BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembahasan dalam makalah ini adalah tentang hubungan ilmu pengetahuan (sains)
dengan filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak
terpisah dengan filsafat. Para filsuf terdahulu seperti Aristoteles dan
Plato selalu mendasarkan penyelidikannya pada metafisika. Plato
misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang kita punya saat ini adalah
bawaan dari alam idea. Proses berfikir ia samakan dengan proses
mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia di alam idea dahulu.
Baginya, pengetahuan manusia bersifat apriori (mendahului pengalaman).
Begitu pula dengan para filsuf-filsuf sebelumnya. Sejak Thales dan para
pemikir sebelum Sokrates dan Kaum Shopis, mereka menumpahkan perhatian
filsafatnya pada proses kejadian alam semesta, yang berarti objek fisik.
Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan : Ilmu pengetahuan
mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan
deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak
ilmuan yang juga filosuf. Para filosuf terlatih di dalam motede ilmiah,
dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu.[1]
Tapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, yang diawali
oleh renaisans yang kemudian disambut hangat oleh kaum empirisme, peta
sains mulai bergeser. Namun metodelogi rasionalisme yang dimotori
Descrates sebagai penggerak renaisans berbeda dengan empirisme. Jika
rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang sahih hanya diperoleh
melalui rasio, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan yang sahih
bersumber dari pengalaman. Menurut empirisme, pengetahuan tidak
diperoleh secara apriori melainkan aposteriori (melalui pengalaman).
Gejolak renaisains itu pun terus bergulir ke Jerman dengan zaman
pencerahannya. Kemudian sampailah kita pada aliran positivisme yang
dibangun oleh Agust Comte. Melalui positivismenya, Comte menegaskan
pengetahuan tidak melampaui fakta-fakta. Ia kemudian menolak metafisika.
Dan pada akhirnya, ia menolak, etika, teologi dan seni, yang dianggap
melampaui fenomena-fenomena yang teramati. Menurut Comte, sejarah
pengetahuan berkembang melalui tiga tahap. Dari tahap teologis,
metafisis dan terahir positifis. Baginya perkembangan ini layaknya
perkembangan kehidupan manusia, mulai dari anak-anak, remaja, kemudian
dewasa.
Pada tahap dewasa ini, manusia tidak lagi mengamati objek-objek yang
tak teramati, melainkan semua objek yang dapat diindra. Akhirnya, pada
tahap positifis ini, organisasi masyarakat industri menjadi pusat
perhatian. Ekonomi menjadi primadona dan kekuasaan elit intelektual
muncul. Bagi Comte, sosiologi merupakan ilmu baru untuk
mengorganisasikan masyarakat industri.
Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai
ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan
terpadu.[2]
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, doktrin
positifisme yang hanya memusatkan diri pada hal yang faktual pun mulai
merajarela. Ia semakin perkasa dan seakan-akan membenarkan bahwa
teologis, metafisis adalah masa kanak-kanak pertumbuhan masyarakat
dunia. Apalagi teknologi yang semakin membantu manusia dalam berbagai
aktivitasnya, misalnya mobil, telepon, internet dan sebagainya,
memberantas penghalang hubungan manusia modern. Sehingga jarak dan waktu
bukan jadi masalah lagi.
Tetapi di tengah kemajuan teknologi tersebut, ada masalah yang mulai
menyelimuti manusia. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk melayani
dan mempermudah manusia pada perjalanannya lain. Kini teknologi mulai
berbalik menyerang manusia. Manusia mulai kehilangan nilai-nilai
kemanusiaannya. Banyak kemajuan teknologi yang justru merusak lingkungan
dan nilai kemanusiaan.
Jika menilik pada sejarah sebelumnya, sains atau ilmu pengetahuan,
selalu berhubung erat dengan filsafat dan cabang-cabang lain seperti
metafisika, etika dan sebagainya. Terlebih dalam tradisi filsafat Islam.
Sains masih terkait erat dengan filsafat bahkan theologi. Dalam karya
Mulyadi Kartanegara yang berjudul ’Gerbang Kearifan’ dijelaskan, tak ada
objek ilmu satu pun yang tak berhubungan dengan dunia metafisik. Para
filsuf muslim memandang bahwa terdapat sumber abadi dan sejati bagi
apapun yang terjadi di jagad raya ini, yang pada gilirannya akan
dijadikan objek penelitian.
Selain itu, tujuan dari semua ilmu dari sudut aksiologis adalah
memperoleh kebahagiaan. Menurut para filsuf muslim, kebahagiaan dalam
menuntut ilmu dengan objek keilmuannya. Karena meteafisika adalah ilmu
yang mempelajari Sebab Pertama atau Tuhan, yang menempati objek
tertinggi ilmu, maka filsafat (metafisika) patut dijadikan basis etis
penelitian ilmiah. Kebahagiaan yang dituntut di sini bukan hanya
kebahagian fisik yang bersifat sementara. Tapi kebahagiaan hakiki yang
bersifat abadi dengan ketenangan jiwa.
Menilik sejarah peradaban keilmuan Islam, sains memang tak bisa
dilepaskan dari filsafat. Dari masa ke masa, baik pemerintahan Bani
Umayyah dan Abasiyah, tak ada beda antara sains dan filsafat. Bahkan
dalam tradisi Islam, filsafat disebut sebagai induk dari ilmu aqliah.
Pada tahun 700 dalam pemerintahan Dinasti Umayyah, terbangun
observatorium astronomi di Damaskus. Begitu pula pada Dinasti Abasiyah,
Khalifah Al-Mansyur diriwayatkan pernah mengumpulkan ilmuan, termasuk
dokter-dokter dari Persia sampai India. Ini membuktikan, bahwa dalam
Islam, sains dan filsafat tetap berdampingan. Dan hingga kini, hal itu
tetap terjaga.
B. Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:
ü Pengertian sains (ilmu pengetahuan)
ü Kerja dan karekteristik sains
ü Hubungan sains (ilmu pengetahuan) dengan filsafat
ü Ruang lingkuf sains
ü Kelebihan dan kekurangan sains
C. Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
ü Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Sains (ilmu pengetahuan).
ü Mahasiswa mampu menjelaskan cara kerja dan karakteristik Sains.
ü Mampu menerangkan apa saja hubungan Sains dengan filsafat.
ü Menjelaskan ruang lingkuf serta kelebihan-kelebihan dan kekurangan Sains.
D. Metode Penulisan
Metode
yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan
gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan
melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil
sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman-teman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT
1. Pengertian Filsafat
Filsafat didefinisikan sebagai "kebijaksanaan" . Kata filsafat atau
philosophy, berasal dari bahasa Yunani yaitu Sophia yang berarti
kebijaksanaan dan Philein yang berarti mencintai. Jadi, filsafat adalah
semata-mata mencintai kebijaksanaan. Filsafat merupakan ilmu yang
universal. Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari
segala-galanya, ataupun induk dari segala pengetahuan. Akan tetapi
lama-kelamaan ilmu-ilmu khusus telah menemukan kekhasannya sendiri. Lama
kelamaan mereka memisahkan diri dari filsafat dan mandiri.[3]
Filsafat juga pada bagian lain dapat dikatakan ; usaha dalam mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang di ajukan untuk memperoleh
pengetahuan.[4]
Ketika perhatian para filsuf kuno tentang filsafat ini lebih tercurah
pada masalah filsafat tinggi, maka akhirnya kita bisa melihat arti
filsafat menurut para filsuf kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu :
Ø Filsafat dalam arti yang umum
Yaitu berbagai ilmu pengetahuan yang rasional, yang berarti berbagai pengetahuan yang berasal dari manusia itu sendiri.
Ø Filsafat dalam arti khusus
Yaitu yang berasal dari luar manusia, jenis pengetahuan ini dianggap
ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan (Ilahiyah) diistilahkan dengan
wahyu. Golongan manusia yang berfilsafatkan materialisme tidak
mempercayai adanya jenis pengetahuan ini. Al-Kindi menyebutkan
pengetahuan jenis ini dasarnya adalah keyakinan (Sidi gazalba:1992:3).
2. Objek Filsafat
Objek penyelidikan filsafat itu sendiri adalah segala yang ada dan yang
mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material
filsafat. Ada beberapa objek materi filsafat, yaitu :
· Masalah Tuhan, yang sama sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
· Masalah alam, yang belum atau tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
· Masalah manusia
Obyek material filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga
permasalahannya selesai, dan dapat ditemukan sampai akar-akar
permasalahannya. Bahkan filsafat baru menemukan hasil kerjanya manakala
ilmu pengetahuan suduh terhenti penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak
mampu memberi jawaban atas masalah. Inilah salah satu sifat ciri khas
filsafat yang tidak dimiliki ilmu pengetahuan.
Seorang filosuf berfikir dan merenung untuk menemukan persoalan kyang
memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam dalamnya hingga seakar-akarnya
untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih bersifat
menduga-duga (spekulatif) dan subyektif.[5]
Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir
adalah berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara
lain :
· Radikal
Radikal berasal dari bahasa radix
(bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal berarti berfikir sampai
keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensinya
yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan tidak ada
yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
· Sistematis
Berfikir sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi
selangkah dengan penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling
berhubungan dan teratur.
· Universal
Berfikir universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan
hanya pada bagian tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.[6]
.
3. Kegunaan Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami
alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol,
dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan
komunikasi dan ekspresi, maka tujuan atau kegunaan filsafat pengertian
dan kebijaksanaan. Dr. Oemar A. Husein mengatakan ; Ilmu memberikan
kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat
memberikan kepuasan kepada manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan
tertib, akan kebenaran.[7]
Banyak sekali kegunaan ataupun manfaat yang dapat kita peroleh dengan
mempelajari filsafat, adapun di antara kegunaan filsafat antara lain :
Ø Filsafat sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Ø Filsafat
sebagai pandangan hidup yang mantap yang dapat menentukan kriteria baik
buruknya tingkah laku manusia mana yang baik dan mana pula yang
sebaliknya.[8]
Ø Filsafat
sebagai peluas kemampuan seseorang dalam bidang-bidang kesadaran
(keinsafan), banyak orang yang memiliki pengetahuan tetapi picik,
mempunyai keterampilan yang berharga tetapi tidak berwawasan, berkuasa
tetapi tidak berprikemanusian, mereka laksana katak dalam tempurung.[9] Maka dengan berfilsafat dapat memperdalam kesadar seseorang.
Ø Filsafat
menolong, mendidik, dan membangun diri kita sendiri, dengan berfikir
lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerihanian kita. Rahasia
hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berfikir, untuk hidup
sesadar-sadarnya.
Ø Filsafat merupakan latihan untuk berfikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja.
Ø Filsafat
memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri maupun untuk
ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya. Seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu
mendidik, dan sebagainya.[10]
B. SAINS
1. Pengertian
Kata sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti
pengetahuan. memandang dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini
sebagai suatu objek. Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary
definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui
pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu
kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan
dan dibuktikan melalui metode ilmiah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sains berarti :
· ilmu teratur (sistematis) yang dapat diuji kebenarannya
· ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika, kimia dan biologi).
Sains pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan dilanjutkan
dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan
berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi,
eksperimen, survey, studi kasus dan lain-lain. Istilah common sense
sering dianalogikan dengan good sense, karena seseorang dapat menerima
dengan baik. Jadi, kaitannya dengan sains, sains beranjak dari common
sense, dari peristiwa sehari-hari yang dialami manusia namun terus
dilanjutkan dengan suatu pemikiran yang logis dan teruji.
Sains merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya
menggambarkan dan memberi makana pada dunia yang faktual. Sains adalah
gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman
dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible
terms). Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk
mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan
eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang
terjadi di alam.
Sains (pengetahuan) juga kumpulan pengetahuan tentang sesuatu kenyataan
yang tersusun secara sistematis, dari usaha manusia yang dilakukan
dengan penyelidikan, pengamalan dan percobaan-percobaan.[11]
Bahasa yang lebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang
didapatkan dengan menggunakan metode tertentu. Sains dengan definisi
diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya dengan
sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
Ø Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam
Sedangkan menurut Rektor IAIN SU ilmu pengetahuan dapat dibagi atas beberapa tingkatan tertentu, antara lain :
Ø Ilmu pengetahuan deskriftif
Ilmu pengetahuan yang memberikan jawaban ataspertanyaan apa dan bagaimana..?
Ø Ilmu pengetahuan normatif
Ilmu pengetahuan normatif menjawab pertanyaan seharusnya bagaimana..?
Ø Ilmu pengetahuan kausal
Ilmu pengetahuan kausal berupaya menjawab pertanyaan apa yang terjadi apabila ada dua fenomena yang dapat dihubungkan.
Ø Ilmu pengetahun esensi
Sedangkan ilmu pengetahuan essensi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu.[13]
Sedangkan merunut Sdi Gazalba, ada beberapa macam jenis ilmu pengetahuan, antara lain :
Ø Ilmu praktis
Ilmu yang tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstraksi, tidak
hanya terhenti pada teori, tapi menuju kepada dunia kenyataan. Ia
mempelajari hukum sebab dan akibat untuk diterapkan dalam alam
kenyataan. Ilmu ini terbagi dua, yaitu :
· Ilmu Praktis Normatif
Ilmu yang memberikan ukuran-ukuran dan norma-norma.
· Ilmu praktis Positif
Ilmu
yang memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus daripada ilmu
praktis normatif. Norma yang dikaji ialah bagaimana membuat sesuatu
tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil tertentu.
Ø Ilmu spekulatif-ideografis
Ilmu yang bertujuan mengkaji kebenaran obyek dalam ujud nyata dalam ruang waktu tertentu.
Ø Ilmu spekulatif-nomotetis
Ilmu pengetahuan yang bertujuan mendapatkan hukum umum atau generalisasi substantif.
Ø Ilmu spekulatif-teoritis
Ilmu yang bertujuan memahami kausalitas. Tujuannya agar memperoleh kebenaran atau keadaan dari pristiwa tertentu (Sidi gazalba:1992:40).
Pengetahuan yang kian hari kian bertambah ini, pada dasarnya bersumber pada tiga macam sumber (Juhaya S. Praja:2003:11). Yaitu :
· Pengetahuan yang langsung diperoleh
· Hasil dari suatu konklusi
· Pengetahuan yang diperoleh melalui kesaksian dan otoritas.
2. Kerja Sains
Ilmuan dalam studinya tentang sekelompok fenomena melakukan tiga tahapan kerja, antara lain :
Ø Mula-mula
sekali di himpun fakta-fakta atau data dari obyek studinya. Apabila
fakta-fakta telah terkumpul, maka dapat melangkah ketahap berikutnya.
Ø Pelukisan pakta-pakta, dengan cara :
· Membentuk defenisi dan pelukisan umum
· Melakukan analisis tentang fakta-fakta itu
· Mengklasifikasikan fakta-fakta itu.
Setelah fakta-fakta ini terlukiskan maka sampailah ia ke tahap terakhir.
Ø Penjelasan fakta-fakta dengan jalan sebagai berikut :
· Menentukan sebab-sebab (dengan menentukan hal-hal yang mendahului peristiwa)
· Merumuskan hukum (dengan penentuan keserba tetapan peristiwa) (Sidi gazalba:1992:42).
Ada juga cara kerja sains yang menurut sebagian pendapat para ahli seperti berikut :
Ø Mengumpulan tentang fakta-fakta
Ø Gambaran tentang fakta-fakta, dengan cara :
· Definisi dan gambaran umum
· Analisis
· Klarifikasi
Ø Penjelasan-penjelasan tentang fakta-fakta, dengan cara :
· Memastikan sebab musabab (invariable antecedents)
· Merumuskan berbagai kesamaan perilaku (dikutip http://parapemikir.com/).
3. Karakteristik Sains
Sejarah membuktikan bahwa dengan metode sains telah membawa manusia
pada kemajuan dalam pengetahuan. Randall dan Buchker mengemukakan
beberapa ciri umum sains, antara lain :
· Hasil
sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama,artinya hasil
sains yang lalu dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan
tidak memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang
lain.
· Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyeidikinya adalah manusia.
· Sains
bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode
sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan, tidak tergantung
pada pemahaman secara pribadi.
Ralph Ross dan Ernest Van den Haag mengemukakan ciri-ciri sains, yaitu:
· bersifat rasional (hasil dari proses berpikir dengan menggunakan rasio atau akal)
· bersifat empiris (pengalaman oleh panca indra)
· bersifat umum (hasil sains bisa digunakan oleh semua orang tanpa terkecuali)
· bersifat akumulatif (hasil sains dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya).
4. Kelebihan dan kekurangan Sains
Ada beberapa kelebihan sains, antara lain yaitu:
· Sains
telah memberikan banyak sumbangannya bagi umat manusia, misalnya dalam
perkembangan sains dan teknologi kedokteran, sains dan teknologi
komunikasi dan informasi.
· Dengan
sains dan teknologi memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak
dengan cermat dan tepat, efektif dan efisien karena sains dan teknologi
merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperimen dan verifikasi.
Sedangkan kelemahan sains antara lain yaitu :
· Sains
bersifat objektif, menyampingkan penilaian yang bersifat subjektif.
Sains menyampingkan tujuan hidup, sehingga dengan demikian sains dan
teknologi tidak bisa dijadikan pembimbing bagi manusia dalam menjalani
hidup ini.
· Sains
membutuhkan pendamping dalam operasinya. Menurut Albert Einstein,
"Sains tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa sains adalah buta (Science
without religion is lame, religion without sains is blind)".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar