BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu
dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam
upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap penelitian ilmiah tidak
dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa, matematika (sarana berpikir
deduktif) dans tatistika (sarana berpikir induktif) sebagai sarana berpikir.[1]
Upaya-upaya penyebar luasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa
sebagai media komunikasi. Setiap forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai
sarana utama. Aktivitas-aktivitas yang diarahkan untuk memahami,
mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsep-konsep ilmu tidak dapat
diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana.
Makalah
ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai
landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu, karakteristik
bahasa yang mendukung pengembangan ilmu, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan bahasa sebagai pendukung pengembangan ilmu. Pembahasan
diawali dengan memaparkan hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan
dengan pembahasan tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti
hubungan bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi. Setelah itu,
pembahasan dilanjutkan dengan mengupas karakteristik bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu dan diakhiri dengan gambaran singkat tentang gebrakan Pusat
Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu.
B.
Rumusan Masalah
Agar
tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya
merumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Menjelaskan tentang konsep-konsep dan
paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting
bahasa dalam pengembangan ilmu.
2.
karakteristik bahasa yang mendukung
pengembangan ilmu.
3.
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan bahasa sebagai pendukung pengembangan ilmu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu
Ilmu
( science) dan pengetahuan (knowledge) merupakan dua bidang yang berbeda. Pengetahuan
(knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran, perasaan,dan
pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan orang lain dan
alamsekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk pernyataan, ungkapan
artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Ilmu juga merupakan terminologi
generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi,
seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi.[2]
Ilmu (atau ilmu pengetahuan)
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[3]
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu
bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji
dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang
dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari
epistemologi.
Kata
ilmu dalam bahasa Arab "
علم
" yang berarti
memahami, mengerti, atau mengetahui.[4]
Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu
pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial,
dan sebagainya. Ilmu (pengetahuan) juga kumpulan pengetahuan tentang sesuatu
kenyataan yang tersusun secara sistematis, dari usaha manusia yang dilakukan
dengan penyelidikan, pengamalan dan percobaan-percobaan.[5]
Selaras
dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ilmu sebagai
“pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
(pengetahuan) itu.”[6]
Ada
beberapa perbedaan antara ilmu dan pengetahuan, menurut Sandjaja dan Heriyanto
dengan mengatakan bahwa pengetahuan (ordinary knowledge) merupakan sesuatu yang
diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan panca indera,dan olahan akal budi
yang spontan. Pengetahuan mencakup segala sesuatu yang dilihat, didengar,
dikecap, dicium, diraba, dan hadir dalam kesadaran kita. Pengetahuan seperti
ini biasanya bersifat spontan, subjektif atau intuitif. Sedangkan ilmu
(pengetahuan ilmiah) merupakan pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang
telah disusun secara metodis, sitematis, dan koheren.[7]
Ilmu
diperoleh dari berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelidiki dan
mengembangkan pemahaman manusia tentang dunia fisik dan fenomena yang
berlangsung di dalamnya. Melalui metode-metode ilmiah yang dirancang secara sistematis,
para ilmuwan menggunakan bukti-bukti fisik yang teramati tentang gejala-gejala
alam untuk mengumpulkan data, dan menganalisis data tersebut untuk menjelaskan fenomena
dimaksud. Metode-metode tersebut mencakup observasi, eksperimen, maupun
pengamatan berperan serta.
Dengan
demikian, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian. Berdasarkan
beberapa definisi dan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan
bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap satu
bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk
memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang
kemudiandisusun secara sistematis dan koheren.
Berdasarkan
definisi ini,dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki empat ciri: diperoleh dari
penelitian yang dilakukan dengan metode tertentudan langkah-langkah yang
sistematis, mencakup satu bidang tertentu dari kenyataan, dan disusun secara
koheren. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan
pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut
sebagai ilmu.[8] Sifat
ilmiah tersebut antara lain :
·
Objektif
Ilmu harus memiliki objek kajian
yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari
luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada
karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari
adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
·
Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan
untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari
kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian
kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara,
jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya
merujuk pada metode ilmiah.
·
Sistematis
Dalam perjalanannya mencoba
mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam
hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti
secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam
rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
·
Universal
Kebenaran yang hendak dicapai adalah
kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua
segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat.
Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan
manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu
sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.[9]
Sedangkan
menurut Rektor IAIN SU,[10]
ilmu pengetahuan dapat dibagi atas beberapa tingkatan tertentu, antara lain :
Ø Ilmu
pengetahuan deskriftif
Ilmu
pengetahuan yang memberikan jawaban ataspertanyaan apa dan bagaimana..?
Ø Ilmu
pengetahuan normatif
Ilmu
pengetahuan normatif menjawab pertanyaan seharusnya bagaimana..?
Ø Ilmu
pengetahuan kausal
Ilmu
pengetahuan kausal berupaya menjawab pertanyaan apa yang terjadi apabila ada
dua fenomena yang dapat dihubungkan.
Ø Ilmu
pengetahun esensi
Sedangkan
ilmu pengetahuan essensi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang dapat
mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu.
B.
Pengertian Bahasa
Bahasa
adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan berpikir.
Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia. Bahasa membuat
manusia mampu mendominasi mahluk lain dimuka bumi, baik yang berada didarat,
laut, maupun udara. Berbagai definisi tentang bahasa pada umumnya menyoroti dua
aspek terpenting, yaitu fungsional dan formal.
·
Aspek fungsional
Merujuk pada fungsi bahasa yang
begitu pentingd alam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media yang
dimiliki bersama dandigunakan untuk mengkomunikasikan pendapat, gagasan dan
perasaan.
·
Aspek formal
Merujuk pada sistem atau
kaidah-kaidah (tata bahasa) yang digunakan untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu kata-kata
menjadi kalimat yang bermakna. Aspek formalmenurut Miller (1974: 8), meliputi
tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik.[11]
Kedua aspek ini terungkap dengan jelas dalam definisi berikut :
”Sistem
(tata bahasa) setiap bahasa biasanya dibangun melalui lima unsur yang fonem, morfem,
sintaksis, dan semantik.[12]
Ø Fonem
merupakan unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan
arti dari satu kata. Sebagai contoh, kata ular dan ulas memiliki arti yang
berbeda karena perbedaan pada fonem /r/ dan /s/. Kata tadi dan tari memiliki
arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /d/ dan /r/.
Ø Morfem
merupakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan
suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya
kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan
kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga\
Ø Sintaksis
merupakan proses penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan
sistematis yang berlaku pada bahasa
tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek -
predikat-objek . Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada
bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu
menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang
memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu
kalimat.
Ø Semantik
merupakan bidang yang mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang
dibentuk dalam suatu kalimat. Makna atau pesan yang disampaikan dalam
komunikasi tidak hanya disalurkan melalui keempat unsur bahasa di atas, tetapi
juga melalui unsur-unsur komunikasi non-verbal.
Dalam
komunikasi, unsur-unsur verbal yang disusun oleh fonem, morfem,sintaksis, dan
semantik membentuk ‘the-what’ yang diucapkan, sedangkan unsur paralanguage membentuk ‘the-how’. Unsur
komunikasi non-verbal terdiri dari paralanguage dan bahasa tubuh (body
language). Unsur paralanguage mencakup
intonasi,tempo, ritme, dan penekanan (accentuation), sedangkan unsur bahasa
tubuh, antara lain terdiri dari ekpresi wajah, tatapan mata, gerak-gerik tubuh,
cara duduk, berdiri, pakaiandan lain-lain. Pentingnya memahami unsur
paralanguage dalam komunikasi dapat dilihat,misalnya, dalam pengucapan kata
“Bagus”, dengan intonasi yang berbeda.
Dengan
intonasiyang tepat, kata itu bisadigunakan untuk mengungkapkan pujian atau,
sebaliknya, ejekan.Contoh yang lain dapat dilihat pada perubahan makna hanya
karena penggunaan intonasi yang berbeda dalam dua kalimat. Bahasa tubuh
merupakan unsur komunikasi yang sangat kompleks. Gerak-gerik tubuh yang mungkin
dilakukan seseorang saja bisa mencapai 700,000 jenis, sehingga mengklasifikasikannya
merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu, untuk tujuan praktis dalam komunikasi,
kita hanya perlu memahami bahasa tubuh yang lazim digunakan saja.[13]
Sebagai contoh, untuk menunjuk, orang Amerika
menggunakan jari telunjuk,orang
Jerman dengan jari kelingking, orang Jepang dengan seluruh jari, dan sebagian
orang di Asia dengan jari jempol. Dalam budaya Barat, kontak mata langsung yang
normal dianggap positif, sedangkan tatapan yang lama dianggap sebagai ‘undangan
seksual’. Di budaya Arab, kontak mata yang lama dianggap sebagai tanda
keseriusan dan ketulusan. Sedangkan di Jepang Amerika Latin orang mencegah kontak
mata untuk menunjukkan rasa hormat.[14]
Secara
sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang
terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk
beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa
diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif,
dinamis, beragam dan manusiawi.[15]
Bahasa
adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa
lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut
makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan
suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran
bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan
konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.[16]
Konsep
bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk
beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.[17]
Bagi
sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk
menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan
sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”.
Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur,
pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan. Ada beberapa fungsi dari bahasa,
antara lain :
Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa
berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang
dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi
juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini
pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau
gembira.
Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau
lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar.
Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara
penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi
menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau
solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola
tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena
itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya
juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala,
gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika
tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna.
Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi
referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada
disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi
referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat
untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia
di sekelilingnya.
Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang
digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa
itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan
untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain.
Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau
menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di
mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat
(message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu
dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang
sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini
biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang
digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.[18]
C.
Peran Bahasa Dalam Ilmu
Peran
bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa sebagai media
berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu, pembahasan tentang
permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian : hubungan bahasa dan pikiran
dan bahasa sebagai media komunikasi.
1.
Hubungan Bahasa dan Pikiran
Berpikir
merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari hanya olehorang
yang melakukan aktivitas itu. Miller mengatakan: “tindakan berpikir sering
digambarkan sebagai kegiatan berbicara padadiri sendiri (intrapersonal
communication), mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental.[19]
Dengan
kemampuan berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan
peristiwa-peristiwa yang tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya.
Kemampuan berpikir juga kadang-kadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tanpa mencoba berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).Peran penting
bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa sebagai media
berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan pengetahuan
melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, dan
membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir, bahasa berperan sebagai simbol-simbol
(representasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan
tidak diperoleh melalui penginderaan.[20]
Setiap
kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya,dia tidak perlu
menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Cassirer mengatakan manusia adalah Animal
symbolicum, mahluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai
cakupan lebih luas dari homo sapiens, mahluk yang berpikir.Tanpa kemampuan
menggunakan simbol ini, kemampuan berpikir secara sistmatis dan teratur tidak
dapat dilakukan.[21]
Bahasa memang tidak selalu identik
dengan berpikir. Jika seseorang ditanya apa yangsedang dipikirkannya, dia akan
menggambarkan pikirannya melalui bahasa.meskipun pikirannya tidak berbentuk
simbol-simbol linguistik ketika dia ditanya, dia pastimengungkapkanpikiran itu
dalam bentuk simbol-simbol linguistik agar proses komunikasidengan penanya
berjalan dengan baik. Namun, meskipun bahasa tidak identik dengan berpikir,
berpikir tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa
yangdimiliki seseorang akan menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya.
Berbagai filsuf menyatakan bahwa suku-suku primitif
tidak dapat memikirkan hal-hal yang‘canggih’ bukan karena mereka tidak dapat
berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka untuk
melakukannya.[22] Kenyataan ini terungkap jelas dalam diri
mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan berhasil menyelesaikan
studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam proses ini, tidaklah berlebihan
bila Tomasello (1999) menegaskan bahwa bahasa adalah fungsikognisi tertinggi
dan tidak dimiliki oleh hewan.[23]
Selaras
dengan itu, pandangan berbagai antropolog budaya juga menunjukkan bahwa bahasa
juga berperan dalam membentuk, mempengaruhi, dan membatasi pikiran.Penelitian
tentang kemampuan mengingat warna membuktikan bahwa peserta yang bahasaibunya
memiliki kata untuk warna yang diujikan terbukti lebih mampu mengingat warna-warna
tersebut.[24]
Sehubungan dengan itu, Miller menegaskan: Variasi pengungkapan pengalaman
melalui bahasa yang berbeda sangat erat hubungannya dengan variasi pandangan
hidup atau kebudayaan dalam masyarakat manusia.
Karena
bahasa dipelajari seseorang sejak usia dini, dan bahasa tersebut merupakan
sarana utama baginya untuk mempelajari segala sesuatu, termasuk budaya dan
pandangan hidup, bahasa itu akan mempengaruhi persepsinya tentang realitas.[25]
Sebagai contoh, ungkapan “Time flies, waktu berjalan” bisa dihubungkan dengan
perbedaan antara persepsi orang Amerika, orang Spanyol dan orang Indonesia tentang
waktu. Orang Amerika selalu bergegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sedangkan
orang Spanyol dan orang Indonesia cenderung memandang hidup lebih santai.[26]
Hal
ini ditegaskan oleh hasil penelitian Ford dan Peat (1988). Penelitian itu
mengungkapkan bahwa pengaruh realitas bahasa seseorang terhadap pikirannya
lebih dominan daripada pengaruh pikirannya terhadap bahasanya. Bahasa tidak
hanya berperan sebagai ‘kendaraan’ yang digunakan untuk menyalurkan informasi
tetapi juga sarana untuk membentuk pikiran.
2.
Bahasa Sebagai Media Komunikasi
Komunikasi
merupakan salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang
jika temuan-temuan dalam ilmu itu desebarluaskan (dipublikasikan)
melaluitindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian didiskusikan,
diteliti ulang,dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh
ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitianulang, penerapan, dan
pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh
ilmuwan lainnya. Selama dalam proses penelitian, perumusan, dan publikasi
temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peransentral, karena segala aktivitas
tersebut menggunakan bahasa sebagai media.
Dalam
penelitian dan komunikasi ilmiah, setiap ilmuwan perlu mengembangkan dan memahami
bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan terminologi khusus) yang digunakan
dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa yang mereka pahami bersama, kesalah pahaman
akan sulit dihindari dan mereka tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan
ilmu.
D.
Karakteristik Bahasa yang Mendukung
Pengembangan Ilmu
Berdasarkan
paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa peran bahasa sebagai media berpikir
komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas pengembangan ilmu. Akan
tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan untuk tujuan ini, bahasa yang
dikembangkan oleh masyarakat yang tidak menjalani budaya ilmiah justru akan
menghambat pengembangan ilmu. Konsep-konsep dalam bahasa cenderung manghambat
atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Diantara bahasa-bahasa di dunia,
ada yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian
lagi sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit
dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana.[27]
Menurut
Suriasumantri dalam kapasitasnya sebagai mediakomunikasi, bahasa berfungsi
untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan (emotif), pesan berkonotasi sikap
(afektif), dan pesan berkonotasi pikiran (penalaran). Secara alami, tidak semua
bahasa dikembangkan oleh penuturnya dengan memberikan porsi yang sama terhadap
kemampuan menyampaikan ketiga jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar
mengembangkan ilmu pastilah memiliki bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai
media penalaran.Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam
fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan
memahami makna kata-kata yangmembentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak
memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‘menebak’ pesan yang
disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik.[28]
Sehubungan
itu, kriteria utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang
kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh
para ilmuwan. Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui
kenyataan bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak
berpikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan. Dilihat dari sisi kekayaan
kosakata yang mendukung pengembangan ilmu, bahasaInggris kelihatannya merupakan
pilihan utama untuk dijadikan sebagai bahasa ilmiah bagi ilmuwan di seluruh
dunia. Kekayaan kosa kata bahasa Iinggris terungkap dari survey yang
mengungkapkan bahwa bahasa Inggris memiliki sekitas 450.000 kata 1981 ; bahasa
Prancis dan Rusia masing masing hanya memiliki sekitar 150.000 kata 1983. Pada tahun
1991, bahasa Indonesia memiliki sekitar 72.000 kata.[29]
Dalam
konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris memiliki unsur-unsur
yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa Indonesia ditetapkan menjadi
prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa juga memiliki fungsi integratif,
atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena pilihan sudah dibuat, maka
bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa kata yang mendukung
pengembangan ilmu. Dilihat dari sisi ini, kondisi bahasa Indonesia, harus
diakui, masih memprihatinkan.Sebagai contoh, meskipun sebagian orang sudah
memberi pengertian yang berbeda kepada ilmu dan pengetahuan, di Indonesia
istilah ilmu pengetahuan masih sering digunakansebagai sebuah pleonasme
(pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya). Akibatnya, makna
istilah ilmu dan pengetahuan menjadi kabur.
Keadaan
ini tidak berlangsung hanya di antara
masyarakat awam saja, tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan. Pemberian nama
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)merupakan beberapa contoh
penggunaan pleonasme istilah ilmu pengetahuan. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Daring (2008) juga masih menggunakan pleonasme ini. Salah satu istilah yang
didaftarkan di bawah kata ilmu dalam kamus itu adalah ’ilmu pengetahuan’yang
didefinisikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yg disusun secara logis dan
bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.”[30]
Bahkan LIPI, lembaga pemerintah yang dibentuk
dan ditugaskan sebagai penggerak pengembangan ilmu di Indonesia
masihmenggunakan istilah ilmu pengetahuan untuk merujuk pada ilmu (
science).Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap terminologi yang digunakan
dalam wacana apapun jelas sangat merugikan, karena miskin terpretasi akan
timbul. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut.
E.
Hubungan Ilmu dengan Bahasa
Ilmu
bisa berarti proses memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang
diperoleh lewat proses tersebut. Proses keilmuan adalah cara memperoleh
pengetahuan secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini
umumnya berupa metode ilmiah, dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta.
Dalam pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains.
Sedangkan
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk
kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa
adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam
lapangan pemahaman manusia. Dan bahasa adalah media manusia berpikir secara
abstrak yang memungkinkan objek-objek ditransformasikan menjadi simbol-simbol
abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai
tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses
berpikir itu dilakukan olehnya.[31]
Terkait
dengan hal di atas, dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa
menggunakan bahasa, tetapi dengan ilmu menjadikan bahasa memudahkan dalam
kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan dan menarik kesimpulan.
Dengan ilmu, bahasa mampu mengabstraksikan pengalamannya dan
mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang
yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
Sebagaimana dikemukakan
oleh Kempen (tokoh
psikolingustik) yang menjelaskan studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa
yang berhubungan dengan ilmu, yaitu mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara
manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan
ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan.
Ilmu
dan bahasa berhubungan antara
kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda
yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari. Manusia hanya
akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang
terbahasakan. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia
berpikir dan berkata.
Contoh
dalam perilaku manusia yang tampak dalam hubungan ilmu dan bahasa adalah
perilaku manusia ketika berbicara dan
menulis atau ketika dia memproduksi
bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia
ketika memahami yang disimak atau dibaca
sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan
diucapkan atau ditulisnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan ruang lingkup
ilmu denagan bahasa yaitu mulai pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa,
pemrosesan bahasa, hubungan antara bahasa dan perilaku manusia, dan hubungan
antara bahasa dengan ilmu.[32]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari
keterangan-keterangan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
ü Ilmu
(atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia.
ü Bahasa
adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan berpikir.
ü Ilmu
dan bahasa berhubungan antara
kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda
yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari.
ü kriteria
utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan
kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para
ilmuwan.
ü Peranan
bahasa antara lain sebagai pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi.
B.
Saran
Dari
makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya
dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya
yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar
Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001.
2.
Jonathan, Sarwono,Metode Penelitian
Quntitatif dan Kualitatif . Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu, 2006.
3.
Jujun
Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer .
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1990.
4.
Arief Sidharta, Filsafat Sebagai Seni
untuk Bertanya. Bandung : Pustaka Sutra, 2008.
5.
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran,
Jakarta : Grafindo Persada , 1996.
6.
Drs. H. Ahmad Syadali, M.A. dan Drs.
Mudzakir, Filsafat Umum, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Penerbit
Pustaka Setia, 1997.
7.
DepartemenPendidikan Nasional , Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008.
8.
Sandjaja dan Heriyanto, sari sejarah
filsafst. Yogyakarta : yayasan
konesius, 2006.
9.
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi:
Suatu Pengantar. Jakarta 2008.
10. Huda,
Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
11. Jalaludin
Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005.
[1]
Jonathan, Sarwono,Metode Penelitian Quntitatif dan Kualitatif .
Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu, 2006.Hal 13
[2] Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer . Jakarta : PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 293
[3] Arief Sidharta, Filsafat
Sebagai Seni untuk Bertanya. Bandung : Pustaka Sutra, 2008. Hal 7-11.
[4] Wahid, Ramli Abdul. Ulumul
Qu'ran, Jakarta : Grafindo Persada ,
1996. Hal 7
[5] Drs. H. Ahmad Syadali, M.A. dan
Drs. Mudzakir, Filsafat Umum, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung :
Penerbit Pustaka Setia, 1997. Hal 34
[6] DepartemenPendidikan Nasional , Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008. Hal 230
[7] Sandjaja dan Heriyanto, sari
sejarah filsafst. Yogyakarta :
yayasan konesius, 2006. Hal 5-6
[8]
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta
2008. Hal 8
[9]
http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought
[10]
DR. Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN
Press, 2001. Hal 79-80
[11]
Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
Hal 3
[12]
http://www.scribd.com/doc/13236846/ILMU-DAN-BAHASA-ivate-maxage0-mustrevalidate-ContentLength-27-X
[13]
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta
2008. Hal 10
[14]
http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[15]
Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
Hal 5
[16]
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta
2008. Hal 10
[17]
Rahmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal
47
[18]
http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[19]
Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
Hal 7
[20]
Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta
2008. Hal 11
[21]
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta
: PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 71
[22]
Huda, nuril, hal 8
[23]
http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[24]
http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought
[25]
Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
Hal 8-9
[26]
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal
274
[27]
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal
276
[28]
Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta
: PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 301
[29]
Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
Hal 17
[30]
DepartemenPendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Pusat Bahasa. 2008
[31]
Jujun S Suriasumantri,Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta
:PustakaSinar Harapan,1990. Hal 303
[32]
http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar