BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada yang berpandangan bahwa filsafat adalah wilayah
pemikiran yang dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu,
dapatlah dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah
yang haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah
sulit yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyatannya adalah
urusan yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan
sejarahnya. Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran
filosofis dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat
hidup dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.
Pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna
hidup dan hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran
reflektif filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang
mendalam, filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara
mendasar dan tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa
saja.
Filsafat adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa
tidak begitu. Pertanyaan demikian adalah spirit dan inti filsafat.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang
serius dan berimplikasi besar yang kemudian mempengaruhi cara pandang manusia
dalam melihat dan mengerti kompleksitas kehidupan (Bambang:2003:5). Setiap orang memiliki filsafat
walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide
tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau
salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulan, bahwa :
§ Filsafat adalah sekumpulan sikap dan
kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak
kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
§ Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini
adalah arti yang formal.
§ Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan
gambaran keseluruhan.
§ Filsafat adalah sebagai analisa logis
dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
§ Filsafat adalah sekumpulan
problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang
dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang
ada di filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara
rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada
kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan
berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu,
dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan
dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah
yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau
karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan
jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem
pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat
dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang
fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat
itu menjawabnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata
filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti
kebijkasanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang
mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia
(hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia
(mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijksanaan) (Fathurrahman Djamil:1999:1). Jadi filsafat berarti
mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.
Sutan
Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan
berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut
berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir dengan isaf,
yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti. Harun
Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib
(logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan
sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas
filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan
fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi (Fathurrahman Djamil:1999:2).
Suatu
lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif).
Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia.
Filsafat mencoba mengerti, menganalisa,
menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio
manusia, secara kritis, rasional, dan mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat
hakiki, meskipun masih relatif dan subyektif. Filfasat dipandang sebagai
induknya ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena
kedudukannya yang tinggi, filsafat disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan
(queen of knowledge) (Mohammad Noor Syam:1984:16).
Will
Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan
seni.Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap
religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah
sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua
orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi
obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system
pengetahua di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah,
(ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses
verifikasi yang obyektif (Jujun S Suriasumantri:1990:25).
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif,
maka filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh
manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir filsafat mempermasalahkan
hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah
pertanyaan lain. Tentu saja tiap zaman mempunyai masalah yang merupakan mode
pada waktu itu.
Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut
benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana
yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang
termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi
yakni, pertama, teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang
hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum
dalam metafisika; dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi
sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang
lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih
spesifik di antaranya filsafat pendidikan. Cabang-cabang filsafat antara lain:
1) Epistemologi (filsafat pengetahuan), 2) etika (filsafat moral), 3) estetika
(filsafat seni), 4) metafisika, 5) politik (filsafat pemerintahan), 6) filsafat
agama, 7) filsafat ilmu, 8) filsafat pendidikan, 9) filsafat hukum, 10)
filsafat sejarah, 11) filsafat matematika
((Jujun S Suriasumantri:1990:32).
B. Hubungan Pendidikan dan Filsafat
Pendidikan
dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan
filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang
dilalui pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah
kebijaksanaan. Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha,
berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai dan cita-cita yang
lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan
cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan
nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda,
untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan
dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan
melembagakannya di dalam kehidupan mereka.
Menurut
Brauner dan Burns peranan filsafat pendidikan suatu komponen (sebagai)
aktivitas berfilsafat ialah untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis yang dapat
kita tetapkan meliputi empat aspek yang saling berhubungan yaitu: fungsi
analisa, evaluasi, spekulatif dan integrative (Mohammad Noor Syam:1984:45).
Bahkan
sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan
latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana
konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang
nilai-nilai filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan
proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu
adanya suatu gambaran jenis masyarakat ideal.
Bagaimana
wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui proses pendidikan,
bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh atau pikiran seorang
filosof. Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai dasar-dasar filosofis di
dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa. Gambaran masyarakat ideal
adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam tata hidup masyarakat,
telah tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang sesuai dengan
sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai
realita, sebagai filsafat hidup.[1]
Misalnya,
apa yang kita ketahui tentang ajaran filsafat Pancasila sudah ada jauh sebelum
Indonesia merdeka. Sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, nilai-nilai
filsafat Pancasila pada dasarnya telah menjadi sosio-kultural, bahkan merupakan
kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu ketika Indonesia merdeka, ajaran filsafat
tersebut didudukkan secara formal sebagai filsafat negara, hanyalah merupakan
proses restorasi (penempatan pada kedudukannya yang wajar).
Mengapa
masalah-masalah pendidikan merupakan bagian
daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis,
harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan
pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis (Imam, Barnadib:1988:15).
Jika
ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis
dipandang sebagai pikiran–pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak
bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Padahal, pikiran
filosofis ialah pikiran murni yang berusaha mengerti segala sesuatu secara
hakiki, ingin mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya
dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas faktor-faktor, perenungan
atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi.[2]
Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata
di bawah ini, bahwa analisa persoalan tidak mungkin semata-mata melalui analisa
ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1. Apakah pendidikan
itu bermanfaat, atau mungkin, guna membina kepribadian manusia, atau tidak.
Apakah potensi-hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar
(alam sekitar dan pendidikan). Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif
baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan
kepribadian sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, mengapa seorang anak yang
abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun didik dengan positif
dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
2. apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya.
Apakah pendidikan itu guna individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial,
apakah pendidikan itu dipusatkan bagi pembinaan manusia pribadi, ataukah untuk
masyarakatnya. Apakah pembinaan pribadi manusia itu demi hidup yang riil dalam
masyarakat dan dunia ini ataukah bagi kehidupan akherat yang kekal.
3. apakah hakekat
masyarakat itu, dan bagaimana kedudukan
individu di dalam masyarakat; apakah pribadi itu independen ataukah dependent
di dalam masyarakat. Apakah hakekat pribadi manusia, manakah yang utama yang
sesungguhnya baik untuk pendidikan bagi manusia, ataukah perasaan (akal,
intelek atau akalnya, ataukah kemauan, ataukah perasaan (akal, karsa, rasa);
apakah pendidikan jasmani atakukah rohani dan moral yang lebih utama. Ataukah
pendidikan kecakapan-kecakapan praktis (skill), jasmani yang sehat, ataukah semunya.
4. untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ideal, apakah isi pendidikan (curriculum) yang
diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian sekaligus kecakapan
memangku suatu jabatan di dalam masyarakat. Apakah curriculum yang luas dengan
konsekuensi kurang intensif ataukah dengan curriculum yang terbatas tetapi
intensif penguasaannya sehingga praktis.
5. bagaimana atas
penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan
otonomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan leadership yang
instruktif ataukah secara demokratis. Bagaimana metode pendidikan yang efektif
membina kepribadian baik teoritis-ilmiah, kepemimpinan, maupun moral dan
aspek-aspek sosial dan skill yang praktis.Filsafat pendidikan pada umumnya dan
filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam
mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang
pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan
khususnya pendidikan Islam (Zuhairini:1994:32).
Berbagai
pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh
para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas
pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa
filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang
diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman
kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu,
filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah
falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek
dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat
umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis (Imam Barnadib:1997:24).
Barnadib
mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat
pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang
pendidikan
D. Peranan Filsafat
Pendidikan
Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga
mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan
teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek
kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan
tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan
kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada
dalam suatu masyarakat tertentu.
Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan
memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya
menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan
selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga
berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh
para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar
teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut
bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap
masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat
pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu
juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan,
tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.[3]
Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia,
lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai sesuatu kekuatan yang
menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan
jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek
kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama
berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah,
universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan
formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan
kembangankepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam
kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang
kehidupan manusia.
Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur
dalam perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya,
orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun
mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang
sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah
mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal
yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif
baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua
untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir
dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh
negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.
Tujuan filsafat
pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran
yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan
dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa
implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna
mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan
tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu
menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni
mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau
miskonsepsi pada diri peserta didik.[4]
Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti
dimaksud diatas, dilukiskan oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching,
an Intriduction to Educatiomn”, antara lain sebagai berikut :Istilah
“pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan
perbaikankehidupan suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian
kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah
suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang efensial yangmemungkinkan
masyarakat tetap ada dan berkembang.
Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi
pendidikan ini mengalamai proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan
formal, yangtetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan
orang-orang yang bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan
mereka secara arif dan bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya
dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat
pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba
tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of
education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok
pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini
:
1. Fungsi Spekulatif
Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan
persoalan pendidikan dan mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai
pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan
berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannyadengan
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
2. Fungsi Normatif
Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu.
Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal
yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia
cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan
bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada
akhirnyamembentuk kebudayaan.
3. Fungsi Kritik
Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis
rasional dalam pertimbangan danmenafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data
pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupunachievement (prestasi).
Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk
mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat
dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asmsi
atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat haruskompeten, mengatasi
kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan datadan
argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.
4. Fungsi Teori dan Praktek
Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan
filsafat pendidikan adalah berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi
pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi
suatu praktek.
5. Fungsi Integratif
Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa
kerohanian atau ronya pendidikan, maka fungiintegratif filsafat pendidikan
adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asasnormatif
dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam
mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan
filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi (Usiono:2006:98-99).
Jika kita ingin menkaji peranan filsafat pendidikan,
dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat yaitu, metafisika, epistimologi, dan
aksiologi.
v Metafisika dan Pendidikan
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari
masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat
anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan.
Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang
kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini
diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru
seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi
harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia :
·
Manusia
adalah makhluk jasmani rohani
·
Manusia
adalah makhluk individual sosialü
·
Manusia
adalah makhluk yang bebas
·
Manusia
adalah makhluk menyeluruh.[5]
Metafisika merupakan bagian dari filsafat yang
mempelajari masalah hakikat ; hakikat dunia,hakikat manusia,termasuk di dsalam
nya hakikat anak.Mempelajari metafisika bagi filsafat pendidikan diperlukan
untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan,untuk mengetahui bagaimana
dunia anak,apakah ia merupakan mahkluk rohani atau jasmani saja,atau keduanya
Metafisika memiliki
implikasi-implikasi pentinguntuk pendidikan karena kurikulum sekolah
berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas.Dan apa yang kita
ketahui mengenai realitas itu di kendalikan/didorong oleh jenis-jenis pertanyaan
yang di ajukan mengenai dunia.Pada kenyataan nya,setiap posisi yang berkenaan
dengan apa yang harus di ajarkan sekolah di belakangnya memiliki suatu
pandangan realitas tertentu,sejumlah respons tertentu pada
pertanyaan-pertanyaan metafisika (Usiono:2006:100).
Metafisika terbagi dua , yaitu :
Ø Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos
dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti
ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat
keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan
hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu
hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono:2007:144).
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi
tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh
filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas
yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang
tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari inti
yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Hal
senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa ontologi membahas apa
yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai
teori tentang ada (Jujun S. Suriasumantri:2003:34).
Ø Metafisika Khusus
Di dalam persoalan metafisika khusus ada beberapa
permasalahan yang dibahas di dalamnya, antara lain :
·
Teology
Teologi memiliki makna
yang sangat luas dan dalam. Adapun yang dimaksud dengan teologi dalam ruang
lingkup metafisika adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata-mata
kepada kejadian alam (teologi naturalis). Dalam bukunya yang berjudul
philosophie, karl Jaspers memberikan pembahasan mengenai berbagai cara yang
dapat menyebabkan manusia mempunyai keinsafan tentang adanya tuhan, berdasarkan
atas sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.
Pertama-tama terdapat suatu cara yang formal, yang
menunjukkan bahwa segenap pengertian hakiki dimiliki oleh manusia pada adanya
sesuatu yang tidak terbatas, yang menyebabkan manusia menginsafi bahwa tuhan
terdapat jauh di dalam lubuk hatinya. Juga terdapat cara simbolik yang terdapat
di dalam mitos serta tulisan tangan tentang adanya tuhan. Ada beberapa
pembahasn dalam hal ini, antara lain :
a. Teologi merupakan cabang filsafat yang
membicarakan tentang Tuhan.Mengajukan Pertanyaan-Pertanyaan sekitar Tuhan dan
bagaimana hubungannya dengan realitas,bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia
dan dengan kosmos.
b. Kosmologi
Kosmologi membicarakan realitas
jagat raya,yakni keseluruhan sistem alam semesta.Kosmologi terbatas pada
realitas yang lebih nyata,yaitu alam fisik ,tidak mungkin pengamatan dan
penghayatan indra mampu mencakupnya.Oleh karena itu,kosmologi menghayati
realitas kosmos secara intelektual
c. Manusia
Seperti Yang Telah diuraikan,bahwa metafisika mempersoalkan hakikat realitas, termasuk hakikat manusia dan hakikat anak.Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi
Seperti Yang Telah diuraikan,bahwa metafisika mempersoalkan hakikat realitas, termasuk hakikat manusia dan hakikat anak.Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi
·
Manusia
sebagai makhluk individu
Manusia
pada hakikatnya sebagai makhluk individu yang unik,berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya.Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan Tuhan di
jagat raya ini,walaupun pada anak
(manusia) kembar sekalipun.Secara fisik mungkin manusia akan memiliki
banyak persamaan,namun secara psikologis rohaniah akan banyak menunjukkan
perbedaan.
·
Manusia
sebagai makhluk sosial
Manusia Lahir ke dunia dari rahim ibunya dalam keadaan
tidak mengetahui apa-apa,ia lahir dalam keadaan tidak berdaya.Namun,bersamaan
dengan itu,ia lahir memiliki potensi kemanusiaan berupa kekuatan
pendengaran,kekuatan penglihatan ,dan budi nurani.Potensi kemanusiaan tersebut
merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.
·
Manusia
sebagai makhluk susila
Manusia yang lahir dilengkapi denagan kata hati atau hati
nurani,yang memungkinkan ia memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan
baik dan buruk ,sehingga ia dapat memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan itu.Manusia sebagai
makhluk susila mampu memikirkan dan menciptakan norma-norma.
·
Manusia
sebagai makhluk ber-Tuhan
Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi dan mampu
mengadakan komunikasi dengan Tuhan sebagai maha pencipta alam semesta.
1. Epistemologi dan pendidikan
Kumpulan pertanyaan berikutnya yang berhubungan dengan
para guru adalah epistimologi.Pertanyaan-pertanyaan ini semuanya terfokus pada
pengetahuan: Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung?.
Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan
antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan,
ataukah Kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan pada
akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
2. Akisologi dan Pendidikan
Akisologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai
baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan
pendidikan , karena dunia nilai akan selalui dipertimbangkan,atau akan menjadi
dasar pertimbangan dalam menentukan perbuatan pendidikan. Brubacher
mengemukakan tentang hubungan antar asikologi dengan pendidikan.
Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan
pendidikan seperti akan nyata dibawah ini, mengertilah kita bahwa analisa
ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1. Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau
mungkin berguna membina kepribadian manusia atau tidak. Apakah potensi
hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar
dan kpribadian).
2. Mengapa anak yang potensinya
hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak
mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana yang diharapkan. Sebaliknya,
mengapa seoraang anak abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun
di didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
3. Apakah tujuan pendidikan itu
sesungguhnya. Apakah pendidikan itu berguna untuk individu sendiri, atau untuk kepentingan
sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan untuk pembinaan manusia pribadi,
apakah untuk masyarakat.
4. Apakah hakikat masyarakat itu, dan
bagaimana kedudukan individu di dalam masyarakat, apakah pribadi itu
independent ataukah dependent di dalam masyarakat.
5. Apakah hakikat pribadi itu, manakah yang
utama untuk dididik, apakah ilmu, intelek atau akalnya, ataukah kemauannya.
6. Bagaimana asas penyelenggaraan
pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan otomi, oleh negara
ataukah oleh swasta. Apakah dengan kepemimpinan yang instruktif ataukah secara
demokratis.
7. Bagaimana metode pendidikan yang efektif
untuk membina kepribadian.
Tiap-tiap pendidik seogianya mengerti bagaimana
jawaban-jawaban yang tepat atas problema di atas, sehingga dalam melaksanakan
fungsinya akan lebih mantap. Mereka yang memilih propesi keguruan sepantasnya
mengerti latar belakang kebijaksanaan strategi dan politik pendidikan pada
umumnya, khususnya pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang menjadi tanggung
jawabnya. Asas kesadaran kebenaran-kebenaran dari jawaban tersebut merupakan
prinsip-prinsip yang pudamental untuk keberhasilan tugas pendidikan.
Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis itu dan
mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan menjadi norma-norma pendidikan.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam
pendidikan, yaitu norma-norma yang berlaku di dalam dunia pendidikan.
[1] http://mjulijanto.wordpress.com/2010/05/19/pengantar-filsafat-pendidikan/
[2] http://www.anakciremai.com/2008/08/analisis-filsafat-dan-teori-pendidikan.html
[3] http://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-filsafat/
[4] http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-ilmu-pendidikan/
[5] http://edu-articles.com/guru-dan-filsafat-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar