BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat
kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan
bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun, kadang kita sebagai umat
Islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa
tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah
sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah
kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang
untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa
pun.
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para
Sahabat adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat
bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya
yaitu Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat,
terkhusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan
Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang
kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya
tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan
juga dalam menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan
islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang
lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman
Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar biasa
pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman
sekarang ini seolah kita melupakannya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita
melihat kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah islam yang sebenarnya.
B. Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan
makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:
ü Riwayat singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
ü Proses dilantiknya Abu Bakar menjadi
Khalifah
ü Perkembangan pemerintahan pada masa Abu
Bakar baik dalam segi politik, ekonomi dan sosial.
ü Perkembangan (penyebaran) Islam pada
zaman Abu Bakar.
ü Peradaban Islam pada masa Abu Bakar
ü Wafatnya (meninggalnya) Khalifah Abu
Bakar.
C. Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
ü Mahasiswa
mampu menceritakan sejarah peradaban Islam pada zaman Khalifah Abu Bakar
Ash-Shiddiq
ü Mahasiswa mampu menjelaskan latar
belakang khalifah Abu Bakar, baik dari segi keturunannya, proses menjadi
khilafah, dan wwaktu wafatnya.
ü Mahasiswa mampu memahami apa saja perkembangan
yang terjadi pada masa ke khalifaan Abu Bakar Ash-Shiddiq, baik dari bidang
politik, sosial, ekonomi, dan pengetahuan.
ü Mahasiswa mampu memahami dan menggambil
ibrah dari sejarah para sahabat Nabi, terlebih-lebih Abu Bakar Ash-Shiddiq.
D. Metode Penulisan
Metode yang
digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang
materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku
yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil sedikit dari media massa/internet.
Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman.
BAB
II
PEMBAHASAN
KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A. Riwayat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah nama yang disandangkan
(julukan) terhadap beliau, sedangkan nama asli beliau adalah Abdullah bin Abi
Quhafah bin ustman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay
bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Quraishi. Berarti silsilah keturunannya dengan
Nabi Muhammad Saw bertemu pada Murrah bin Ka’ab. Abu Bakar dilahirkan di
lingkungan suku yang sangat berpengaruh pada tahun 573 M, dan suku yang juga
banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin
Amir, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab.[1]
Abu Bakar dilahirkan dua tahun setelah Kelahiran Nabi
Muhammad Saw. Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “
Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena
beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam
peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam
ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai
ajaran yang dibawa Muhammad SAW dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal
keagungan Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan
segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.
Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat
diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani
shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa
tersebut.[2]
Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh suku
Quraish, menemani Rasulullah Hijrah, membantu kaum yang lemah dan
memperdekakannya, seperti yang dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam setiap
peperangan dan lain-lainnya.[3]
Abu Bakar adalah sahabat
Rasulullah saw. Pada suatu hari ,dia hendak menemui Rasulullah saw, ketika
ketemu dengan Rasulullah saw , dia berkata ”Wahai Abul Qosim(panggilan
Nabi),ada apa denganmu ,sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan
orang -orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu
dan lain lain lagi..? Rosulullah saw bersabda “Sesungguhnya aku adalah
utusan Allah swt dan aku mengajak kamu kepada Allah swt, setelah selesai Rasulullah
saw berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu
beliau gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di
Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar
menemui Utsman bin Affan,Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,dan Saad bin
Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam.Lalu,merekapun masuk Islam.Hari
berikutnya Abu bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin
Jarrah,Abdurarahman bin Auf,Abu Salamah bin Abdul Saad,dan Arqam bin Abil Arqam
r.hum,juga mengajak mereka untuk masuk Islam,dan mereka semua juga masuk Islam.
Sedangkan Istrinya Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak
menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang
lain, Um Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman ibn
Abi Bakar menerima Islam. Sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah. Masuknya Abu
Bakar berpegaruh besar dalam Islam. Teman - teman dekatnya diajak untuk masuk
Islam. Mereka yang masuk Islam karena diajak oleh Abu Bakar adalah :
·
Utsman
bin Affan (yang akan menjadi Khalifah ketiga)
·
Al-Zubayr
·
Talhah
·
Abdur
Rahman bin Awf
·
Sa`d
ibn Abi Waqqas
·
Umar
ibn Masoan
·
Abu
Ubaidah ibn al-Jarrah
·
Abdullah
bin Abdul Asad
·
Abu
Salma
·
Khalid
bin Sa`id
·
Abu
Hudhaifah bin al-Mughirah
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam
pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk
Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun,
penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak.
Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga
dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong
Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya
kemudian memberinya kemerdekaan.[4]
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke
Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu
Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya,
Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
B. Abu Bakar Menjadi Khalifah
Rasulullah, Sebagai
utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai
kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya.
Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya, Belum lagi Rasulullah dikebumikan ,
disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan
pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul
dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai
siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara
umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti
Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat.
Perselisihan tersebut berlanjut ke saqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa
digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).[5]
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah
tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar
menjelang wafat rasulullah untuk menjadi Imam. Sesuatu yang masih merupakan
tanda tanya terhadap mendat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk
Abu Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar
oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman
Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang
sibuk mengurus jenazah Rasulullah.
Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar
ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana
kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi
Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat
mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku
Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka, Abu
bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar
dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu
dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak,
dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini
selama engkau masih ada , hai Abu bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang
paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua
ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang
yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk
itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian
Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti
oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh
seluruh sahabat yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun
Anshor. Kemudian Abu Bakar berpidato; “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk
mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka
jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku
berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang
lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang
lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya.
Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi
bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku.
Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.[6] Pidato
yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan
komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan
tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar
dipilih secara aklimasi, walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya,
misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalha, dan Zubair yang menolak dengan
hormat.[7]
Pembahasan-pembahasan tentang khalifah ini akhirnya menimbulkan berbagai aliran
pemikiran Islam. Dengan terpilihnya Abu bakar serta pembai’atannya, resmilah
berdiri kekhilafahan pertama di dunia Islam.
C. Pemerintahan Khalifah Abu Bakar
Ash-Shiddiq
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami
dari pidato Abu Bakar ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di
atas. Secara lengkaf isi pidatonya sebagai berikut :
“Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan
urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku
menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat
salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah,
sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah
aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah
kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana
aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah
shalat, semoga Allah merahmati kalian”.
Ucapan yang pertama sekali yang diucapkan oleh Abu Bakar
ketika di bai’at, ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu
Bakar dalam pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat,
tuntutan ketataan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat
berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan
bahwa pemerintahan Abu bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik
kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, di antara
kebijaksanaannya ialah sebagai berikut :
Ø
Kebijaksanaan
pengurusan terhadap Agama
Ada beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang
menyangkut terhadap Agama antara lain :
1. Memerangi Nabi palsu,orang-orang yang
murtad (Riddah) dan tidak mengeluarkan zakat
Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman
yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara
pertentangan tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah),orang-orang
yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi
seperti Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani
Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad,
serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.[8]
Untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam, Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk sebelas (11) pasukan dengan pemimpinnya
masing-masing. Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan
keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan.
Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat,
tidak menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh
anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta
kecuali untuk dimakan. Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada
mereka ialah; “Jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan
ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”Pasukan
ini dibaginya menjadi sepuluh panji, masing-masing pemegang panji diperintahkan
untuk menuju ke suatu daerah. Adapun sebelas panglima dan tugasnya adalah
sebagai berikut :
·
Khalid
bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid yang mengaku
sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin pemberontakan dai al-Battah,
suatu daerah di Arab tengah.
·
Ikrimah
bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab seorang kepala
suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah bani Hanifah yang
terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
·
Syurahbil
bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan cadangan. Jika
tugasnya selesai, ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju pusat wilayah
Yamamah.
·
Muhajir
bin Umayyah diutus untuk menundukkan
sisa-sisa pengikut Aswad al-Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di
Yaman. Selanjutnya ia harus menuju Hadramaut untuk menghadapi pemberontakan
yang dipimpin Kais bin Maksyuh di Jazirah Arab selatan.
·
Huzaifah
bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba yang terletak
diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin mereka mengaku
Nabi.
·
Arfajah
bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Muhrah dan Oman
yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang terhadap
Islam dibawa pemimpinan Abu Bakar.
·
Suwaib
bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang terletak
sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap pimpinan Abu
Bakar.
·
Al-Alla’
bin Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan kaum Riddah yang yang murtad
dari Islam.
·
Amru
bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Kuda’ah dan Wadi’ah yang terletak di barat
laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan Islam.
·
Khalid
bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang ada
diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga
menunjukkan pembangkangan terhadap Islam.
·
Ma’an
bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal dari suku
Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap kepemimpinan Islam.
Sementara itu, Abu Bakar sendiri telah siap berangkat
memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah, tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras
untuk mencegah seraya berkata,
“Wahai Khalifah
Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan senangkanlah
kami dengan dirimu.’ Demi Allah,
jika kaum Muslimin mengalami musibah karena kematianmu, niscaya mereka tidak
akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”[9]
Abu Bakar kemudian
kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain. Allah memberikan
dukungan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran ini sehingga berhasil menumpas
kemurtadan, memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua
kabilah untuk membayar zakat.
2. Pengumpulan Al-Qur’an
Selama peperangan
Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini
merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi
angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan
musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan”
Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit
karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli
sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa
besar dari khalifah Abu Bakar.
3. Ilmu Pengetahuan
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada
masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi
pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah,
kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar
membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan
yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa
Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat
pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai
tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai
benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam,
sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.[10]
Ø
Kebijaksanaan
Kenegaraan
Suyuthi Pulungan ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam
pemerintahan atau kenegaraan,[11]
yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di
Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi
Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu
Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin Khathab sebagai hakim Agung. Untuk
daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap
provinsi ditunjuk seorang amir. Antara lain ;
·
Itab
bin Asid menjadi Amir dikota Mekkah, amir yang diangkat pada masa Nabi
·
Ustman
bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
·
Al-Muhajir
bin Abi Umayyah, amir untuk San’a
·
Ziad
bin Labid, amir untuk Hadramaut
·
Ya’la
bin Umayyah, amir untuk khaulan
·
Abu
Musa Al-Ansyari, amir untuk zubaid dan rima’
·
Muaz
bin Jabal, Amir untuk Al-Janad
·
Jarir
bin Abdullah, amir untuk Najran
·
Abdullah
bin Tsur, amir untuk Jarasy
·
Al-Ula
bin hadrami, amir untuk Bahrain, sedangakn untuk Iraq dan Syam (Syria)
dipercayakan kepada para pemimpin Militer.[12]
Para Amir tersebut bertugas sebagai pemimpin agama, juga
menetapkan hukum dan melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir di
samping sebagai ppemimpin agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas
kepolisian. Namun demikian, setiap amir diberi hak untuk mengangkat
pembantu-pembantunya, seperti katib, amil, Dan sebagainya.
2. Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk
mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan
untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima
yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid
bin Sufyan, dan lain-lain.
3. Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan
selama masa pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang
berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan
masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
4. Sosial Ekonomi
Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola
harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan
lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan
untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan
khalifah dilakukan secara musyawarah dengan aklamasi menerima dan mengangkat
Abu bakar. Allah sendiri berfirman :
والذين
استجابوا لربهم واقاموا الصلاة وامرهم شوري بينهم ومما رذقننهم ينفقون.
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) denngan musyawarah
antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rizki yang kami berikan
kepada mereka”.[13]
Jadi dapat disimpulkan bahwa khalifah Abu bakar diangkat
menjadi Khalifah dengan jalan Musyawarah, walaupun diantara Sahabat ada yang
tidak ikut dalam pembai’atan dan pada akhirnya mereka melakukan sumpah setia.[14]
Dengan demikian, secara nyata, pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah
disetujui.
D. Penyebaran dan Kekuasaan islam pada masa
Abu Bakar Ash-Shiddiq
Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama
yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah
Islam, yaitu dengan dakwah dan perang.[15]
Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar
beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam
terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam,
baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi.
Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang
Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha
melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat
Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju
untuk berperang demi mempertahankan Islam.[16]
Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan
persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah
Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan
sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera
memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa
pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju
wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera
duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah
Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan
Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin
seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat
kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut :
·
Abu
Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
·
Amru
bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu
berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
·
Syurahbil
bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
·
Yazid
bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk
menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin
khathab.[17]
E. Peradaban Pada Masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq
Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan
merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar
adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid
bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan
dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga
kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada
perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya penghimpunan ini. Sejak
saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.
Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik
pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
Ø Dalam bidang penataan sosial ekonomi
adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk
kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal
dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang
dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal.
Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan
untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat
yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Ø Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar
yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan
menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau
mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan
terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang
nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang
untuk menggantikannya.[18]
Dari penunjukan Umar
tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat :
·
Abu
Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan
konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
·
Abu
Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan
memilih seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta
disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
·
Pengukuhan
Umar menjadi khilafah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu
baiat umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin.
F. Wasiat Abu Bakar terhadap Umar bin Khathab
Setelah
mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu
Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan surat
tersebut, adapun wasiat tersebut berbunyi :
“Bismillahirrahmanirrahim.
Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir
kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir
akan beriman dan orang fajir akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat
Umar ibnul Khaththab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil.
itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku tentang dirinya. Ketika dia
menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang
aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan. Orang-orang yang zhalim
akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”
Abu Bakar
menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan
kepada khalayak ramai. Mereka pun membaiat Umar ibnul Khaththab. Peristiwa ini
berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.
G. Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah
Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mendi, lalu ia
terserang demam yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu akan
membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab, “Dia
telah melihatku dan berkata, “Aku pembuat sekendakku”[19]
Dalam sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani
dengan dua helai kain bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah
menawarkan hendak mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata, “orang yang hidup
lebih memerlukan yang baru daripada yang sudah mati, kapan itu hanya buat
cacing dan tanah”. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah Abu
Bakar Ash-Shiddiq pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, bertepatan
tanggal 22 Agustus tahun 634 M. Lamanya memerintah 2 tahun 3 bulan 10 hari,
dikebumikan di kamar Aisyah di samping makan Sahabatnya yang mulia rasulullah
Saw.[20]
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
uraian sejarah singkat tentang Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ada beberapa
‘Ibrah yang dapat diambil. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah
Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di
antaranya :
1. Pengangkatan Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berlangsung
melalui syura. Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari kalangan sahabat termasuk di
dalamnya Ali Radhiyallahu ‘anhu ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun nash al-Qur’an atau Sunnah yang
menegaskan hak khalifah kepada seseorang sepeninggal Rasulullah Saw. Seandainya ada nash yang menegaskannya, niscaya
tidak akan ada syura untuk menentukannya dan para sahabat tidak akan berani
melangkahi apa yang ditegaskan oleh nash tersebut.
2. Perbedaan pendapat yang terjadi di
Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat, dalam rangka memusyawarahkan
pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang menjadi tuntutan pembahasan suatu
permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti
nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka pendapat dan
pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan, selama menyangkut
masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan gamblang oleh nash. Jalan untuk
mencapai kebenaran tentang setiap masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat
ialah dengan mengemukakan berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan
objektif, bebas, dan jujur. Musibah yang dihadapi kaum Muslimin saat itu sangat besar dan
persoalannya pun sangat pelik. Seandainya para sahabat tidak menemukan satu
pilihan (calon tunggal) yang ditawarkan untuk divoting kemudian disepakati,
niscaya hal tersebut merupakan syura palsu dan kesepakatan yang dipaksakan dari
luar.
3. Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu kepada
Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut terjun memerangi kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau
terbunuh. Hal ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu
yang sangat mendalam terhadap Abu Bakar. Merupakan bukti nyata pula bahwa Ali
telah sepenuhnya menerima Khalifah Abu Bakar dan kelayakannya untuk memimpin
kaum Muslimin.
4. Setiap Muslim yang merenungkan sikap
yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap kabilah-kabilah yang
murtad dan tekad yang begitu kuat untuk memerangi kabilah-kabilah tersebut
sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat yang pada mulanya tidak bersedia
melakukannya, niscaya akan meyakini adanya hikmah Allah yang telah mengangkat
orang yang sesuai dan untuk menghadapi tugas yang sesuai pula. Siapa pun di
antara kita hampir tidak dapat membayangkan bahwa di kalangan sahabat ada orang
yang lebih patut dari Abu Bakar untuk menghentikan badai (kemurtadan) tersebut
dan mengembalikannya ke pangkuan Islam.
5. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa
pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu
Bakar. Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal
bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu,
yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu,
menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia
memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya.
6. Setelah dapat mengembalikan stabilitas
keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada
masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai
dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua
kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara
Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka
sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat
perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal
bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi
mempertahankan Islam
7. Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah
kecuali setelah mengemukakan kepada kaum Muslimin kemudian pernyataan ridha
dari kaum Muslimin terhadap imamah yang telah diwasiatkan tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan keridhaan
tersebut. Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada Umar, tetapi
kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari
Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami
ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi
kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
[1] M. Rida. Abu Bakar
Ash-Shiddiq Khalifah yang pertama. Darul Fikr, Beirut. Hal 7-8
[2] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hal 68
[3] Dewan Ensiklopedi Islam.
Ensiklopedi Islam. Jilid I, PT Ikhtiar Baru van Hoeve Jakarta, 1993. Hal
38
[5] Suyuty
Pulungan,Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees
Jakarta,1994. Hal 102
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung:
Pustaka Setia, 2008, hlm. 69. Lihat juga Suyuty pulungan, Fiqih Siasati,
Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 107-108
[7] D. Humam, Terjemah
Islamic And History From Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cetakan I, Yogyakarta
Kota Kembang,1989. Hal 32
[11] Suyuty
pulungan, Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees
Jakarta,1994. Hal 112-113
[13] Al-Qur’an Surah As-Syura
ayat 38
[14] D. Humam, Terjemah
Islamic And History From Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cetakan I, Yogyakarta
Kota Kembang,1989. Hal 32
[15] Departemen Agama RI, Sejarah
dan kebudayaan Islam, Proyek Pembinaan PTA IAIN Alauddin, Ujung Padang,
1982. Hal 65
[16] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo
Persada Jakarta,1994. Hal 27
[18] Suyuty
Pulungan,Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees
Jakarta,1994. Hal 109
[19] Badri Yatin, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta , Raja Grafindo Persada, 1997. Hal 30 . lihat juga
Ibnu katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, Hal
301
[20]
http://www.haryobayu.web.id/?aksi=detail_blog&nomor=397
Tidak ada komentar:
Posting Komentar