BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menggambarkan
perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok
yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan
perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam
hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir
sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak
dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai
sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah
dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan islam dengan cara militer
(perang) sampai ke daerah-daerah kristen seperti pendudukan Spanyol bagian
selatan dan daerah-daerah di Italia, Sisilia atau Perancis bagian selatan
menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya
kekuasaan lama oleh penguasa baru.
Di
Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti
Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan
antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum
Perang Salib, kaum Muslim, Kristen dan Jahudi di Spanyol dapat hidup
berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan
Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan
bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu
bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.[1]
Menciptakan
perdamaian diantara pluralisme agama dan budaya, memang merupakan cita-cita
bersama seluruh umat manusia seantero dunia. Karena itu, konsep toleransi
sebagai elemen penting dalam masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip
kebersamaan. Meskipun demikian, fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam
terhadap agamanya, sering membuat mati hati umat manusia hingga melupakan
pentingnya kebersamaan diantara perbedaan.
Hal
inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan
kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada
pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekwensinya, konflik
berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah pun tidak dapat dihindari yang
dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.
Penanaman
peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan kondisional sekitar terjadinya
ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim
dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak
kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan.
Selain
itu, penamaan ini juga disebabkan atas penggunaan simbol salib pada saat
terjadi perang. Namun jika dicermati lebih mendalam akan terlihat adanya
beberapa kepentingan individu yang turut mewarnai Perang Salib ini, dapat
dilihat dari beberapa kondisi yang mengiringi sekaligus motif terjadinya.
Pertama,
Perang Salib merupakan puncak dari segala konflik antara negeri barat dengan
negeri timur, jelasnya antara pihak Kristen dan pihak Muslim. Perkembangan dan
kemajuan ummat muslim yang sangat pesat, pada akhir-akhir ini menimbulkan
kecemasan tokoh-tokoh barat Kristen. Terdorong oleh kecemasan ini, maka mereka
melancarkan serangan terhadap kekuasaan Muslim.
Kedua,
munculnya kekuasaan Bani Saljuq yang berhasil merebut Asia kecil setelah
mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071, dan selanjutnya Saljuq
merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan
Saljuq di Asia kecil dan Yarussalem dianggap sebagai halangan bagi pihak
Kristen Barat untuk melaksanakan haji ke Baitul Maqdis. Padahal yang terjadi
bahwa pihak kristen bebas saja melaksanakan haji secara berbondong-bondong.
Pihak Kristen menyebarkan desas-desus perlakuan kejam Turki Saljuq terhadap
jamaah Haji Kristen. Desas-desus ini membakar amarah Ummat Kristen Eropa.
Ketiga,
bahwa semenjak abad kesepuluh pasukan muslim menjadi penguasa dagang di jalur
laut tengah. Para pedagang visa, venesia dan genoa merasa terganggu atas
kehadiran ummat Islam sebagai penguasa di jalur perdagangan di laut tengah ini.
Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah
dengan mendesak kekuatan muslim dari lautan ini.
Propaganda
Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II, untuk membahas kekalahannya dalam
peperangan melawan pasukan Saljuq. Bahwa Paus merupakan sumber otoritas
tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandanya. Paus Urbanus II
segera mengumpulkan tokoh-tokoh-tokoh Kristen pada 26 November 1095 di
Clermont, sebelah tenggara Prancis. Dalam pidatonya di Clermont, sang Paus
memerintahkan kepada pengikut Kristen agar mengangkat senjata melawan pasukan
muslim.
Dalam
propagandanya sang Paus menjanjikan apapun atas segala dosa bagi mereka yang
bersedia bergabung dalam peperangan ini. Mereka isu persatuan umat Kristen
segera bergema menyatukan negeri-negeri sang Kristen melalui seruan Paus ini.
Dalam waktu yang singkat sekitar 150.000 pasukan Kristen berbondong-bondong
memenihi seruan sang paus, mereka berkumpul di Konstantinovel. Sebagian besar
pasukan ini adalah bangsa Prancis dan bangsa Normandia.
B. Rumusan Masalah
Adapun
masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Latar
belakang Terjadinya Perang Salib
2. Sejarah
perang Salib
3. Apa
saja akibat atau dampak dari perang salib itu sendiri
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang terjadinya perang salib
Apakah perang salib (491-692 H/1097-1292
M) itu? Ada yang menjawab bahwa gerakan itu tidak lepas dari rangkaian
pertentangan antara Barat dan Timur, seperti antara Persia dan Romawi, kemudian
lenyap dan meletus lagi dengan dahsyat dalam bentuk pertentangan agama antara
Islam (Timur) dan Kristen (Barat). Ada juga yang memberikan jawaban bahwa
gerakan itu tidak lepas dari rangkaian perpindahan penduduk Eropa setelah kejatuhan
imperiun Barat pada abad ke-5. Sebagian lagi menyodorkan jawaban bahwa gerakan
itu merupakan kebangkitan kembali agama di Eropa Barat yang dimulai sejak abad
ke-10 dan mencapai puncaknya pada abad ke-11.
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen
di Eropa yang memerangi umat Muslim.[2]
Serangan ke Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13,
dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan
mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur.[3]
Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam
peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar
Benua Eropa, biasanya terhadap kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara
agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib
memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad
ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16
dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan
selama masa Renaissance. Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama,
melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara
Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas
terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan
masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan
Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti
Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel kota
yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah
perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan
menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu
menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik
internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun
mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti
persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim
dalam Perang Salib Kelima.[4]
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya perang salib, antara lain :
1. Faktor situasi di Eropa
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan
yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga
menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh
gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada
akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah
peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas
petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat.
Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan
Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria
yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan
kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik.
Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana
pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat
di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam.
Perang Salib
adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada
akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan
sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak
saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja. Selanjutnya, “Penebusan Dosa”
adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang
yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di
Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib
tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka
percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga
pada saat mereka meninggal dunia.
2. Faktor situasi di Timur tengah
Keberadaan
Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap
Palestina dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya
tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau
keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini.
Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas
dikuasainya Yerusalemyang berada jauh di Timur sampai ketika mereka sendiri
mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen
lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum
Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan
Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur.[5]
Titik balik lain
yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun
1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran
Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan
Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para
peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang
beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen.
Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan
peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
3. Faktor Sejarah
Peristiwa (awal)
penting terkait dengan perang salib, adalah ekspansi yang dilakukan oleh Alp
Arselan yaitu peristiwa Manzikart tahun 1071 M (464 H). Tentara Alp Arselan
yang berkkuatan 15.000 prajurit berhasil mengalahkan tentara berjumlah 200.000
orang; yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Perancis dan
Armenia. Peristiwa inilah yang menanamkan benih permusuhan dan kebencian
orang-orang kristen terhadap umat Islam.[6]
4. Faktor Agama
Berbagai
literatur umumnya menuliskan bahwa faktor utama dari sisi agama ialah sejak
Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari Dinasti Fathimiyah. Ketika itu umat
Kristen merasa tidak lagi bebas untuk menunaikan ibadah ke sana. Mereka yang
pulang dari ziarah sering mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk .
Selain itu khalifah Abdul Hakim menaikkan pajak ziarah bagi orang-orang Kristen
Eropa. Hal ini memicu kemarahan Paus Urbanus II yang mengatakan bahwa hal
tersebut merupakan perampokan dan sebuah kewajiban untuk merebut kembali Baitul
Maqdis . Selain itu, Paus juga menjanjikan kejayaan, kesejahteraan, emas, dan
tanah di Palestina, serta surga bagi para ksatria yang mau berperang.
Namun,
perang salib tidak terlepas dari penyebaran agama Islam ke berbagai daerah yang
menjadi kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen. Seperti halnya beberapa
kawasan Iran dan Syria (632), penaklukan Syria, Mesopotamia dan Palestina
(636), Mesir (637), penaklukan Cyprus dan Afrika Utara (645), peperangan melawan
Byzantium (646) kemudian terjadi peperangan di laut melawan Byzantium (647)
hingga musnahnya kerajaan Parsi pada tahun yang sama. Tidak hanya sampai
disitu, penyebaran Islam juga mengharuskan serangan atas Konstatinopel (677)
kemudian terjadi kembali pada 716, penaklukan Spanyol, Sind dan Transoksian
(711) hingga serangan atas bagian selatan Perancis (792). Serta berbagai
peristiwa penaklukan lainnya dalam melakukan ekspansi serta dakwah Islam.[7]
5. Faktor Politik
Pada
sinode di Clermont Perancis, Paus Urbanus II (1088-1099) memulai inisiatif
mempersatukan dunia Kristen (yang saat itu terbelah antara Romawi Barat di Roma
dan Romawi Timur atau Byzantium di Konstantinopel). Kebetulan saat itu raja
Byzantium sedang merasa terancam oleh ekspansi kekuasaan Saljuk, yakni
orang-orang Turki yang sudah memeluk Islam. Ketika terasa cukup sulit untuk
mempersatukan para pemimpin dunia Kristen dengan ego dan ambisinya
masing-masing, maka dicarilah suatu musuh bersama. Dan musuh itu ditemukan
yaitu ummat Islam.[8]
Sasaran jangka pendeknya pun didefinisikan: pembebasan tempat-tempat suci
Kristen di bumi Islam, termasuk Baitul Maqdis. Adapun sasaran jangka panjangnya
adalah melumat ummat Islam.[9]
Sementara
itu, umat Islam justru terpecah tidak hanya secara “pandangan” terhadap agama,
namun juga hingga politik. Mereka yang bersebarangan tidak dapat bersatu padu
dalam melawan Kristen. Hingga akhirnya Sholahudin al-Ayubi datang dan
menyatukan kembali.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Stratifikasi
sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri atas kaum gereja, bangsawan serta
ksatria dan rakyat jelata. Mayoritas dari mereka adalah rakyat hjelata yang
harus tunduk pada tuan tanah, terbebani pajak dan kewajiban lainnya. Gereja
memobilisir mereka untuk turut serta dalam perang salib dengan janji akan diberi
kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila dapat memenangkan peperangan.
Masyarakat Eropa
memberlakukan dikriminasi terhadap rakyat jelata. Di Eropa ketetapan hukum
waris, bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima waris. Jika anak tertua
meninggal, maka harta waris harus diserahkan kepada gereja. Hal ini menyebabkan
anak miskin meningkat; kemudian diarahkan untuk turut berperang.
Sementara,
meluasnya daerah kekuasaan Islam berdampak pada beragam pola pemahaman, budaya
dan cara beragama. Sehingga nilai-nilai Islam sebagai rahmatan lil alamin belum
dapat meresapi seluruh daerah kekuasaan Islam. Tidak sedikit perlakuan buruk
yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap orang-orang kristen; utamanya mereka
yang hendak berziarah ke Baitul Maqdis. Namun, dengan meluasnya daerah
kekuasaan, perekonomian muslim di timur tengah mengalami kemajuan yang pesat.[10]
7. Faktor penyebab Langsung peperangan
Penyebab
langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada
Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi
tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11]
Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah
dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran
Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara
Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini
berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern).
Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik
Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif
atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya
sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar
bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut
kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada
tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat
Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul
Maqdis.
Ketika Perang
Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari
Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia,
wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama
seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun
1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim
merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya
di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain
selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk
dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di
lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat
dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan
kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa
Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa
kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan
ke-Kristen-an suatu Negara.
B. Sejarah Perang Salib
Dari beberapa
factor yang menjadi penyebab bibit awal peperangan itulah Sri Paus berani
mengumumkan atas kebenciannya terhadap umat islam. Maka idenya untuk mengadakan
perang salib itu bergulir dengan diawali kongres tahunan yang di hadiri oleh
para uskup dan menyetujui gagasannya. Ia menghasut dengan dalih pembebasan
Baitul Maqdis, yang pula mendapat dukungan para peserta kongres tersebut.[12]
Hal ini menjadi semakin besar penagruhnya dengan seorang pendeta prancis,
Boutros yang berkeliling ke seluruh Eropa dalam membangkitkan sentiment agama
orang-orang Kristen dan mengajak mereka untuk berperang. Dan ajakan ini
betul-betul berpengaruh dalam hati umat Kristen. Maka berangkatlah dan semakin
menyebarlah gagasan Sri Paus atas perang salib ini.[13]
Salah satu pidato Sri Paus untuk membangkitkan tentara-tentara dan kesatria
kristiani antara lain :
Aku tidak ingin berbicara persoalan agama.
Disana hanya kutemukan orang-orang fanatik dan buta
yang mengatasnamakan agama untuk melegalisasikan
penindasan dan ketidakadilan. Menganggap dirinya
memahami kalimat Tuhan dan menjadi
memahami kalimat Tuhan dan menjadi
satu-satunya representatif Tuhan di dunia.
Karena Agama yang sebenarnya adalah apa yang ada dihatimu,
Ia akan menuntunmu untuk menegakkan kesejahteraan, keadilan dan kebenaran.Karena itu merupakan alasan mengapa engkau dilahirkan.”[14]
Karena Agama yang sebenarnya adalah apa yang ada dihatimu,
Ia akan menuntunmu untuk menegakkan kesejahteraan, keadilan dan kebenaran.Karena itu merupakan alasan mengapa engkau dilahirkan.”[14]
1.
Perang Salib I
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian
besar bangsa Perancis dan Norman,[15]
berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang
dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar.
Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M
menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin
sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan
mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya.
Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M, dan
mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan
Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota
Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka
mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M,
penguasa Mosul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan
Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya,
Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada
tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.
2.
Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa ini
menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua.[16]
Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis
Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk
merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh
Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan
Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat
tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin
al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M,
setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir.
Hasil peperangan Shalahuddin yang
terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa
bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan
pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik
penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem
yang berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus
merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu
dipimpin oleh Conrad dari Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang
dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian mundur dan
menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.[17]
3.
Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum
Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana
balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja
Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis memunculkan
Perang Salib III.[18]
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan
Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa saat itu merupakan
yang terbanyak di Eropa melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun,
Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga
menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip
sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat
tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang
kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis
untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal
Richard yang melanjutkan Perang Salib III.
Richard tidak mampu memasuki
Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada
tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan
Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian
ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis
tidak akan diganggu.[19]
4.
Perang Salib IV
Pada tahun 1219 M, meletus kembali
peperangan yang dikenal dengan Perang Salib IV, dimana tentara Kristen dipimpin
oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu
sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen
Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir
dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan
Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara
al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum
muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria.
Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum
muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir
selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti
Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang
oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah
Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang
Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol,
sampai umat Islam terusir dari sana.[20]
5.
Perang Salib V
Perang Salib ini merupakan lanjutan Perang Salib I dan IV,
dengan sasaran utamanya Mesir. Saat itu Mesir berada di bawah Pemerintahan Al-Malik
al-'Adil, yang meninggal dunia (1218) setelah tentara Salib menguasai menara
Al-Silsilah. Al-Malik kemudian digantikan oleh putranya Al-Malik al-Kamil
(1218-1238). Al-Malik al-kamil menghadapi gangguan dari dalam, yaitu konspirasi
yang dipimpin oleh seorang panglima yang berasal dari Kurdi, Ibn Masytub, yang
hendak menyisihkannya. Ia lalu melarikan diri ke Yaman. Namun Karena bantuan
adiknya, Al-Malik Mu'azzam dari syam, ia bisa kembali menduduki tahta
kesultanan Mesir. Tantangan dari luar selain dari tentara Salib adalah tentara
Mongol yang mulai menguasai dunia Islam bagian Timur, Khawarizami, negerinegeri
Transoxiana, dan sebagian negeri Persia pada tahun 1220. Serangan Mongol ke
Baghdad pun dimulai.[21]
Kedudukan tentara Salib sebenarnya baik karena banyaknya
rombongan besar menggabungkan diri atas seruan Paus Innocent III yang dilanjutkan
oleh Paus Honorius III. Raja Juhanna de Brienne dan Wakil Paus, Plagius,
memimpin pasukan ini. Dimyat bisa segera mereka kuasai pada tahun 1218. Namun, serangan
belum dilanjutkan menuju Kairo karena menunggu bantuan Frederik II dalam
perajalanan untuk menopang serangan selanjutnya. Karena situasi yang mencekam, sebagaimana
digambarkan di atas, ditambah situasi ekonomi yang sulit, terutama karena
surutnya sungai Nil, Mesir diancam bahaya kelaparan. Al- Kamil pun mengajukan
permintaan perdamaian. Ia mengajukan tawaran menyerahkan Jerusalem dan hamper semua
kota yang ditaklukan Shalahudin kepada pihak Salib asalkan mereka (pihak Salib)
menarik diri dari Dimyat. Tawaran yang begitu menguntungkan pihak Salib itu
ditolak, bahkan mereka akan menguasai seluruh Mesir dan Syam. Penolakan ini
terutama dikemukakan oleh utusan Paus, Pelagius, yang ditopang oleh Italia, karena
kepentingan perdagangannya terancam di Mesir. Tidak ada pilihan bagi Al-Kamil:
hancur atau menang. Timbullah ide yang kemudian dilaksanakannya, yaitu menghancurkan
dam-dam irigasi yang menuju Dimyat. Akhirnya banjir pun melanda seluruh Dimyat.
Banyak tentara Salib yang tenggelam. Mereka terancam bahaya kelaparan. Karena
bantuan Frederik II yang diharapkan tak kunjung datang, tentara Salib pun
meninggalkan Dimyat tanpa syarat.[22]
C. Dampak
dari Perang Salib
Bangsa Eropa belajar berbagai disiplin ilmu yang saat itu
berkembang di dunia Islam lalu mengarangnya dalam buku-buku yang bagi dunia
Barat tetap terasa mencerahkan. Mereka juga mentransfer industri dan teknologi
konstruksi dari kaum muslimin, sehingga pasca perang salib terjadi pembangunan
yang besar-besaran di Eropa. Gustav Lebon berkata: “Jika dikaji hasil perang
salib dengan lebih mendalam, maka didapati banyak hal yang sangat positif dan
urgen. Interaksi bangsa Eropa selama dua abad masa keberadaan pasukan salib di
dunia Islam boleh dikatakan faktor dominan terhadap kemajuan peradaban di
Eropa. Perang salib membuahkan hasil gemilang yang tak pernah mereka bayangkan
sebelumnya.”[23]
Perang salib menghabiskan aset umat Islam baik harta benda
maupun putra-putra terbaik. Kemiskinan terjadi karena seluruh kekayaan negara
dialokasikan untuk perang. Dekadensi moral terjadi karena perang memakan habis
orang laki-laki dan pemuda. Kemunduran ilmu pengetahuan terjadi karena umat
Islam menghabiskan seluruh waktunya untuk memikirkan perang sehingga para ulama
tidak punya waktu untuk mengadakan penemuan-penemuan dan karya-karya baru
kecuali yang berhubungan dengan dunia perang.
Namun, peperangan salib selama kurang lebih 200 tahun telah
memberikan warna kepada dunia Islam dan Kristen. Utamanya dalam bidang
pemikiran, peradaban, ilmu dan teknologi. Bahkan, sejarah mencatat bahwa perang
salib merupakan jembatan awal antara kebudayaan Islam dan bangsa Eropa.
Meskipun terdapat luka sejarah dan sensitifitas yang mengiringi pertautan dua
peradaban tersebut. Dan tetap membekas hingga saat ini dimana kurang lebih 8
abad perang salib telah berlalu.
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan
paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang
Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga
perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap
Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun
1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya
serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen
berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi
seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen
lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh
mereka tanpa pandang bulu. Ada beberapa dampak perang Salib, antara lain dalam
bidang :
1. Politik
dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan.[24]
Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan
tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari
negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal,
Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa
awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam
selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia,
banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur
diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di
Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari
batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi
menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib
dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan
sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk
perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju
perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada
masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.
2. Perdagangan
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan
balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan
yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi,
terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat
mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa
untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah
diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada
masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak Negara kota di Itali yang
sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan
negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas
Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang
sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal.
Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu
mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk,
apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.
Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun,
tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian
besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat
terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh
Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib
Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4.
Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium
tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh
pada tahun 1453.
Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib
lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi
Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di
lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat
mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang
Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu
tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba
menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat
dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi
Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat
ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan
besar.
3. Dunia
Islam
Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir
pada dunia Islam.[25]
Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan
bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang
ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia
Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus
menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”.
Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji
oleh kaum Kristen Eropa.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Yang menarik untuk dikaji adalah Yerusalem bagi bayak ahli
sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan dalam penggagasan perang
salib, namun kelihatanya cukup sepele dan sederhana kalau upaya pengamanan
peziarah yang dikedepankan dalam menggagas perang salib tersebut terutama jika
dibandingkan dengan pengorbanan daya dan dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi
militer pada waktu itu. Saya lebih melihat bahwa isu Yerusalem dijadikan pemicu
semangat para tentara salib sementara faktor penentu dalam hal ini adalah murni
politik yakni upaya pembentengan diri dari ancaman yang sudah semakin mendekati
jantung kekuasaan Eropa disatu sisi dan disisi lain adalah interes internal
politik gereja (katolik) untuk menyatukan negara-negara kristen katolik yang
pada saat itu tengah berperang. Sehingga perang salib digunakan sebagai alat
untuk menyatukan gereja kristen barat (Roma) dan timur (konstantinopel).
Demikian selintas
kisah dari Perang Salib yang telah mengubah wajah dunia pada abad pertengahan
yang berpengaruh hingga sekarang. Sebelum Perang Salib, pemeluk agama Kristen
dan Yahudi bisa hidup berdampingan di Palestina dan sekitarnya di bawah naungan
Daulah Islamiyah. Tetapi setelah kedahsyatan Perang Salib yang memakan waktu
sampai dua abad lamanya, telah mampu mengubah situasi harmoni masa lalu.
Perang Salib telah menyisakan perasaan, dendam, curiga,
waspada, was-was, dan rasa terancam yang menghantuinya. Dengan logika ini, kita
bisa menemukan alasan mengapa George W. Bush mantan penguasa nomor satu Negara
Adi Daya itu mengkaitkan isu terorisme internasional di Irak sebagai kelanjutan
Perang Salib Modern.
B. Saran
Dari
makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua
umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya
dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya
yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Hikmat
Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta
: Serambi Ilmu Semesta, 2003
3. Montgomery
Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995.
4. Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003.
5. Sanusi,
ahmad. Relasi Damai Islam Kristen. Pustaka Alvabet , 2001.
7. Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam
Terhadap Zionisme Israel. Mizan Pustaka.
9.
Hitti Philip,
Rujukan induk
dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi, 2005.
10. Abdurrahman,
Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI, 2003.
12. M.
Harun yahya, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta : Bina Usaha, 1987.
14. http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/
[1]
Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia., Gramedia :1995. Hal 68
[2]
Husaini, Adian. Tinjauan
historis konflik Yahudi Kristen Islam.
Bandung : Gema Insani , 2004. Hal 155
[3]
M. Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Yogyakarta
: Bina Usaha, 1987. Hal 4
[6]
Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik hingga
Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI,
2003. Hal 76
[7]
http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama/
[8]
Abdurrahman, Dudung dkk, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta : Penerbit LESFI,
2003. Hal 79
[9]
Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta
: Serambi Ilmu Semesta, 2003. Hal 428
[10]
http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/
[11]
Hitti Philip, Rujukan induk
dan paling otoritatif tentang sejarah peradaban Islam. Penerbit Serambi, 2005. Hal 811
[12]
Hikmat Darmawan, Perang suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta
: Serambi Ilmu Semesta, 2003. Hal 430
[13]
http://fokammsi.wordpress.com/2008/04/23/perang-salib-dan-wajah-peradaban-barat/
[14]
Kalimat Pendeta kepada Kesatria Salib dalam film Kingdom of Heaven
[15]
Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel.
Mizan Pustaka. Hal 35
[17]
http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama/
[18]
Frederiek Djara, 2004, hal 355
[19]
Iqbal, Akhmad. Perang Perang
Paling Berpengaruh Didunia. Jogja :
Bangkit Publisher, 2001. Hal 72
[20]
Kumoro, Bawono, Hamas Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel.
Mizan Pustaka. Hal 40
[21]
Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. Hal 48
[22]
Ibid, 2003, hal 52
[23]
http://qahar.wordpress.com/2008/02/04/perang-salib-peperangan-politik-dan-kekuasaan-atau-dakwah-agama
[24]
Sanusi, ahmad. Relasi Damai Islam Kristen. Pustaka Alvabet , 2001. Hal 92
[25]
Kuntowijoyo , Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana,2003. Hal 57
I'd like to know how everything scr888 login is going with this.
BalasHapus
BalasHapusThanks for taking the 918kiss download apk ios time to discuss that, I really feel strongly about it and love learning more on that topic. If achievable, as you gain competence, would you mind updating your blog with more information It is highly helpful for me.
You got a really useful blog I have scr888 apk free download been here reading for about half an hour. I am a newbie and your post is valuable for me.
BalasHapusI was very pleased SCR888 Online Casino to find this site.I wanted to thank you for this great read!! I definitely SCR888 Online Casino enjoying every little bit of it and I have you bookmarked SCR888 Online Games Download to check out new stuff you post.
BalasHapus