Selasa, 12 November 2013

teori belajar Sign Learning



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, yaitu :
*   Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
*   Teori-teori belajar dari psikologi kognitif.
*   Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.[1]
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang teori belajar Sign Learning dimana teori-teorinya berorientasi kognitif. Meskipun ada yang berpendapat bahwa teori ini tergolong sebagai behavioris menurut Hilgard (1948).[2] Teori ini ditawarkan oleh Edward Chace Tolman.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
1.      Biografi Edward Chace Tolman
2.      Pengertian Toeri Belajar Sign Learning
3.      Konsep-konsep utama Sign Learning





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Edward Chace Tolman
Tolman (1886-1959) lahir di Newton, Massachusetts. Ia memperoleh gelar Master of Art (1912) dan doktornya di Universitas Harvard pada bidang psikologi. Lalu ia mengajar di Universitas Northwestern (1915-1918). Dari universitas ini ia pergi ke Uneversitas California,[3] dan menetap di sana hingga ia mengundurkan diri karena menolak untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran kebebasan akademik. Akan tetapi ia kembali lagi ke universitas ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai camuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach, padahal ia merasakan psikologi merupakan obyektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis.[4]
Teori sign Learning adalah campuran dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman mengikuti Gestalt dengan menggangap bahwa tingkah laku merupakan keseluruhan dan mempunyai arti yang disebut juga sebagai “Molar Behaviorisme” Tolman menpelajari tingkah laku dengan mempelajari stimulus dan respon-respon yang tampak (overt). Dalam menacapai tujuan yang dikehendaki, tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip “LEAST EFFORT” yaitu suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam mencapai tujuan
Definisi Sign Learning menurut Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena suatu stimulus (the sign) akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan sehingga rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti mengenai keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map
Sign Learning adalah proses penemuan bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau suatu sign ke sign lain sampai kepada goal. Menurut Tolman belajar merupakan proses yang terus menerus tanpa membutuhkan motivasi, artinya tanpa motivasi bisa terjadi belajar dan hasil belajar dalam Sign Learning adalah berupa gambaran mengenai lingkungan/peta kognitif. Dalam belajar menurut Tolman ada Reward Expectancy yaitu pengharapan kepada hadiah. Ada penghargaan mengenai suatu sign ke sign yang lain.[5]
B.     Perilaku Molar
Menurut Tolman perilaku Molar itu cirri utamanya adalah bersifat purposive, selalu tertuju atau terarah pada suatu tujuan tertentu.[6] Karateristik utama pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat bahwa perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan studi, namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai suatu maksud tertentu yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang parsial atau dari elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka. Yang harus diperhatikan, bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot, kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-respon seperti di atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat mereka sendiri.[7]

C.    Purposive behaviorisme
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan istilah purposive semata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisma sedang mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.[8] Tolman juga mengembangkan teori kognitif dalam belajar.[9]
D.    Konsep-konsep Utama Teori Sign Learning
Salah satu persoalan yang menjadi perhatian Tolman ialah apa sebenarnya yang dipelajari oleh organism (anak didik). Menurut kaum behaviorisme pada umumnya yang dippelajari adalah asosiasi antara stimulus dan respons, baik yang sederhana maupun komplek. Tolman sendiri tidak setuju dengan pendapat itu. Menurut beliau (yang dipengaruhi oleh pandangan Gestalt) bahwa belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan sesuatu dalam lingkungan. Organism dalam mengadakan eksplorasi menemukan bahwa suatu kejadian atau keadaan itu mengarah kepada kejadian yang lain, atau dari suatu pertanda mengarah kepada pertanda 9sign) yang lain.[10]
Ada beberapa hal-hal penting yang perlu diketahui di dalam pembahasan ini, antara lain :
1.      Confirmation versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variable pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Rinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior. Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, Bruner menyatakan ada 4 tahap pengambilan keputusan:
*      Kategorisasi primitive, di mana obyek atau peristiwa yang diamati diisolasi dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus.
*      Mencari tanda (cue search), di mana si pengamat secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.
*      Konfirmasi, terjadi setelah obyek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahap ini si pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmsi keputusannya. Masukan-masukan yang tidak releven dihindari.
*      Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga diabaikan.[11]

2.      Vicarious Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpang siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya. Pada vicarious trial and Error organisasi melakukan secara kognitif tanpa perilaku yang nyata. Hal ini berbeda dengan kaum behaviorsme.[12]

3.      Learning Versus Performance
Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull membedakan antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu-satunya variable belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam sistemnya merupakan variable capaian (performance). Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke dalam prilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi juga penting bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan, organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real testing yang bisa menguangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan atau meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan meminumnya salah satu dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga terasa haus.[13] Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah :
*      Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa beberapa strategi problem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.[14]
*      Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau tujuan tercapai.
*      Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan learning dan performance.[15]


4.      Latent Learning
Latent learning adalah belajar yang tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata lain, latent learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam prilaku. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi Tolman,[16] dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).[17]
5.      Reinfocement Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada ahli teori S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu prilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah, prilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan.
            Dalam artikelnya (1949), "There is More than One Kind of Learning", Tolman membagi belajar menjadi enam macam.
1.      Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada kecenderungan belajar untuk berhubungan dengan obyek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya, makanan tertentu yang tersedia bisa jadi mencukupi rasa lapar seseorang yang hidup di suatu negeri. Masyarakat yang hidup di suatu negeri, di mana ikan selalu dimakan akan cenderung untuk dicari guna memenuhi rasa laparnya. Individu-individu yang sama akan menghindari daging sapi atau spageti karena bagi mereka, makanan itu tidak dihubungkan dengan kepuasan rasa lapar. Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk dicari-cari ketika drive itu terulang.
2.      Equivalence Beliefs
Ketika sebuah "subgoal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan dirinya, maka subgoal itu dikatakan mendasari sebuah equivalence belief. Hal seperti ini hamper sesuai dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949) menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological drives. Misalnya, sepanjang dapat dipertunjukkan bahwa dengan need siswa untuk cinta dan penerimaan yang baik tanpa harus menceritakan tentang nilai ataupun kualitasnya, kemudian kita ingin mempunyai bukti untuk equivalence belief.
3.      Field Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah organisme belajar tentang obyek dan fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign yang lain akan mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan untuk menerangkan latent learning dan place learning.
4.      Field-Cognition Modes
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi problem-solving. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun perceptual field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field cognition modes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan.
5.      Drive Discrimination
Drive discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme dapat menentukan status drive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya, telah ditemukan bahwa seekor binatang dapat dilatih untuk masuk searah dalam T-maze, ketika mereka marasa lapar ataupun haus.
6.      Motor Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan dengan prilaku. Motor patern learning ini merupakan suatu usaha untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi Guthrie tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimuli.[18]










BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Teori sign Learning adalah campuran dari Behaviorisme dengan Gestalt. Tolman mengikuti Gestalt dengan menggangap bahwa tingkah laku merupakan keseluruhan dan mempunyai arti yang disebut juga sebagai “Molar Behaviorisme” Tolman menpelajari tingkah laku dengan mempelajari stimulus dan respon-respon yang tampak (overt).  Dalam menacapai tujuan yang dikehendaki, tingkah laku cenderung memakai apa yang disebut prinsip “LEAST EFFORT” yaitu suatu prinsip untuk memilih cara termudah dan terpendek dalam mencapai tujuan
Definisi Sign Learning menurut Tolman adalah suatu harapan yang diperoleh karena suatu stimulus (the sign) akan diikuti oleh stimulus yang lain (the sign figate) yang diberikan sehingga rute suatu tingkah laku dipelajari. Belajar bukan tindakan melainkan arti mengenai keadaan di lingkungannya yaitu apa yang disebut Cognitive Map Sign Learning adalah proses penemuan bahwa suatu stimulus menuju stimulus lain atau suatu sign ke sign lain sampai kepada goal. Menurut Tolman belajar merupakan proses yang terus menerus tanpa membutuhkan motivasi, artinya tanpa motivasi bisa terjadi belajar dan hasil belajar dalam Sign Learning adalah berupa gambaran mengenai lingkungan/peta kognitif. Dalam belajar menurut Tolman ada Reward Expectancy yaitu pengharapan kepada dadiah. Ada penghargaan mengenai suatu sign ke sign yang lain.
B.     Kritik & Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1998).
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)
Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009.
B. R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Prentice Hall, 1997.


[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta: Renika Cipta, 1998), 122
[2] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 82
[3] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 71
[4] B. R. Hergenhahn, An Introduction to Theories of Learning, New Jersey, Prentice Hall, 1997, hal :  299 lihat juga Defi Darwayanti, psikologi belajar, hal :71
[5] http://catatannyandukfaiq.blogspot.com/2009/05/aliran-gestalt.html
[6] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 72
[7] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 6
[8] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[9] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 73
[10] Ibid, hal : 73-74
[11] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 87-88
[12] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 75
[13] Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal : 90
[14] Ibid, hal : 90-91
[15] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[16] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 77
[17] http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html
[18] Defi Darmayanti, psikologi Belajar, Bandung : Citapustaka Media perintis, 2009, hal : 77 lihat juga dalam situs berikut : http://nicologylearning.blogspot.com/2012/01/teori-belajar-edward-chance-tolman.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar