BAB
I
PENDAHULAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Akal
merupakan kelebihan yang dimiliki manusia dari mahluk lain. Dari akal pula
muncul berbagai ilmu pengetahuan, karena pemikiran yang dilakukan akal
bersumber pula dari ilmu-ilmu yang telah ada. Dan dengan kemampuan rasio pula
manusia dapat menjangkau jauh dari sesuatu yang hanya terlihat (empiris),
sesuatu di luar indera dan menemukan sebuah kebenaran filsafat.
Dengan tingkat pemahaman manusia yang beragam menyebabkan
perbedaaan pendapat tentang kebenaran yang di anut. Dan hal ini menimbulkan
berbagi aliran dalam dunia filsafat, salah satunya adalah filsafat materialisme
yang lebih menekankan pada kenyataan dan empirisme. Filsafat adalah pandangan
tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu
dan suatu metode berpikir atau cara berpikir untuk memecahkan problem-problem
gejala alam dan masyarakat. Filsafat merupakan sikap hidup manusia dan sebagai
pedoman untuk bertindak dalam menghadapi gejala-gejala alam dan masyarakat.
Namun, filsafat bukan berarti suatu kepercayaan yang dogmatis dan membuta.
Filsafat mempersoalkan tentang masalah-masalah
etika/moral, estetika/seni, sosial/politik, epistemologi/tentang pengetahuan,
ontologi/tentang manusia. Kategori persoalan filsafat meliputi soal-soal
hubungan antara bentuk dan isi, sebab dan akibat, gejala dan hakekat, keharusan
dan dan kebetulan, keumuman dan kekhususan.
Filsafat mempersoalkan soal-soal yang pokok. Sedangkan
soal yang terpokok dari persoalan filsafat adalah soal hubungan antara ide dan
materi, fikiran dan keadaan. Mana yang primer dan mana yang sekunder di antara
keduanya itu, ide atau materi, fikiran atau keadaan. Jawaban dari persoalan
terpokok tersebut akan membagi semua aliran filsafat menjadi dua kubu, kubu
filsafat Idealisme dan kubu filsafat Materialisme.
Semua aliran filsafat yang memandang dan menyatakan ide
atau pikiran sebagai hal yang primer, dan materi atau keadaan sebagai suatu hal
yang sekunder, termasuk dalam kubu filsafat Idealisme. Sebaliknya, semua aliran
filsafat yang memandang dan menyatakan materi atau keadaan sebagai hal yang
primer, dan ide atau pikiran sebagai hal yang sekunder, termasuk dalam kubu
filsafat Materialisme.
Filsafat mempunyai banyak sekali aliran. Tapi dari semua
aliran yang banyak sekali itu bisa dibagi hanya dalam dua kubu, yakni kubu
filsafat Idealisme dan kubu filsafat Materialisme. Aliran pokok filsafat adalah
idealisme dan materialisme. tapi, di samping dua aliran yang pokok itu,
terdapat pula aliran filsafat dualisme.
Walau begitu, aliran filsafat dualisme pada hakekatnya
adalah aliran filsafat idealisme juga karena pandangannya didasarkan pada ide
yang mereka reka. Filsafat dualisme memandang ide dan materi, pikiran dan
keadaan, sebagai hal yang kedua-duanya primer atau tidak ada yang sekunder.
Pandangan seperti itu pasti tidak berdasarkan atas kenyataan. Itulah
idealismenya filsafat dualisme.
Filsafat selalu mencerminkan watak dan mewakili
kepentingan kelas tertentu. karena itu filsafat selalu mempunyai dan merupakan
watak dari suatu kelas. Filsafat idealisme mencerminkan watak dan mewakili
kepentingan kelas pemilik alat produksi yang menindas dan menghisap yaitu
kelas-kelas tuan budak atau pemilik budak, kelas tuan feodal atau tuan tanah,
kelas borjuis atau kapitalis dan sebagainya. Tetapi sebaliknya, filsafat
materialisme mencerminkan watak dan mewakili kepentingan kelas bukan pemilik
alat produksi yang tertindas dan terhisap, yaitu klas buruh dsb. Sedang
filsafat dualisme mencerminkan watak dan mewakili kepentingan klas pemilik alat
produksi tapi yang tertindas dan juga terhisap yaitu klas borjuis kecil dsb.
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT PENDIDIKAN
MATERIALISME
Aliran ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah
materi, bukan spiritual, atau super natural. Demokritos ( 460-360 SM )
merupakan pelopor pandangan meterialisme klasik yang disebut juga “ atomisme “
Demokratis beserta para pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu terdiri
dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi ( yang disebut atom-atom
). Atom merupakan bagian dari yang begitu kecil sehingga mata kita tidak dapat
melihatnya. Atom-atom ini bergerak, sehingga dengan demikian membentuk realitas
pada panca indra kita.[1]
Karakteristik umum materialisme pada abad delapan belas
berdasarkan pada suatu asumsi bahwa realitas dapat dikembangkan pada
sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam ruang, asuksi tersebut
menunjukkan bahwa :
·
Semua
sains biologi, kimia, psikologi, fisika, sosiologi, ekonomi, dan yang lain
ditinjau dari dasar fenomena materi yang berhubungan secara kausal ( sebab
akibat ). Jadi, semua sains merupakan cabang dari sains mekanika.
·
Apa
yang dikatakan jiwa ( mind ) dan segala kegiatannya ( berfikir, memahami )
adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, sistem urat saraf, atau
organ-organ jasmani yang lainnya.
·
Apa
yang disebut dengan nilai dan cita-cita, makna dan tujuan hidup, keindahan dan
kesenangan, serta kebebasan hanyalah sekedar nama-nama atau semboyan.
A.
MATERIALISME
DIALEKTIK
1.
Monisme
dan Dualisme:
Monisme adalah suatu sistem pandangan filsafat yang
bertitik tolak dari satu dasar pandangan, yaitu dari materi atau dari ide.
Sedangkan Dualisme adalah suatu sistem pandangan filsafat yang bertitik tolak
dari dua dasar pandangan, yaitu dari materi dan ide sekaligus.[2]
Dengan begitu, filsafat materialisme dan idealisme walau
pandangannya bertitik tolak dari dasar yang bertentangan, tapi sistem
pandangannya itu sama, yaitu monisme. Jadi sistem pandangan filsafat
materialisme dan idealisme adalah sama-sama monois.[3]
Artinya, pandangannya sama-sama bertitik tolak dari hanya satu dasar, yaitu
dari dasar materi atau dari dasar ide. Bedanya, dari sistem pandangan monoisme
filsafat materialisme bertitik tolak dari dasar materi. Sebaliknya, sistem
pandangan monoisme filsafat idealisme bertitik tolak dari dasar ide.
2.
Materialisme,
idealisme dan dualisme:
·
Materialisme
Materialisme adalah satu aliran filsafat yang
pandangannya bertitik tolak dari materi. Materialisme memandang bahwa materi
itu adalah primer, sedangkan ide ditempatkan sebagai sekundernya. Sebab materi
itu timbul atau ada lebih dulu, kemudian baru ide. Pandangan materialisme itu
berdasarkan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat. Artinya :
o Menurut proses waktu: Lama sebelum
manusia yang bisa mempunyai ide itu ada atau lahir di dunia, dunia dan alam
atau materi ini sudah ada lebih dahulu.
o Menurut proses zat: Manusia ini tidak
bisa berpikir atau tidak bisa mempunyai ide tanpa ada atau tanpa mempunyai
otak. Dan otak itu adalah suatu materi. Otak itu adalah materi, tapi materi
atau benda yang berpikir. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada, baru
kemudian bisa timbul ide atau pikiran pada kepala manusia.[4]
·
Idealisme:
Idealisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya
bertitik tolak dari ide (gagasan). Idealisme memandang ide itu primer
kedudukannya, sedang materei sekunder. Ide itu timbul atau ada lebih dahulu,
baru kemudian materi. Segala sesuatu yang ada ini timbul sebagai hasil yang
diciptakan oleh ide atau pikiran, karena ide atau pikiran itu timbul lebih
dahulu, baru kemudian sesuatu itu ada. Terhadap adanya pandangan yang demikian
itu, Lenin dengan tajam mengkritik idealisme sebagai filsafat yang tanpa otak.[5]
·
Dualisme:
Dualisme adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya
bertitik tolak dari materi dan ide sekaligus. Dualisme memandang bahwa materi
dan ide itu sama-sama primernya. Tidak ada yang sekunder. Kedua-duanya timbul
dan ada persamaan. Materi itu ada karena ada ide atau pikiran. Juga sebaliknya,
ide atau pikiran itu ada karena ada materi. Tapi pada hakekatnya, pandangan
dualisme yang demikian itu juga idealis, karena pandangan seperti itu tidak
lain hanya pada ide, dan tidak ada dalam kenyataan.
Dengan begitu, Filsafat materialisme adalah filsafat yang
obyektif. Sebaliknya, filsafat idealisme adalah filsafat yang subyektif karena
pandangannya bertitik tolak dari ide atau pikiran.[6]
3.
Aliran
Materialisme dan idealisme:
a.
Aliran
Materialisme
Filsafat materialisme mempunyai banyak macam aliran. Dari
banyak macam aliran materialisme itu terdapat tiga aliran yang besar dan pokok,
yaitu materialisme mekanik, materialisme metafisik dan materialisme dialektik.
Ketiga asliran filsafat itu mempunyai perbedaan-perbedaan antara yang satu
dengan yang lain, dan bahkan juga terdapat saling pertentangannya.
o
Materialisme
mekanik
Materialisme mekanik adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya materialis, sedangkan metodenya mekanis. Ajaran materialisme
mekanik ialah bahwa materi itu selalu dalam keadaan gerak atau berubah.
Geraknya itu adalah gerak yang mekanis, artinya gerak yang yang tetap begitu
saja selamanya seperti yang telah terjadi, atau gerak yang berulang-ulang
seperti geraknya mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan.
o
Materialisme
metafisik:
Materialisme metafisik adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya materialis, sedangkan metodenya metafisis. Ajaran materialisme
metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap, tidak
berubah selamanya. Tapi seandainya materi itu berubah, maka perubahan itu
terjadi karena faktor luar atau karena kekuatan dari luar. Gerak materi itu
gerak ekstern atau disebut gerak luar. Selanjutnya materi itu dalam keadaan
yang terpisah-pisah, tidak mempunyai dan tidak ada saling hubungan antara yang
satu dengan yang lain.[7]
o
Materialisme
dialektik:
Materialisme dialektik adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya materialis, sedangkan metodenya dialektis. Ajaran materialisme
dialektik mengajarkan bahwa materi itu selalu saling punya hubungan, saling
mempengaruhi, dan saling bergantung antara yang satu dengan yang lain. Bukannya
saling terpisah-pisah atau berdiri sendiri. Materi itu juga selalu dalam
keadaan gerak, berubah dan berkembang. Bukannya selalu diam, tetap atau tidak
berubah.
Selanjutnya, gerak materi itu merupakan gerak intern,
yaitu gerak atau berubah karena dari faktor dalamnya atau karena kekuatan dari
dalamnya sendiri. Bukannya gerak ekstern, yaitu gerak atau berubah karena
faktor atau karena kekuatan dari luar. Kemudian gerak materi itu secara
dialektis, yaitu gerak atau berubah menuju ke tingkatnya yang lebih tinggi dan
lebih maju seperti spiral. Bukannya gerak mekanis. Adapun yang disebut “diam”,
itu hanya tampaknya atau bentuknya. Sebab, hakekat dari gejala yang tampaknya
atau bentuknya “diam” itu, isinya tetap gerak. Jadi, “diam” itu juga satu
bentuk gerak.[8]
b.
Aliran
Idealisme
Filsafat idealisme mempunyai dua aliran, yaitu aliran idealisme
obyektif dan idealisme subjektif.
·
Idealisme
obyektif:
Idealisme obyektif adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya idealis, dan idealismenya itu bertitik-tolak dari ide universil,
ide di luar ide manusia. Menurut idealisme obyektif, segala sesuatu yang timbul
dan terjadi, baik dalam alam maupun dalam masyarakat, adalah hasil atau karena
diciptakan oleh ide universil.
·
Idealisme
subjektif:
Idealisme subjektif adalah suatu aliran filsafat yang
pandangannya idealis, dan pandangan idealismenya itu bertitik-tolak dari ide
manusia atau idenya sendiri. Menurut idealisme subjektif, segala sesuatu yang
timbul dan terjadi –baik dalam alam maupun dalam masyarakat– adalah karena
hasil atau karena ciptaan oleh ide manusia atau oleh idenya sendiri.
4.
Materi
dan Ide
a.
Materi
Materi mempunyai arti yang berbeda, yaitu antara arti
menurut pengertian filsafat dan arti menurut pengertian ilmu alam. Arti materi
menurut pengertian filsafat adalah luas, sedangkan arti menurut pengertian ilmu
alam adalah terbatas.[9]
Dalam arti menurut filsafat, materi adalah segala sesuatu yang ada secara
obyektif, ada di luar ide atau di luar kemauan manusia. Materi adalah segala
sesuatu yang bisa disentuh dan bisa ditangkap oleh indera manusia, serta bisa
menimbulkan ide-ide tertentu. Adapun dalam arti menurut pengertian ilmu alam,
materi adalah segala sesuatu yang mempunyai susunan atau yang tersusun secara
organis, atau yang berarti disebut dengan benda.
Dengan begitu, pengertian filsafat tentang materi berarti
sudah mencakup pula dengan pengertian materi menurut ilmu alam. Materi
mempunyai peranan menentukan ide dan perkembangannya. Materi bisa menimbulkan
ide atau mendorong timbulnya ide. Suatu ide timbul sesudah lebih dulu suatu
materi timbul dan ditangkap oleh indera. Adalah jelas, bahwa materi yang
bernama otak yang “memproduksi” ide.[10]
b.
Ide
(Gagasan)
Ide (Gagasan) adalah cermin dari materi atau merupakan
bentuk lain dari materi. Tetapi, ide itu tidak mesti persis sama seperti matei
yang dicerminkan. Ide selalu berada di atas atau di depan materi. Ide bisa
menjangkau jauh di depan materi. Namun, ide tetap tidak bisa lepas dari materi.
Materi dan ide adalah dua bentuk lain dari gejala yang
satu dan sama. Materi menentukan ide, sedangkan ide mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan materi. Jadi ide juga mempunyai peranan aktif, tidak pasif seperti
cermin biasa.
5.
Gerak
Gerak adalah suatu eksistensi dari adanya materi atau
suatu pernyataan dari adanya materi. Ini berarti bahwa sesuatu yang bergerak
adalah selalu materi. Tidak ada gerak tanpa materi, atau tidak ada gerak yang
bukan materi. Ini sama halnya bahwa tidak ada materi tanpa gerak.
Segala sesuatu itu selalu bergerak, berubah dan
berkembang. Tidak ada sesuatu yang tetap, kecuali gerak itu sendiri. Artinya
bahwa segala sesuatu itu tetap dalam keadaan gerak. Bahwa gerak itu tetap
berlangsung terus selamanya bagi segala sesuatu. Gerak mempunyai dua bentuk
utama, yaitu gerak mekanis dan gerak dialektis.
o
Gerak
mekanis:
Gerak mekanis adalah gerak atau perubahan yang bersifat
berulang-ulang, yang tetap dalam lingkungannya yang lama, dan tidak akan menuju
atau mencapai perubahan yang bersifat kualitatif atau yang bersifat lebih
tinggi dan lebih maju. Gerak mekanis adalah gerak yang bersifat kuantitatif,
gerak yang begitu saja terus menerus, berulang-ulang seperti bergeraknya sebuah
mesin.
o
Gerak
dialektis:
Gerak dialektis adalah gerak atau perubahan yang bersifat
meningkat (progresif), dari tingkatannya yang rendah menuju ke tingkatannya
yang lebih tinggi sampai mencapai kualitas yang baru. Gerak atau perubahan
dialektis dari tingkatannya yang rendah menuju ke tingkatannya yang tinggi
sampai mencapai kualitas yang baru, itu tampaknya juga seperti mengulangi dalam
bentuknya pada tingkat yang rendah. Tapi bentuk yang baru itu sudah dalam
keadaan kualitas yang lebih tinggi.[11]
Jadi tidak mengulangi kembali seperti semula dalam bentuk pada tingkatannya
yang lama. Arah gerak perubahan dialektis adalah seperti spiral.
o
Diam
“Diam” itu juga merupakan suatu bentuk gerak.. sifatnya
sangat relatif atau sangat sementara sekali. artinya bentuk “diam” itu hanya
bersifat sangat sementara karena di dalam yang “diam” itu juga terdapat proses
gerak dari kekuatan-kekuatan yang berkontradisi dan saling mendorong yang
ketika itu sedang bertemu pada suatu titik. kekuatan-kekuatan itu sama kuatnya
sehingga salah satunya tidak ada yang tergeserkan dari titik bertemunya.
Keadaan itulah yang menampakkan gejala seolah-olah sesuatu itu dalam keadaan
“diam”.
Tapi keadaan “diam” itu sangat relatif atau sangat
sementara karena dua kekuatan yang saling berkontradiksi dan saling mendorong
itu pada saat dan akhirnya pasti akan segera ada yang terdesak dan tergeser
dari tempatnya. pada saat terjadinya pergeseran itulah akan tampak dengan nyata
gejala gerak atau perubahan.
Kecuali itu, keadaan yang tampaknya diam juga bisa
terjadi karena proses perubahan sesuatu belum sampai pada pengubahan kualitas
atau pengubahan bentuknya yang lama, masih bersifat pada pengubahan secara
kuantitas sehingga belum mampu menunjukkan gejala-gejala perubahannya.
Keadaan yang itu pula yang menampakkan gejala seolah-olah
sesuatu itu dalam keadaan “diam”, tetapi sebenarnya di dalam sesuatu yang
tampaknya “diam” itu terus berlangsug proses gerak atau proses perubahan. Maka
dalam waktu yang sangat relatif atau sangat sementara bila proses gerak atau
proses perubahan itu sudah sampai pada pengubahan kualitas, gejala gerak atau
perubahan sesuatu itu akan tampak dengan jelas.[12]
Gerak atau perubahan itu sendiri karena dari adanya
faktor internal atau karena adanya kekuatan-kekuatan yang mendorongnya di
dalamnya, di dalam materi itu sendiri. Gerak materi adalah gerak intern. Faktor
atau kekuatan intern dari materi itu sendiri yang akan menentukan gerak atau
perubahannya. Sedangkan faktor luar atau kekuatan-kekuatan yang mendorong dari
luar adalah faktor atau kekuatan-kekuatan yang mempunyai pengaruh terhadap
keadaan intern suatu materi. Peranan dari faktor atau kekuatan luar itu bisa
menghambat atau mempercepat, bahkan bisa juga menentukan gerak atau perubahan
suatu materi. Tapi, bagaimana pun juga pengaruh faktor luar atau kekuatan itu,
pada akhirnya yang paling menentukan adalah faktor intern dari materi itu
sendiri.[13]
6.
Materi,
Ruang dan Waktu
Materi, Ruang dan Waktu adalah merupakan hal yang selalu
saling hubungan dan tidak terpisahkan. Materi selalu berada dalam ruang dan
berkembang menurut waktu. Tidak ada materi tanpa atau berada di luar ruang,
juga tidak ada materi berkembang tanpa waktu. Materi di dalam ruang,
menyebabkan materi mempunyai saling hubungan antara yang satu dengan yang lain.
Sedang materi di dalam waktu, membuat materi itu bisa menjadi berkembang.
Ruang adalah sesuatu yang mempunyai luas dan isi materi.
Tidak ada ruang yang kosong tanpa materi, dan ruang mempunyai hubungan antara
yang satu dengan yang lain. Adapun sifat hubungan itu adalah horisontal atau
mendatar. Karena itu ruang dapat dicapai secara berulang dan lebih dari satu
kali. Ruang menempatkan materi yang ada di dalamnya untuk berkembang sesuai
dengan luas ruang itu.
Waktu adalah detik-detik yang terus bersambung tanpa ada
berhentinya. Detik-detik yang terus bersambung itu, hubunganny adalah bersifat
vertikal atau bersusun. Karena itu detik-detik atau waktu tidak bisa dicapai
secara berulang-ulang lebih dari satu kali. Sebab waktu terus berjalan maju,
terus berlalu tanpa berhenti dan tidak kembalai pada detik-detik yang telah
lewat. Maka, waktu menempatkan materi untuk berkembang mengikuti jalannya waktu
yang terus maju. Waktu terus-menerus mendorong materi untuk berkembang lebih
maju secara historis, bersusun tingkat demi tingkat, fase demi fase dalam
proses yang terus berlangsung.[14]
Demikian materi, ruang dan waktu mempunyai saling
hubungan yang erat dan konden, yang sama sekali tidak terpisahkan antara yang
satu dengan yang lain. Materi berada dan berkembang dalam ruang dan waktu.
Materi berkembang dalam ukuran luas ruang dan maju menurut tingkatan waktu.[15]
B.
DIALEKTIKA
MATERIALIS
Inti dari permasalahan dialektika adalah masalah saling
hubungan dari segala sesuatu, serta masalah gerak atau masalah perubahan dan
perkembangan segala sesuatu itu. Dalam masalah gerak, Dialektika Materialis
mempersoalkan dan mempunyai tiga asas gerak, yaitu: Kontradiksi, Perubahan
Kuantitatif ke Kualitatif, dan Negasi dari Negasi.[16]
·
Kontradiksi
Ø Arti dan peranan kontradiksi
Kontradiksi adalah pertentangan atau perbedaan.
Kontradiksi ini mempunyai sifat umum dan khusus, atau mempunyai sifat keumuman
dan kekhususan.
Ø Keumuman kontradiksi :
Kontradiksi
itu ada dimana-mana dan dalam seluruh waktu. Terdapat di segala sesuatu, di
mana pun dan kapan pun selalu dan pasti mengandung kontradiksi. Kontradiksi itu
terjadi dan berlangsung terus menerus melalui proses awal dan akhir. Artinya,
kontradiksi itu pasti mempunyai awal dan juga mempunyai akhir. Ada awal
kontradiksi dan ada akhir kontradiksi. Dan sesudah kontradiksi itu berakhir,
pasti disusul atau timbul lagi kontradiksi baru yang juga mempunyai awal dan
kemudian juga akan berakhir pula.
Begitu
terus menerus, kontradiksi itu tidak akan ada putus-putusnya. Berakhir yang
satu, berawal yang baru. Selesai yang satu, timbul yang baru.
Ø Kekhususan kontradiksi :
Kontradiksi itu berbeda-beda menurut adanya didalam
sesuatu hal yang berbeda-beda pula. Artinya, karena hal yang satu berbeda
dengan hal yang lain,maka hal yang ada atau yang dikandung didalam dalam hal
yang berbeda itu, juga berbeda. Kontradiksi itu tidak hanya berbeda menurut
halnya yang berbeda, tetapi juga berbeda-beda menurut tingkat-tingkat
perkembangan di dalam satu hal itu. Artinya karena tingkat-tingkat
perkembangandidalam satu hal itu berbeda-beda, maka kontradiksi yang
berlangsung pada tingkat perkembangan tertentu, juga berbeda dengan kontradiksi
pada tingkat perkembangannya yang lain.[17]
Ø Macam Kontradiksi
Kontradiksi yang ada di dalam sesuatu itu tidak hanya
satu, tetapi lebih dari satu atau banyak. Dan kontradiksi yang banyak itu tidak
semua sama kedudukannya, juga tidak semua sama peranannya, sifatnya dan
wataknya. Ada tiga macam kontradiksi, yaitu: Kontradiksi pokok, Kontradiksi
dasar, dan Kontradiksi antagonis.[18]
o
Kontradiksi
pokok
Kontradiksi pokok adalah kontradiksi yang menjadi poros,
yang memimpin dan menentukan adanya kontradiksi-kontradiksi yang lain yang
tidak pokok. Kontradiksi pokok itu di dalam penyelesaiannya harus diutamakan.
Sedangkan kontradiksi tidak pokok adalah kontradiksi yang muncul ditentukan
oleh kontradiksi pokok, dan perkembangannya dipimpin dan tunduk kepada
kontradiksi pokok itu.
o
Kontradiksi
dasar
Kontradiksi dasar adalah kontradiksi yang kepentingannya
sama sekali bertentangan antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa
dikompromikan (baca: tidak bisa didamaikan). Kontradiksi dasar juga merupakan kontradiksi
yang menentukan adanya sesuatu dan menentukan bentuk dari sesuatu itu.
o
Kontradiksi
antagonis
Kontradiksi antagonis mempunyai dua pengertian, yaitu
antagonis dalam artian wataknya atau disebut dengan kontradiksi yang berwatak
antagonis dan antagonis dalam artian bentuknya atau disebut dengan kontradiksi
yang berbentuk antagonis. Kontradiksi antagonis dalam artian wataknya atau
kontradiksi yang berwatak antagonis adalah kontradiksi yang kepentingannya sama
sekali bertentangan antara yang satu dengan yang lain dan tidak bisa
didamaikan, serta mengandung saling menghancurkan dengan unsur-unsur kekerasan
dalam penyelesaiannya.
Kontradiksi antagonis dalam artian bentuknya atau
kontradiksi yang berbentuk antagonis adalah kontradiksi yang penyelesaiannya
mengambil bentuk kekerasan, walau watak kontradiksinya sendiri tidak
antagonistis.[19]
Ketiga macam kontradiksi itu mempunyai saling hubungan,
meskipun tidak tentu satu kontradiksi mengandung ketiga macam kontradiksi itu
sekaligus. Artinya, kontradiksi pokok tidak tentu kontradiksi dasar, dan juga
tidak tentu kontradiksi yang berwatak antagonis. Akan tetapi, kontradiksi
dasar, salah satu tentu menduduki dan menjadi sebagai kontradiksi pokoknya.
Kontradiksi dasar itu sendiri tidak tentu kontradiksi yang antagonis, baik
antagonis dalam artian wataknya maupun antagonis dalam artian bentuknya. Sedang
kontradiksi yang antagonis dalam artian wataknya yang antagonis, tentu saja
mengandung kontradiksi dasar. Dan kontradiksi yang berwatak antagonis itu tentu
menduduki serta menjadi sebagai kontradiksi pokok.[20]
Ø
Segi-segi
kontradiksi
Setiap kontradiksi di dalam sesuatu hal, tentu mengandung
segi-segi yang berkontradiksi, atau di dalam setiap hal tentu mengandung
segi-segi yang berkontradiksi. Hakekat dari hukum kontradiksi adalah hukum
persatuan dan perjuangan dari segi-segi yang bertentangan, dan hakekat dari
belajar tentang dialektika adalah belajar tentang hukum kontradiksi tersebut.[21]
Segi-segi yang berkontradiksi selalu mempunyai kedudukan
dan peranan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, yaitu sbb :
o
Segi
pokok dan segi tidak pokok
Segi pokok adalah segi yang memimpin segi yang lain yang
tidak pokok. Segi tidak pokok tunduk kepada segi pokok. Sebab, segi pokok
merupakan segi yang menuntut bahwa permasalahannya segera untuk diselesaikan
atau dipenuhi, dan merupakan segi yang membawa arah jalannya segi yang lain
yang tidak pokok.
o
Segi
berdominasi dan segi tidak berdominasi
Segi berdominasi adalah segi yang menentukan kualitas
sesuatu. Di dalam masyarakat, segi yang berdominasi berarti segi yang berkuasa,
dan juga berarti segi yang menentukan kualitas masyarakat itu. Sedangkan segi
yang tidak berdominasi adalah segi yang tidak menentukan kualitas. Di dalam
masyarakat, segi yang tidak berdominasi berarti segi yang tidak berkuasa atau
segi yang dikuasai.
o
Segi
berhari depan dan segi tidak berhari depan
Segi berhari depan adalah segi yang akan atau yang sedang
berkembang, segi yang masih akan terus ada atau akan terus hidup di dalam
perubahan atau di dalam tingkat perkembangan kualitas yang baru dan
kelanjutannya. Sedangkan segi tidak berhari depan adalah segi yang akan layu
atau yang sedang melayu, segi yang adanya atau hidupnya hanya terbatas di dalam
kualitas yang lama dan tidak akan da lagi di dalam perubahan atau di dalam
tingkat perkembangan kualitas yang baru atau kelanjutannya.
o
Segi
berhegemoni dan segi tidak berhegemoni
Segi berhegemoni adalah segi di dalam gejala sosial atau
di dalam masyarakat. Segi berhegemoni hanya di dalam kategori revolusi. Dalam hal
revolusi itu, segi berhegemoni adalah segi yang memimpin, segi yang membawa dan
menentukan arah perkembangan revolusi.[22]
Segi berhegemoni mempunyai syarat dan menampakkan ciri-cirinya, yaitu sbb:
-
Mempunyai
program perjuangan kelas yang bisa diterima oleh seluruh nasion atau diterima
secara nasional.
-
Menjadi
teladan di dalam melaksanakan program-program perjuangan kelas-nya yang sudah
diterima secara nasional oleh seluruh nasion itu.
-
Mempunyai kekuatan yang cukup untuk
melaksanakan kepemimpinannya.
-
Mampu
menggalang persatuan dan kekuatan nasional (front atau aliansi).
Keempat macam kedudukan dan peranan segi-segi yang
berkontradiksi itu terdapat saling hubungan, tapi tidak berarti bahwa satu segi
kontradiksi tentu menempati atau mempunyai empat kedudukan dan peranan itu
secara sekaligus. Sebagaimana halnya segi pokok tidak tentu secar sekaligus
sebagai segi yang berdominasi maupun segi yang berhari-depan. Di dalam kategori
revolusi atau di dalam gejala sosial, segi pokok pada hakekatnya adalah segi
yang berhegemoni.
Segi berdominasi tidak tentu segi pokok dan juga tidak
tentu segi berhari-depan. Di dalam kategori revolusi atau di dalam gejala
sosial, segi berdominasi tidak tentu segi yang berhegemoni. Segi berhari-depan
tidak tentu segi pokok, dan juga tidak tentu segi berdominasi. Di dalam
kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan tidak tentu
segi berhegemoni. Tapi segi berhari-depan itu pada tingkat menjelang perubahan
kualitas lama ke kualitas baru, pasti menduduki atau menjadi segi pokok. Di
dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan itu
pada tingkat menjelang kemenangan revolusi dalam proses perubahan masyarakat
lama ke masyarakat baru, pasti menduduki atau menjadi segi berdominasi. Dan di
dalam kategori revolusi atau di dalam gejala sosial, segi berhari-depan di
dalam masyarakat baru pasti menduduki atau menjadi segi yang berkuasa.[23]
Segi berhegemoni pasti segi pokok. Tapi segi berhegemoni
tidak tentu segi berhari-depan dan juga tidak tentu segi berdominasi atau segi
yang berkuasa. Hanya pada tingkat menjelang kepastian kemenangan revolusi,
dalam prose perubahan masyarakat lama ke masyarakat baru, segi yang berhegemoni
pasti juga sebagai segi berdominasi atau segi yang berkuasa.
· Hukum Mutasi
Hukum
mutasi atau hukum perpindahan adalah suatu hukum yang berlaku di dalam proses
kontradiksi. Artinya, kedudukan dan peranan satu kontradiksi atau segi
kontradiksi bisa bermutasi. Kontradiksi pokok bisa berubah menjadi kontradiksi
tidak pokok. Sebaliknya, kontradiksi tidak pokok bisa berubah menjadi
kontradiksi pokok. Kontradiksi berbentuk antagonis bisa berubah menjadi
kontradiksi tidak berbentuk antagonis, sebaliknya kontradiksi tidak berbentuk
antagonis bisa berubah menjadi kontradiksi berbentuk antagonis.[24]
Tetapi,
hukum mutasi itu tidak berlangsung pada kontradiksi dasar dan pada kontradiksi
yang berwatak antagonis. Artinya, kontradiksi dasar dan kontradiksi yang
berwatak antagonis akan tetap atau tidak akan berubah. Kontradiksi dasar akan
tetap sebagai kontradiksi dasar, dan tidak akan berubah menjadi kontradiksi
tidak dasar. Sebaliknya, kontradiksi tidak dasar juga akan tetap dan tidak akan
berubah menjadi sebagai kontradiksi dasar. Selanjutnya, kontradiksi yang
berwatak antagonis akan tetap, tidak akan berubah menjadi kontradiksi yang
tidak berwatak antagonis. Begitu sebalinya, kontradiksi yang tidak berwatak
antagonis juga akan tetap tidak berubah menjadi kontradiksi berwatak antagonis.
Kedua kontradiksi itu, yaitu kontradiksi dasar dan kontradiksi berwatak
antagonis yang akan tetap pada kedudukannya, tidak akan berubah, namun dalam
proses perkembangan akhirnya tentu akan hancur salah satunya. Kehancuran itu
terjadi pada menjelang dan menyebabkan berubahnya suatu kualitas atau
masyarakat, serta berarti timbulnya kualitas baru atau lahirnya masyarakat
baru.[25]
Hukum
mutasi itu juga berjalan pada segi-segi yang berkontradiksi, yaitu segi pokok
bisa berubah menjadi segi tidak pokok. Sebaliknya, segi tidak pokok bisa
berubah menjadi segi pokok. Segi berdominasi bisa berubah menjadi segi tidak
berdominasi. Sebaliknya, segi yang tidak berdominasi bisa berubah menjadi segi
yang berdominasi. Di dalam masyarakat, segi yang berkuasa bisa berubah menjadi
segi yang tidak berkuasa. Sebaliknya, segi yang tidak berkuasa bisa berubah
menjadi segi yang berkuasa. Segi berhegemoni bisa berubah menjadi segi yang
tidak berhegemoni. Sebaliknya, segi yang tidak berhegemoni bisa berubah menjadi
segi yang berhegemoni.
Tetapi
hukum mutasi tidak akan berlangsung pada segi berhari-depan. Segi berhari-depan
akan tetap sebagai segi berhari-depan, tidak akan mengalami perpindahan atau
akan berubah menjadi segi tidak berhari-depan selama dalam periode kualitas
lama atau dalam periode masyarakat lama. Walau mungkin, sesudah dalam kualitas
baru atau dalam masyarakat baru, segi berhari-depan dari kualitas lama atau
masyarakat lama itu bisa bermutasi atau berubah menjadi segi tidak
berhari-depan. Tetapi, mutasi atau perubahan itu baru terjadi sesudah dalam
kualitas baru atau dalam masyarakat baru, dan tidak akan terjadi selama dalam
satu periode kualitas lama atau masyarakat lama.
C.
EPISTEMOLOGI
MATERIALIS
Epistemologi adalah teori tentang pengetahuan, yakni
tentang asal dan lahirnya pengetahuan serta peranan dan perkembangan
pengetahuan.
1.
Asal
dan Lahirnya Pengetahuan
·
Asal
Pengetahuan:
Pengetahuan adalah berasal dari praktek, baik praktek
langsung maupun praktek tidak langsung. Praktek langsung adalah praktek atau
pengalaman sendiri. sedangkan praktek tidak langsung adalah praktek atau
pengalaman orang lain. Praktek langsung menimbulkan pengetahuan langsung,
sedang praktek tidak langsung, menimbulkan pengetahuan yang tidak langsung.
Dengan begitu, baik pengetahuan langsung maupun pengetahuan tidak langsung
kedua-duanya berasal dari praktek.
Dari kedua pengetahuan itu, pengetahuan langsung lebih
penting dari pengetahuan tidak langsung. Maka, praktek atau pengalaman langsung
juga lebih penting dari pada ptraktek atau pengalaman tidak langsung.
Pengetahuan langsung itu bersifat terbatas katrena
praktek langsung atau pengalaman sendiri juga terbatas. Sebaliknya, pengetahuan
tidak lansung bersifat luas karena praktek tidak langsung atau pengalaman orang
lain luas.[26]
·
Lahirnya
Pengetahuan:
Pengetahuan lahir melalui dua tingkat, yakni tingkat
sensasi dan rasio. Pengetahuan tingkat sensasi, atau sensasional adalah
pengetahuan yang langsung yang ditangkap secara apa adanya dari praktek.
Pengetahuan sensional bersifat kuantitatif dan sepotong-potong serta
menyiuapkan pengetahuan rasional. Karena itu, pengetahuan sensasional akan
menjadi kurang ada gunanya bagi ilmu pengetahuan atau tidak bisa menjadi ilmu
pengetahuan bila tidak ditingkatkan menjadi pengetahuan rasional. Pengetahuan
sensasional yang tidak ditingkatkan menjadi pengetahuan yang tidak rasional
hanya akan menjadi pengetahuan biasa, pengetahuan tingkat rendah yang sederhana
yang bersifat kuantitatif (kennis).[27]
Adapun pengetahuan rasional adalah pengetahuan hasil
penangkapan, hasil penelitian dan penangkapan, serta merupakan penyimpulan dari
pengetahuan sensasional Dengan begitu, pengetahuan rasional adalah pengetahuan
yang tidak langsung dari praktek, pengetahuan tingkat kedua sebagai peningkatan
dan kelanjutan dari pengetahuan sensasional. Pengetahuan rasional bersifat luas
dan kualitatif. Lengkap, tidak sepotong-potong. Bersifat kombinatif dan
konklusif dari sejumlah pengetahuan sensasional yang sepotong-potong.
Pengetahuan rasional merupakan perubahan kualitatif dari pengetahuan
sensasioanl dan menjadi ilmu pengetahuan (wetenschap).[28]
Tentang pengetahuan sensional dan pengetahuan rasional
itu ada pandangan yang ekstrim dan salah dari kaum sensasionalis dan kaum
rasionalis. Kaum sensasionalis memandang pengetahuan sensasional itu sebagai
pengetahuan obyektif dan benar karena pengetahuan sensasional adalah
pengetahuan yang lansung berasal dari praktek. Dengan begitu, pandangan kaum
sensasionalis adalah pandangan yang sepotong-potong. Kaum sensasionalis tidak
memandang sifat-sifat yang sempit, terbatas dan sepotong-potong dari
pengetahuan sensasional. Mereka seperti tidak memandang bahwa segala sesuatu
itu tidak hanya terdiri dari yang sepotong. Karena itu keobyektifan dan
kebenaran sesuatu tidak bisa di pandang dari hanya sepotong itu. Sesuai dengan
pandangannya, kaum sensasionalis memandang pengetahuan rasional sebagai
pengetahuan yang tidak obyektif dan tidak benar, atau diragukan keobyektifan
dan kebenarannya karena pengetahuan rasional adalah pengetahuan yang tidak
langsung berasal dari praktek. Dan karena rasio itu bisa salah salah dalam
menyimpulkan, maka penghetahuan rasional sebagai pengetahuan hasil penyimpulan
itu pun bisa salah. [29]
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Drs.
Usiono, M.A, pengantar filsafat pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka
Utama, 2006.
2.
Imam,
Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta : Andi
Offset, 1988.
3.
Ali,
Mudhofir, 1988, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta :
Liberty, 1990.
4.
TIM
Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011.
5.
Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
6.
Muhaimin,
Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
7.
Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
8.
Redja
Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2006.
9.
Uyoh
Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2003.
[1] Usiono, Pengantar filsafat Pendidikan, Jakarta
Selatan : Hijri Pustaka Utama, 2009, hlm.119
[2] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Hal 30
[3] Ibid, hal 34
[4] http://artikeldaniklanbarisgratis.blogspot.com/2008/10/materialisme-metafisis-dan-dialektis.html
[5] Drs. Usiono, M.A, pengantar filsafat pendidikan, Jakarta : Hijri
Pustaka Utama, 2006.
[6] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2008. Hal 78
[7] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 29
[8] TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011. Hal 47
[9] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Hal 50
[10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2008. Hal 80
[11] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Hal 76
[12]TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011. Hal 49
[13] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Ha 86
[14] TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011. Hal 53
[15] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2008. Hal 83
[16] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Hal 93
[17] Ibid, hal 94
[18] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 30
[19]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2008. Hal 87
[20] Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta :
Andi Offset, 1988. Hal 91
[21] TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011. Hal 70
[22] Ali, Mudhofir, 1988, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta
: Liberty, 1990. Hal 57
[23] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 36
[24] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994. Hal
90
[25] TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011. Hal 76
[26] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 41
[27]Ali, Mudhofir, 1988, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta
: Liberty, 1990.
[28] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 45
[29] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2008. Hal 61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar