Selasa, 12 November 2013

sejaran kemunduran pendidikan Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat pada zaman Nabi Muhammad SAW. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberikan contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung ide-ide pembentukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan pada masa sekarang. Orang Mekah Arab yang tadinya menyembah berhala, musyrik, kafir, kasar, dan sombong maka dengan usaha kegiatan Nabi mengIslamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan sekaligus berarti bahwa Nabi SAW adalah seorang pendidik yang berhasil. Perubahan dan tingkah laku yang sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Untuk itu perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilan.
Maka pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal. Dan karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.[1]
Pendidikan Islam mengalami beberapa fase perkembangan seiring dengan perkembangan agama Islam itu sendiri. Dimulai dari pada masa Nabi Muhammad SAW, kemudian dilanjutkan pada masa Khulafaur Rasyidin, dan mencapai masa kegemilangan pada masa Khalifah-Khalifah yang memerintah Negara Islam silih berganti. Sampai akhirnya Islam mengalami kemunduran yang juga turut mempengaruhi pendidikan Islam.
Kemudian pendidikan Islam mengalami masa kebangkitan kembali yang dinamakan fase pembaharuan. Pada fase ini pendidikan Islam mulai naik kembali dengan beberapa tokoh pembaharu Islam.

B.     Rumusan Masalah
Objek pembahasan dalam Makalah ini selanjutnya dijabarkan melalui rumusan masalah antara lain :
ü  Bagaimana pendidikan Islam pada masa pembaharuan ?
ü  Siapa saja tokoh pembaharuan pendidikan Islam masa pembaharuan, dan sejauh mana kontribusi mereka dalam pendidikan Islam ?
ü  Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan Islam masa pembaharuan ?

C. Tujuan Penyusunan Makalah
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Tersturuktur Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam IAIN Sumatera Utara. Selain itu juga untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai pendidikan Islam pada masa pembaharuan Islam.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.
Latar Belakang Sosial Politik Kemunduran Pendidikan Islam
Tampilnya dinasti Abasiyah yang menggantikan dinasti Umayyah dalam peradaban Islam membawa corak baru dalam budaya Islam dan terutama dalam bidang pendidikan Islam. Pada periode pertama dinasti Abasiyah (132 H/750 M-232 H/847 M), dunia pendidikan Islam mengalami masa kejayaannya (lahirnya sekolah-sekolah yang tak terhitung banyaknya yang tersebar dari kota-kota sampai desa-desa) dan sekaligus pada periode kedua dinasti Abasiyah (847 M-942 M) menjadi awal kemunduran intelektual Islam dan terlihat nyata pada periode kelima (akhir dinasti abasiyah 1258 M).[2] Hal ini sesuai dengan siklus sejarah yang bersifat faktual yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya, yaitu ada generasi perintis, generasi penerus, generasi penikmat, dan generasi penghancur.
Beberapa hal yang melatar belakangi dinasti tersebut mundur/hancur, tentunya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan Islam di dunia. Adapun beberapa hal yang menjadi akar kehancurannya yaitu; adanya faktor internal (konflik dalam keluarga Istana, dominasi militer, keuangan, berdirinya dinasti-dinasti kecil, luasnya wilayah, dan fanatisme keagamaan/aliran-aliran) dan faktor ekternal (terjadinya perang salib dan serangan tentara Mongol).
Sedangkan Islam di bagian Barat telah mengalami kemajuan dan kesuksesan selama kurang lebih delapan abad. Spanyol dengan pusat ibu kotanya di Cordova telah menjadi kiblat ilmu pengetahuan yang menyaingi Baghdad. Perkembangan ilmu pengetahuan di Spanyol juga mengalami kemandekan bahkan kemunduran sebagaimana kota Baghdad karena beberapa faktor: (1) adanya konflik kekeluargaan karena tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan diantara ahli waris, (2) lemahnya figur dan kharismatik para khalifah pengganti, (3) perselisihan di kalangan umat Islam sendiri, (4) konflik Islam dengan Kristen di dalam negeri karena kebijakan pemerintah tidak melakukan islamisasi secara sempurna, (5) munculnya kerajaan-kerajaan kecil yang saling berebut kekuasaan.[3]
Dalam posisi yang lemah tersebut kemudian dimanfaatkan oleh orang Kristen Spanyol untuk menyerang dan menghancurkan Islam. Hancurnya kekuasaan Islam di Baghdad dan Cordova adalah sebagai faktor utama yang melatar belakangi kemunduran pendidikan Islam.
  1.  Faktor-faktor Penyebab Kemunduran Pendidikan Islam
Dalam sejarah kehancuran total yang dihadapi kota-kota pendidikan dan kebudayaan Islam yang mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran Islam yaitu disebabkan:
1)        Berlebihannya filsafat Islam yang bersifat sufistik
Dalam buku “Sejarah Pendidikan Islam” editor Samsul Nizar (2009) yang mengutip dari Zuhairini dkk, menjelaskan tentang 2 pola intelektual yang saling berlomba mengembangkan diri dan memiliki pengaruh yang besar dalam pengembangan pola pendidikan umat Islam yang muncul dalam sejarah panjang dunia Islam. Dari pola pikir yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan diri pada wahyu yang kemudian berkembang menjadi pola sufistik dan mengembangkan pola pendidikan sufi. Pola ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniyah dan akhlak (budi pekerti). Sedangkan pola pemikiran rasional mementingkan akal pikiran yang menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola yang kedua ini sangat memperhatikan intelektual dan penguasaan materi.
2)        Sedikitnya kurikulum Islam
Dalam buku “Sejarah Pendidikan Islam” editor Samsul Nizar (2009) yang mengutip dari Mahmud Yunus, menjelaskan tentang sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran umum yang ada di madrasah-madrasah, seperti menafikan perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman dan hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan yang ditambah dengan sedikit gramatikal dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Dengan penyempitan kurikulum yang ada juga sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu keagamaan yang murni (tafsir hadits, fiqih, usul fiqih, ilmu kalam, dan teologi Islam). Sedangkan ilmu-ilmu keagamaan yang ada adalah yang tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menyucikan diri dan ditambah dengan pendidikan sufi.[4]
3)        Tertutupnya pintu ijtihad
Ini disebabkan dengan runtuhnya kota-kota pendidikan Islam, sehingga pelaksanaan pendidikan Islam banyak dilaksanakan dirumah-rumah para ulama yang pada akhirnya madrasah-madrasah kurang berfungsi. Namun demikian, pendidikan di madrasah masih terus dilakukan akan tetapi dengan mata pelajaran yang beraliran sufi dan sehingga para ulama banyak yang meninggalkan ijtihad. Selain itu, hal ini akan mengakibakan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual yang mengakibatkan semakin statis kebudayaan Islam karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya yang baru, bahkan ketidak mampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan baru yang muncul.[5]
4. Kebangkitan  (Aufklarung) Pendidikan Barat
      Kebangkitan Barat dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan ditandai dengan zaman Renainssance (lahir kembali), setelah mereka mengalami zaman pertengahan yang telah dikungkung oleh dominasi dogma-dogma Gereja. Keadaan seperti itu mengakibatkan perkembangan pendidikan menjadi mandek dan mengalami kegelapan. Oleh sebab itu di dalam kegelapan itu mereka merenung mencari alternatif, sehingga teringat suatu zaman yang berpendikan maju, pemikiran tidak dikungkung yaitu zaman Yunani kuno.[6]
Kebangkitan Barat yang telah mencapai kedudukan setara dengan kebudayaan-kebudayaan besar terjadi pada abad ke-16. Masa ini adalah proses tranformasi yang sangat penting yang akan memungkinkan Barat akan menguasai dunia secara keseluruhan. Perkembangan ini telah disiapkan Barat sejak dari 300 tahun. Sebagai masyarakat agraris konvensional, Eropa telah mentransformasikan diri dari lapisan atas hingga lapisan bawah, dan menata ulang seluruh sektor ekonomi, sosial, agama, pendidikan, politik, dan intelektual secara keseluruhan.[7] Kebangkitan Eropa ini barang tentu sangat didukung oleh kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pada masa ini telah ditandai dengan banyaknya temuan dibidang sains dan munculnya beberapa tokoh ilmuwan, seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543), Johanes Kepler (1571-1630), Galileo Galilei (1564-1643), dan lain sebagainya.[8]
Kebangkitan kembali Barat dalam segala sektor, khususnya ilmu pengetahuan tidak lepas dari pengaruh pemerintahan Islam. Islam yang pada masa kejayaan telah menganut pola pemikiran yang rasional, mementingkan akal pemikiran, yang dapat menimbulkan pola pendidikan empiris rasional, serta memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material sedikit demi sedikit telah berpindah ke Barat.
Perpindahan ilmu pengetahuan ini melalui daerah-daerah yang terjadi kontak langsung antara Islam dan Barat yaitu melalui Andalusia, pulau Silsilia (Italia), dan perang Salib. Di Andalusia saat Spanyol jatuh ke tangan kekuasaan raja Alfonso VII pada tahun 1236 M, orang Spanyol Kristen, sebagai kata Hitti telah terpesona pada peradaban Islam yang gemilang, serta sadar atas kerendahan mereka dalam seni, sastra, filsafat, dan ilmu pengetahuan serta mereka segera mencontoh Arab dalam cara hidup. Di pulau Silsilia saat penguasaan bani Aghlab berakhir, Constatin African mendirikan sekolah tinggi kedokteran yang menjadi sekolah tinggi kedokteran pertama di Eropa sebagai pengembang llmu kedokteran Islam. Banyak buku-buku kedokteran yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin, seperti karangan Hunain bin Ishaq, Ali Abbas, dan ar-Razi.[9]
5. Profil Pendidikan Islam pada Masa Kemunduran
Kehancuran total kekuasaan Islam di  Baghdad dan Cordova juga sangat berdampak pada kemunduran pendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan buku ilmu pengetahuan di kedua pusat kota Islam itu menyebabkan mandeknya aktifitas intelektual diseluruh wilayah Islam. Suasana gelap dan memprihatinkan telah menyelimuti dunia Islam akibat berbagai krisis yang mencekam.[10]
Kemandekan dalam intelektual itu telihat dalam suatu pernyataan “pintu ijtihad telah tertutup” dan ajaran menyatakan bahwa “dunia adalah penjara bagi kaum muslimin”. Penutupan pintu ijtihad ini telah menyumbat pemikiran yang orisinal dan bebas serta membawa pada kemancetan umum pada aspek ilmu hukum dan intelektual. Dalam bidang fiqih yang berkembang adalah tradisi taklid buta dan menganggap kitab-kitab fiqih lama sebagai sesuatu yang sudah baku dan harus diikuti dengan apa adanya. Kebiasaan menulis dengan penulisan karya-karya asli tidak lagi ditemukan. Tradisi yang berkembang adalah hanya memberi komentar-komentar dari buku-buku lama. Tidak seperti halnya yang terjadi sebelumnya, misalnya Fakhruddin al-Razi menulis sebuah komentar tentang karangan Ibn Sina, akan tetapi dia tetap membuat karya yang independen.
Kemunduran pendidikan ini Nampak jelas dengan sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran. Selain itu juga menyempitnya bidang ilmu pengetahuan umum dan terbatasnya ilmu-ilmu agama. Kemudian waktu yang diperlukan dalam menempuh studi juga relatif singkat, sehingga mengakibatkan kurangnya pendalaman materi pelajaran yang diterima. Hal ini menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan mandek dan mengalami kemorosotan. Madrasah-madrasah yang berkembang diwarnai oleh khalaqah-khalaqah dan zawiat-zawiat sufi, karya-karya sufi dimasukkan ke dalam kurikulum yang formal, dan kurikulum akademis terdiri dari hampir seluruh buku-buku tentang sufi.
Pada masa kejayaan kerajaan Turki, walaupun mereka sangat kuat dalam bidang politik dan kemiliteran akan tetapi dalam ilmu pengetahuan tidak begitu menonjol, kecuali bidang arsitektur. Sufisme pada masa itu sangat digemari mayarakat dan sangat berkembang pesat. Keadaan frustasi yang merata karena hancurnya tatanan kehidupan intelektual dan material akibat konflik internal dan serangan tentara mongol yang membabi buta dan menyebabkan mereka bersifat fatalistik dan kembali kepada Tuhan. Pada masa itu lapangan ilmu pengetahuan menyempit. Madrasah adalah satu-satunya lembaga pendidikan umum dan di dalamnya hanya mengajarkan pendidikan keagamaan.[11]
Pada masa pemerintahan Mahmud II, Turki mengadakan reformasi dalam bidang pendidikan. Hal ini dipicu karena kemajuan militer Turki tidak diimbangi dengan sains sehingga saat berperang dengan musuh lamanya Eropa, pihak Turki mengalami kekalahan saat kontak senjata. Sultan Mahmud II mengubah pola madrasah tradisional disesuaikan dengan zamanya (abad 19), dan mengikis buta aksara. Dalam kurikulum baru dimasukkan pelajaran umum dengan memulai sosialisasi kepada masyarakat. Dia mendirikan sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Selain mendirikan sekoslah modern sultan Mahmud II juga banyak mengirimkan pelajar ke Eropa. Akan tetapi dengan waktu yang sangat singkat ini, Turki tidak bisa mengejar ketertinggalanya dengan Eropa yang telah bangkit lebih dahulu dengan persiapan kurang lebih 300 tahun.

  1. Pemikiran Pembaharuan Dalam Islam
Tercatat beberapa nama ulama besar yang berperan sebagai pembaharu bidang pendidikan Islam yang muncul di Timur Tengah, seperti Muhammad Ali Pasya, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dari Mesir. Kemudian tercatat nama Muhammad Iqbal dari India dan sebagainya. Pada masa kemunduran Islam abad 13-18, segala warisan filsafat dan ilmu pengetahuan diperoleh Eropa dari Islam, ketika umat Islam larut dalam kegemilangan sehingga tidak memperhatikan lagi pendidikan, maka Eropa tampil mencuri ilmu pengetahuan dan belajar dari Islam. Eropa kemudian bangkit dan Islam mulai dijajah dan mengalami kemunduran. Hampir seluruh wilayah dunia Islam dijajah oleh Bangsa Eropa termasuk Indonesia. Penemuan-penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi muncul di Eropa. Misalnya dalam bidang mesin, listrik, radio, yang semuanya itu menunjang semakin kuatnya Eropa terhadap dunia Timur bahkan sampai ke Indonesia. Dunia jadi berbalik, dunia Timur terpukau dan terbius kemujuan yang dialami Eropa.
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari Bangsa Eropa telah timbul mulai abad ke 11 sampai ke 17 Masehi. Dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh Turki Utsmani dalam peperangan dengan Negara-Negara Eropa. Mereja mulai memperhatikan kemajuan yang dialami Eropa dengan mengirimkan utusan-utusan untuk mempelajari kemajuan Eropa terutama dari Prancis dan didirikan sekolah-sekolah Militer di Turki pada tahun 1734.[12]
Dalam membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan, termasuk usaha-usaha dibidang pendidikan.[13] Kebangkitan kembali umat Islam khususnya bidang pendidikan Islam adalah dalam rangka untuk pemurnian kembali ajaran-ajaran Islam dengan pelopor-pelopor di berbagai daerah masing-masing. Adapun mereka mengemukakan opini kebangkitan dengan mengacu kepada tema yang sama yaitu adalah :
·         Mengembalikan ajaran Islam kepada unsur-unsur aslinya, dengan bersumberkan kepada Al-Qur’an, Hadist dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul, dan mistik.
·         Menyatakan dan membuka kembali pintu ijtihad setelah beberapa abad dinyatakan ditutup.[14]

B.     Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh Bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah :
1)      Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Eropa,
2)      Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni,
3)      Usaha yang berorientasi pada Nasionalisme.

*      Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada pendidikan modern di Barat.
Mereka berpandangan, pada dasarnya kekuatan dan kesejahteraan yang dialami Barat adalah hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Golongan ini berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh Barat sekarang ini merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan itu harus dikuasai kembali. Cara pengembalian itu tidak lain adalah melalui pendidikan, karena pola pendidikan Barat dipandang sukses dan efektif, maka harus meniru pola Barat yang sukses itu. Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat, mulai timbul di Turki Utsmani akhir abad ke 11 H / 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu.[15]
Pada dasarnya, mereka (golongan ini) berpandangan bahwa pola pendidikan Islam harus meniru pola Barat dan yang dikembangkan oleh Barat, sehingga pendidikan Islam bisa setara dengan pendidikan mereka. Mereka berpandangan bahwa usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan lembaga pendidikan / sekolah dengan pola pendidikan Barat, baik sistem maupun isi pendidikannya.[16] Jadi intinya, Islam harus meniru Barat agar bisa maju.
*      Golongan yang berorientasi pada sumber Islam yang murni.
Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber dari kemajuan dan perkembangan peradaban Ilmu Pengetahuan modern. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya. Sebab-sebab kelemahan umat Islam meurut mereka adalah karena tidak lagi melaksanakan ajaran Agama Islam sebagaimana mestinya. Ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi digunakan untuk sumber kemajuan dan kekuatan. Pola ini dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh.[17]
Disamping itu, dengan berhentinya perkembangan ilmu yang ditandai dengan penutupan pintu ijtihad, umat Islam telah kekurangan daya untuk mengatasi problematika hidup yang menantangnya sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman. Pola pembaharuan ini telah dirintasi oleh Muhammad bin Abdul Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin Al-Afghani (akhir abad 19 M). Menurut Jamaluddin Al-Afghani, pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadist dalam artinya yang sesungguhnya, tidaklah mungkin tidak dilakukan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah sesuai untuk semua bangsa, zaman dan semua keadaan.
Dalam hal ini, apabila ditemukan adanya pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi yang ada pada perubahan zaman, penyesuaian akan diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru pada ajaran Islam. Oleh karenanya, pintu ijtihad harus dibuka.[18] Menurut Jamaluddin Al-Afghani, kemunduran umat Islam bukanlah karena Islam, sebagaimana dianggap oleh kebanyakan orang karena tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat Islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi Islam. Ajaran Islam sebenarnya hanya tinggal dalam ucapan dan diatas kertas.[19] Jadi, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam murni yang tidak terkontaminasi oleh ajaran dan paham asing. Kalau manusia berpedoman kepada agama, ia tidak sesat untuk selama-lamanya.[20]

*      Usaha yang berorientasi kepada Nasionalisme
Golongan ini melihat di Barat rasa Nasionalisme ini timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern sehingga mengalami kemajuan yang menimbulkan kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan ini pada umumnya mendorong Bangsa timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme mereka masing-masing. Yang mendorong berkembangnya nasionalisme adalah karena kenyataannya mereka terdiri dari berbagai bangsa dengan latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.[21]
Golongan ini berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam dengan memperhatikan situasi dan kondisi objektif umat Islam yang bersangkutan. Dalam usaha mereka bukan semata mengambil unsur-unsur budaya Barat yang sudah maju, tetapi juga mengambil unsur dari budaya warisan bangsa yang bersangkutan. Ide kebangsaan inilah yang akhirnya menimbulkan timbulnya usaha merebut kemerdekaan dan mendirikan pemerintahan sendiri dikalangan pemeluk Islam. Sebagai akibat dari pembaharuan dan kebangkitan kembali pendidikan ini terdapat kecendrungan dualisme sistem pendidikan kebanyakan negara tersebut, yaitu sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional.[22]








BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
Dari beberapa pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa islam pernah mencatat pencapaian sains dan teknologi yang sangat mencengangkan. Masa keemasan itu ditandai oleh berkembangnya tradisi intelektual dan kuatnya spirit pencarian pengembangan sains. Akan tetapi pada saat ini dunia islam mengalami kemunduran dan kemerosotan yang disebabkan oleh beberapa faktor yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal. Sehingga dari beberapa faktor eksternal tersebut kami ambil salah satu faktor saja bahwa penyebab kemunduran pendidikan dikarenakan adanya pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar. Sedangkan dari faktor internal adalah dikarenakan ummat islam terutama pemerintahnya sudah tidak lagi memperhatikan ilmu pengetahuan dan para ahli lebih tertarik untuk terlibat dalam urusan-urusan politik.
Oleh karena itu keadaan ummat islam terutama pada pendidikan sangat statis. Hingga masyarakat pada waktu itu lebih memilih untuk mengembalikan segala sesuatunya kepada Tuhan. Atau yang disebut dengan aliran pemikiran tradisionalisme ketimbang mereka sehingga ketidakmampuan intelektual tersebut merealisasikan ”pernyataan” bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikatakan macet total.

B. Saran & Kritikan
Berkreasilah dengan fikiranmu karena fikiranmu adalah Tuhan yang akan menentukan masa depanmu. Dan jika ada yang salah pemakalah minta maaf. Atas perhatiannya pemakalah ucapkan terima kasih.








DAFTAR PUSTAKA


1.      Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1982.
2.      Boehori, Islam Mengisi Kehidupan, Surabaya : Al-Ikhlas, 1982.
3.      Edi Yusrianto, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekanbaru : Intania Grafika.
4.      Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995.
5.      Abudin Nata, 2004, sejarah pendidikan Islam”, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada.
6.      Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cet: Ke-3, 2009.
7.      Ahmad Tafsir,“Filsafat Umum”, Bandung, PT Remaja Rosyda Karya, 1990.
8.      Karen Armstrong, “ISLAM Sejarah Singkat” Yogyakarta: Jendela, 2003, hal: 163-164
9.      Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1991, hal : 28


[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1991, hal : 28
[2] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cet: Ke-3, 2009, hal: 183
[3] Ibid, hal : 184-189
[4] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cet: Ke-3, 2009, hal: 190-191
[5] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cet: Ke-3, 2009, hal: 191-192
[6] Ahmad Tafsir,“Filsafat Umum”, Bandung, PT Remaja Rosyda Karya, 1990, hal: 125
[7] Karen Armstrong, “ISLAM Sejarah Singkat” Yogyakarta: Jendela, 2003, hal: 163-164
[8] Ahmad Tafsir, Op.Cit, hal 126
[9] Musrifah Sunanto,“SEJARAH ISLAM KLASIK” Jakarta Timur; Prenata Media, 2003, hal: 223-228
[10] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Cet: Ke-3, 2009, hal: 191-192
[11] Abudin Nata, 2004, “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM”, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, hal 283-286
[12] Edi Yusrianto, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekanbaru : Intania Grafika, hal : 52
[13] Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995, hal : 117
[14] Edi Yusrianto, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekanbaru : Intania Grafika, hal : 51
[15] Ibid, hal : 52-53
[16] Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995, hal : 118
[17] Edi Yusrianto, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekanbaru : Intania Grafika, hal : 53
[18] Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995, hal : 122
[19] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta : Penerbit Bulan Bintang, 1982, hal : 55
[20] Boehori, Islam Mengisi Kehidupan, Surabaya : Al-Ikhlas, 1982, hal : 24
[21] Edi Yusrianto, Lintasan Sejarah Pendidikan Islam. Pekanbaru : Intania Grafika, hal : 53
[22] Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 1995, hal : 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar