-Ma’mun
(813-833), kekayaan Negara dipergunakan
mereka untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran, sekolah
farmasi, menggaji penerjemah dan pemandian-pemandian umum.[7]
Setelah
wafatnya Harun Al-Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan kekhalifahannya,
yaitu Al-Ma’mun (813-833). Pada kekhalifahan al-Makmun sangat memperhatikan
ilmu pengetahuan. Hal yang paling menonjol dalam bidang pendidikan pada masa
Al-Makmun adalah menterjemahkan kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa
Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau
juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya
keinginan beliau tercapai yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power dunia ketika itu.[8] Tim
penerjemah yang dibentuk Al-Ma’mun terdiri dari Hunain Ibn Ishaq sendiri dan
dibantu anak dan keponakannya, Hubaish, serta ilmu lain seperti Qusta ibn Luqa,
seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang Kristen
Nestorian, Ibn ‘Adi, Yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas
menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat
diperluka seperti kedokteran, bidang astrologi, dan kimia.[9]
Khalifah
Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai
bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul
masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan.[10]
Sejak
Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu
Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para
ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk
dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).[11]
2.4
Konsep Dasar Pendidikan Islam pada masa al-Ma’mun
Pada
masa khalifah Abbasiyah yang ke-7 yaitu Al-Ma’mun, ada dua konsep dasar
pendidikan, yaitu multikultural dan intuisi.
a.
Konsep
Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut
pakar pendidikan, Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multicultural
sebagai “pendidkan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon
perubahan demokrafi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia
secara keseluruhan. Sedangkan menurut Hariansyah,
ditinjau dari sudut psikologi bahwa pendidikan multicultural memandang manusia
memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara
keseluruhan. Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas
(jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri.
Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigm, pola pikir, kebutuhan,
keinginan dan tingkat intelektual.[12]
b.
Konsep
Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam
Intuisi
pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun, termasuk kategori lembaga pendidikan Islam
yang klasik. George Maksidi membagi intuisi pendidikan Islam klasik berdasarkan
kriteria materi pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam, menjadi dua
tipe, yaitu: intuisi pendidikan inkluisif (terbuka) terhadap pengetahuan umum
dan intuisi pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum[13]
Berdasarkan
penggolongan George Maksidi, Intuisi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
·
Maktab/kuttab
adalah intuisi dasar, maka yang diajarkan di maktab/kuttab adalah khat,
kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan syair.
·
Halaqah
artinya lingkaran (murid-murid yang melingkari gurunya yang duduk di atas
lantai). Halaqah merupakan intuisi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan
tingkat lanjutan.
·
Majelis
adalah intuisi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari
berbagai desiplin ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya. Ada 7 macam majelis,
yaitu: majelis Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara,
Al-Adab, Al-Fatwa.
·
Masjid
merupakan intuisi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
·
Khan
berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama
satu diantaranya fiqh
·
Ribath
adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi
untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata.
·
Rumah-rumah
ulama digunakan untuk melakukan tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan
lain perdebatan ilmiah.
·
Toko
buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan islam.
·
Observatorium
dan rumah sakit sebagai konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi
Pendidikan Islam[14]
2.5
Pengaruh Pendidikan berbasis Multikultural zaman al-Ma’mun
Pada
Al-Ma’mun mengembangkan perpustakaan Bait Al-Hikmah, yang sebelumnya pada masa
Harun Al-Rasyid bernama Khizanah Al-Hikmah (hazanah kebijaksanaan) yang
berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penelitian. Bait Al-Hikmah maju
sangat pesat karena terdapat buku-buku kuno yang didapat dari Persia,
Bizantium, dan bahkan Etiopia serta India. Pada masa Al-Ma’mun Bait Al-Hikmah
bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian saja, tetapi
beliau memanfaatkan sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi serta
matematika.[15]
Kebudayaan bangsa, kondisi sosial-politik, ekonomi, dan pendidikan yang
berbasis multikultural pada zaman Al-Ma’mun membawa pengaruh yang luar biasa
terhadap kemajuan peradaban bangsa, sebagaiman yang dipaparkan berikut ini :
a.
Terjalinnya
asimilasi (proses penyusaian sifat dari yang lain) antara bangsa Arab dengan
bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
b.
Gerakan
terjemahan yang dikelola dalam suasana keberagaman, kesederajatan,
perbedaan-perbedaan kebudayaan toleransi terhadap semua kelompok dan agama
khususnya agama Kristen membawa pengaruh pada kemajuan ilmu pengetahuan umum
juga ilmu pengetahuan agama.
c.
Kebebasan
dalam memilih materi dan guru bagi murid dalam proses belajar mengajar dan
hubungan yang harmonis antara guru dan murid serta nilai-nilai toleransi antara
keduanya mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam
mazhab, seperti Imam Mazhab Muhammad ibn Idris As-Syafi’i (767-820 M) dan Imam
Mazhab Ahmad ibn Hambal (780-855 M). demikian pula proses rekrutmen murid yang
dilakukan dengan kebebasan, keterbukaan dan kesetaraan dengan memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa
dari para dermawan, para ulama, dan penguasa kepada mereka berdampak positif
terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.[16]
2.6
Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural zaman al-Ma’mun
Pada
masa Al-Makmun ada beberapa tokoh yang turut serta mengembangkan ilmu
pengetahuan. tokoh-tokoh tersebut yaitu :
a.
Khalifah
Al-Ma’mun (813-833 M)
Nama
lengkap Al-Ma’mun adalah Abdul Abbas Abdullah Al-Ma’mun (167-218 H/ 783-833 M).
ia seorang khalifah Abbasiyah, putra Harun Al-Rasyid. Ia memperkarsai kegiatan
ilmuan-ilmuan dan penerjemahan buku karya-karya ilmuan Yunani kedalam bahasa
Arab. Ia juga mendirikan akademik di Baghdad yang bernama Bayt Al-Hikmah
(gedung kebijaksanaan) yang didalamnya terdapat observatorium yang diperintah
untuk mengembangan ilmu pengetahuan.
b.
Muhammad
Ibn Musa Al-Hawarizmi (780-850 M)
Beliau
ahli dibidang al-jabar dan astronomi, beliau juga direktur perpustakaan Bayt
Al-Hikmah atau pusat studi dan riset astronomi serta matematika. Beliau seorang
nasionalis dan ahli Pahlevi, dan sebagai tokoh pendidik multikultural karena
ikut menciptakan suasana bebas, terbuka, toleran, dan sederajat dalam mengelola
Bayt Al-Hikmah dan upaya menterjemahkan buku-buku warisan Hellenisme dari
Yunani kedalam bahasa Arab.
c.
Al-Kindi
(809-866 M)
Al-Kindi
adalah filsuf muslim pertama. Beliau amat masyur namanya sebagai ilmuan.
Al-Kindi dikelompokkan sebagai tokoh humanis dan ialah yang pertama kali
mengajak kaum muslim untuk hidup saling memahami dan menyelaraskan pemikiran-pemikiran
yang berbeda-beda.[17]
Dalam
bidang filsafat, membahas tentang persoalan-persoalan umat Islam ynag berkaitan
dengan kepercayaan dan pemikiran baik secara teoritis maupun praktis,
kemanusiaan maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk menjawab
sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinggi.
Pada masa ini pemikiran filsafat mencakup bidang keilmuan ynag sangat luas
seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk
menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerakan dan suara.[18]
2.7 Aktivitas
Menulis Buku
Selain
belajar kepada syeh, mereka juga ada kegiatan menulis buku. Diantaranya yang
menulis buku yaitu:
·
Al-Jahizh
(776-869 M ), seorang sastrawan terkenal pada masa Al-Ma’mun yang berani
melepaskan diri dari ikatan tradisi dalam menulis. Gurunya yaitu al-Nazhzham,
guru fiqh dan filsafat. Karyanya yang paling terkenal adalah Kitab al-Hayawan
terdiri dari tujuh jilid mengenai hewan-hewan.
·
Imam
Bukhari, gurunya Ishaq bin Rahawaih yang terkenal dengan ilmu haditsnya. Kitab
hadits yang dibuatnya terkenal bernama al-Jami’al-Sahih. Selain itu dia juga
menulis dua buah buku di Madinah yaitu Qadlay al-Shahabah wa al-Tabi;in dan
al-Tarikh al-Kabir.
Aktivitas
belajar pada masa itu dapat kita lihat perkembangannya dengan melihat jasa
peninggalannya dalam menuntut Ilmu. Selama masa kepemimpinannya, banyak hal
yang dilakukan sebagai bagian dari bentuk jasa dan peninggalan yang sangat
besar dalam proses pembentukan dan perkembangan intelektual muslim.[19]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Sejarah
Pendidikan Islam adalah perkembangan atau kemajuan suatu pendidikan yang
mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam. Khalifah Al-Makmun yang berbasis
pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama
maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik,
yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan. Sejak Al-Hadi (paman
Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi
(Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama
menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan
Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).
Konsep
dasar Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun
adalah konsep dasar Pendidikan Islam Mutikulrural dan Multikultural di
Intuisikan. Sedangkan pengaruh pendidikan multikultural pada masa itu, yaitu
terjalinnya asimilasi anatara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang lain,
terjalinnya toleransi terhadap agama, munculnya filsafat Islam dan lain
sebagainya. Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural seperti Khalifah Al-Ma’mun,
Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi dan Al-Kindi.
3.2
Saran
Diharapkan
kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang
Sejarah Pendidikan Islam supaya kita lebih memahami Sejarah Pendidikan Islam
yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Pendidikan dalam Islam. Di
dalam makalah kami ini, mungkin terdapat banyak kesilapan dan kekhilapan, oleh
sebab itu penulis meminta maaf sebesar-besarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta : Lesfi, 2003.
2.
Louis
Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1986.
3.
Azyumardi,
Pendidikan Islam, Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 2002.
4.
Erwin
Mahrus & Moh. Haitami Salim, Pengantar Studi Islam, Pontianak: STAIN
Pomtianak Press, 2008.
5.
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: PT Universitas
Indonesia, 2005.
6.
Atang
Abd. Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2003.
7.
Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1997
[1] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 3
[2] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1986,
hal : 27
[3] Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu,
2002, hal : 11
[4] Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim, Pengantar Studi Islam,
Pontianak: STAIN Pomtianak Press, 2008, hal : 2
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: PT
Universitas Indonesia, 2005, hal : 17
[6] Dikutip dari situs : http://faighting.blogspot.com/2011/01/sejarah-pendidikan-al-mamun.html,
14,06,2012
[7] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 122
[8] Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003, hal : 142
[9] Siti Maryam, 125
[10] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1997, hal : 96
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana
Presada Media, 2007, hal : 85
[12] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 26
[13] Ibid, hal : 27
[14] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 27-28
[15] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 127
[16] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 28
[17] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 32-33
[18] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga
Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 127
[19] Dikutip dari situs : http://faighting.blogspot.com/2011/01/sejarah-pendidikan-al-mamun.html,
14,06,2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar