BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah salah satu lapangan
pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat
menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba
mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan
dalam jangkauan rasio manusia secara kritis, rasional dan mendalam.[1]
Umumnya filsafat selalu menanyakan
tiga pertanyaan dasar. Yang Pertama : “Apakah yang nyata itu?”. Cabang
filsafat yang membicarakan ini secara formal disebut ontologi, yaitu
studi tentang apa yang ada dan apa yang tidak ada.
Kedua : “Apakah yang benar itu?”. Problema
ini mempunyai kaitan yang erat dengan problema pertama. Dengan pertanyaan ini
kita ingin mengetahui, bagaimana yakinnya kita tentang pertanyaan kita tentang
kenyataan ini. Dan masalah ini digolongkan kepada apa yang dinamakan Epistemologi,
yaitu studi tentang pengetahuan atau bagaimana kita mengetahui (adanya)
benda-benda.
Ketiga : “Apakah yang baik/bagus itu?”.
Dalam pembicaraan formal, biasanya masalah ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pertanyaan tentang ethika (Apakah kelakuan yang baik itu?), Dan juga pertanyaan
tentang esthetika (Apakah yang indah/bagus itu? Kedua pertanyaan ini
pembicaraan kita tidak banyak menyangkut realitas atau kebenaran akan tetapi
menyangkut nilai. Hal-hal yang disebutkan ini banyak dikenal dengan ungkapan Aksiologi,
yaitu studi tentang nilai.[2]
B.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini ialah agar kita memahami apa sebenarnya filsafat itu
dan apa saja yang dibahas dalam lapangan filsafat. Dan semoga setelah apa yang kita
dapat atau kita ketahui dari pembelajaran ini dapat membantu kita dan
menjadikan kita seorang gpendidik yang dapat berfikir dan bertindak dengan
benar yang dapat menyelesaikan masalah-masalah (persoalan) yang ada dalam
proses belajar mengajar ataupun kehidupan sehari-hari dan dapat memahami ketiga
masalah utama dalam filsafat ini.
C.
Perumusan Masalah
Adapun masalah yang akan penulis bahas dalam makalah ini
ialah:
A.
Apakah yang dimaksud dengan Ontologi?
B.
Apakah yang dimaksud dengan Epistemologi?
C.
Apakah yang dimaksud dengan Aksiologi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ONTOLOGI
Ontologi merupakan salah satu
diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam
pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontologi. Yang
tertua diantara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas
perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal
mula dari segala sesuatu.
Dalam persoalan ontologi orang
menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang
ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan.
Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan
yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah
luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah
realitas; realita adalah ke-real-an, Riil artinya kenyataan yang
sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga
bukan kenyataan yang berubah.[3]
Kata ontologi berasal dari perkataan
Yunani: On = being, dan logos = logic. Jadi ontologi
adalah The theory of being qua being (teori tentang keneradaan sebagai
keberadaan). Louis O. Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan,
Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa diantara
contoh pemikaran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa
airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda.
Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.[4]
Term ontologi pertamakali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk menemui teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wolff (1676-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain
dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari
segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi
kosmologi, psikologi, dan teologi.[5]
Kosmologi adalah cabang filsafat yang
secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah
cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.[6]
Didalam pemahaman ontologi dapat
dikemukakan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
1.
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat
yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa
materi ataupun berupa rohani. Paham ini kemudian terbagi dalam kedua aliran :
a.
Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut
dengan naturalisme.
Kalau dikatakan bahwa materialisme
sering disebut naturalisme, sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara dua paham
itu. Namun begitu, materialisme dianggap suatu penampakan diri dari
naturalisme. Naturalisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di
luar alam tidak ada.
b.
Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah
aliran idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata “Idea”,
yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat
kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.
2.
Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat
itu satu (monoisme) baik materi ataupun ruhani, ada juga pandangan yang
mengatakan bahwa hakikat itu ada dua. Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda.
Tokoh paham ini adalah Descrates
(1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat
itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
3.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap
macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan
mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak
unsur, lebih dari satu atau dua.
4.
Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin
yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui
validitas alternatif yang positif.
5.
Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan
manusi untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat
ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang
berarti unknown. A artinya not, Gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan
belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
suatu kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal.
B.
EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi berasal dari
bahsa Yunani Kuno, dengan asal kata “episteme” yang berarti pengetahuan
dan “logos” yang berarti teori, secara etimologi, epistemologi berarti
teori pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan.
Menurut Lengeveld (1961).
Epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai
jenis pengetahuannya pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan
batasannya.[7]
a.
Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan khasanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya
kehidupan kita. Sukar dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya
pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi
berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.[8]
Apakah sebenarnya yang dinamakan
pengetahuan itu? .terhadap tentang hakikat pengetahuan ini dua aliran, yaitu
realisme dan idealisme, menjawab saling bertentangan. Menurut realisme (serba
nyata), pengetahuan adalah salinan objektif (menurut kenyataan) dari apa yang
ada dalam alam yang sesungguhnya (fakta atau hakikat). Sedangkan menurut
idealisme (serba cita), pengetahuan adalah gambaran subjektif (menurut
tanggapan) tentang apa yang ada dalam alam yang sesungguhnya.
Jadi menurut realisme, pengetahuan
itu tidak lain adalah potret yang persis sama dengan keadaan yang sebenarnya.
Berbeda halnya dengan pendapat tersebut, idealisme berpendapat bahwa
pengetahuan hanyalah rekaan akal yang jelas mustahil sama dengan hal yang
sebenarnya. Apabila ditelaah lebih jauh, pendapat realisme ada benarnya jika
diperhatikan dari arti definitif tahu sebagai mencamkan objek, jadi menangkap
sasaran sebagaimana adanya. Akan tetapi, idealisme pun tidak salah kalau orang
memahami arti tahu sebagai kegiatan akal, jadi cenderung bergeser dari
semestinya.[9]
b.
Unsur Pengetahuan
Pada definisi tahu menurut Langeveld,
tersirat unsur pengetahuan, yaitu pengamatan (mencamkan), sasaran (objek), dan
kesaddaran (jiwa). Ketiga kesatuan ini merupakan kesatuan yang saling mengikat.
c.
Macam
Pengetauhan
Dilihat dari segi lingkup sasarannya,
ada dua macam pengetahuan, yaitu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus.
Pengetahuan umum masuk kedalam dunia idea, tertangkap dalam pikiran, berada
dalam alam abstrak, dan ketentuannya berlaku universal. Sedangkan pengetahuan
khusus masuk kedunia dalam empiris, tertangkap dalam pengalaman, berada dalam
alam konkrit, dan ketentuannya berlaku partikular.
d.
Tumpuan Pengetahuan
Secara garis besar ada dua sumber
pengetahuan, yaitu pengalaman (empirie) dan pemikiran (ratio).
Yang pertama dikemukakan oleh empirisme dan yang kedua oleh rasionalisme.
Emperisme berpendapat bahwa pengalaman adalah
sumber pengetahuan. Segala pengetahuan berutmpu pada pengalaman. Tidak ada
pengetahuan tanpa pengalaman lebih dahulu. Dengan demikian pengetahuan menurut
alira ini bersifat a pasteriori.
Rasionalisme berpendapat bahwa segala pengetahuan
berasal dari sumber yang tidak terdapat pada pengalaman. Ditegaskan oleh
DR.M.J.Langeveld bahwa sumber itu adalah pikiran. Pengetahuan terjadi karena
akal mengolah bahan pengalaman (lahir batin) maupun bahan murni akal.
e.
Batas Pengetahuan
Ada dua teori yang mengutarakan
persoalan wilayah pengetahuan, yaitu skeptisisme dan objektivisme.
Skeptisisme berpandangan bahwa wilayah pengetahuan hanyalah apa yang
sekarang (pada saat ini) ada dalam jiwa saat rekaan, yang terdapat pada jiwa
dalam kesadaran sesaat. Pada saat berikutnya, halitu tidak lagi menjadi batas
pengetahuan karena telah berlalu.
Sedangkan objektivisme
berpendapat bahwa wilayah pengetahuan adalah keseluruhan kebenaran objektif
yang terlepas dari subjek, dalam arti kebenaran itu tidak perlu terlaksana
dalam kesadaran. Dengan kata lain, luas pengetahuan adalah seluruh
perbendaharaan pengetahuan yang ada dalam jiwa, dengan ketentuan tidak semuanya
harus disadari.
f.
Sasaran Pengetahuan
Masalah terakhir yang dibahas oleh
epistemologi adalah sasaran pengetahuan. Ada dasarnya sasaran pengetahuan
adalah hal yang terpisah dari pengetahuan itu sendiri, mengingat ia berada
diluar pihak yang berpengetahuan, yaitu manusia, meskipun suati ketika
pemikiran (manusia) itu sendiri. Perlu dipahami bahwa sebagai sasaran
pengetahuan, seluruh sarwa sekalian bukan tujuan pengetahuan ilmiah ataupun
filsafat. Sasaran (objek) berbeda dari tujuan (aim). Sasaran adalah dimana
posisi dimana tujuan bisa dicapai; sedangkan tujuan adalah kondisi (keadaan)
yang dikehendaki perwujudannya. Jadi mustahil tujuan tercapai tanpa adanya
sasaran.
C.
AKSIOLOGI
Aksiologi adalah studi tentang nilai. Nilai
adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Nilai yang
dimaksud adalah :
a.
Nilai jasmani : nilai yang terdiri atas
nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna.
b.
Nilai rohani : nilai yang terdiri atas
nilai intelek, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi.
Untuk lebih mengenal apa yang
dimaksud dengan aksiologi, penulis akan menguraikan bebrapa definisi tentang
aksiologi, diantaranya :
1.
Aksiologi berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah
“teori tentang nilai”.[10]
2.
Sedangkan arti aksiologi yang terdapat dalam bukunya Jujun S.
Suriasumantri Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.[11]
3.
Menurut Bramel, aksiologi yang terdapat dalam
tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini
melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu
ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political
life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat
sosio-politik.[12]
Dari definisi-definisi mengenai
aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimilki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang didalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka
lebih tepat kalau dikatakan bahw abjek formal etika adalah norma-norma
kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah
laku manusia ditinjaudari segi baik dan tidak baik dalam suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimilki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena
di sekelilingnya.
Nilai itu subjektif ataukah objektif
adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai
akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal,
kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya
dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis ataupun fisis. Dengan demikian,
nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal
budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas dan hasil nilai subjektif
selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Misalnya, seorang melihat matahari yang sedang terbenam di sore hari. Akibat
yang dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa
indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakannilai yang subjektif dari
seseorang dengan orang lain akan memiliki kualitas yang berbeda.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
·
Ontologi
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Meninjau
persoalan secara ontologis, adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan
realitas dengan refleksif rasional serta analisis dan sintesis logika.
·
Epistemologi
Persoalan pokok yang dipertanyakan adalah tentang bagaimana
sesuatu yang benar itu datang dan bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana pula
kita membedakan yang benar dan yang salah.
Bagaimana adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keadaan,
jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi, dimensi ruang, dan waktu itu.
·
Aksiologi
Aksiologi adalah penerapan ilmu. Penerapan ilmu pengetahuan
dapat diketahui pertama-tama dari klasifikasinya, kemudian dengan melihat
tujuan ilmu itu sendiri, dan yang terakhir perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Katsoff, Louis. Element of
Philosophy, New York: The Roland Press Company, 1953.
Prasetya. Filsafat Pendidikan,
Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Salam, Burhanuddin. Logika Materil
Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Reneka Cipta, 1997.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999
Usiono. Aliran-aliran Filsafat
Pendidikan, Medan: Perdana Publishing, 2006.
[1]
Drs. Usiono, MA. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan, (Medan: Perdana
Publishing, 2006), hlm. 11-12.
[2]
Drs. Prasetya. Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm.
86-87.
[3]
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, ed.I, cet.10, 2011), hlm. 131 .
[4]
Louis O Katsoff, Element of Philosophy, (New York: The Roland Press
Company, 1953), hlm 178. Dalam buku Amsal Bakhtiar, Filsafat ilmu, hlm.
132-133
[5]
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, ed.I, cet.10, 2011), hlm. 134-135
[6]
Ibid.
[7]
Drs. Usiono, MA. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan, (Medan: Perdana
Publishing, 2006), hlm. 56.
[8]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hlm. 104.
[9]
Drs. Prasetya. Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm.
111.
[10]
Burhanuddin Salam, Logika Materil, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka
Cipta,1997), hlm. 168.
[11]
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, hlm. 234.
[12]
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, hlm.163-164
[13]
Ibid, hlm. 165-166
Tidak ada komentar:
Posting Komentar