Sabtu, 09 November 2013

sejarah peradaban Islam tentang Khalifah Abu Bakar Ash Shiddik


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan islam pada masa lampau. Namun, kadang kita sebagai umat Islam malas untuk melihat sejarah. Sehingga kita cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apa pun.
            Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah islam yang sebenarnya.
B.     Rumusan Masalah
            Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:
ü  Riwayat singkat Abu Bakar Ash-Shiddiq
ü  Proses dilantiknya Abu Bakar menjadi Khalifah
ü  Perkembangan pemerintahan pada masa Abu Bakar baik dalam segi politik, ekonomi dan sosial.
ü  Perkembangan (penyebaran) Islam pada zaman Abu Bakar.
ü  Peradaban Islam pada masa Abu Bakar
ü  Wafatnya (meninggalnya) Khalifah Abu Bakar.
C.    Tujuan Penulisan
            Ada beberapa tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
ü   Mahasiswa mampu menceritakan sejarah peradaban Islam pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
ü  Mahasiswa mampu menjelaskan latar belakang khalifah Abu Bakar, baik dari segi keturunannya, proses menjadi khilafah, dan wwaktu wafatnya.
ü  Mahasiswa mampu memahami apa saja perkembangan yang terjadi pada masa ke khalifaan Abu Bakar Ash-Shiddiq, baik dari bidang politik, sosial, ekonomi, dan pengetahuan.
ü  Mahasiswa mampu memahami dan menggambil ibrah dari sejarah para sahabat Nabi, terlebih-lebih Abu Bakar Ash-Shiddiq.
D.    Metode Penulisan
            Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman.
BAB II
PEMBAHASAN
KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A.    Riwayat Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah nama yang disandangkan (julukan) terhadap beliau, sedangkan nama asli beliau adalah Abdullah bin Abi Quhafah bin ustman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi Al-Quraishi. Berarti silsilah keturunannya dengan Nabi Muhammad Saw bertemu pada Murrah bin Ka’ab. Abu Bakar dilahirkan di lingkungan suku yang sangat berpengaruh pada tahun 573 M, dan suku yang juga banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab.[1]
            Abu Bakar dilahirkan dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad Saw. Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Abu Bakar merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa Muhammad SAW dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.
            Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya untuk mengimani shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad pun meninggal dunia setelah peristiwa tersebut.[2] Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh suku Quraish, menemani Rasulullah Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memperdekakannya, seperti yang dilakukannya terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan dan lain-lainnya.[3]
            Abu Bakar adalah sahabat Rasulullah saw. Pada suatu hari ,dia hendak menemui Rasulullah saw, ketika ketemu dengan Rasulullah saw , dia berkata ”Wahai Abul Qosim(panggilan Nabi),ada apa denganmu ,sehingga engkau tidak terlihat di majelis kaummu dan orang -orang menuduh bahwa engkau telah berkata buruk tentang nenek moyangmu dan lain lain lagi..? Rosulullah saw bersabda “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah swt dan aku mengajak kamu kepada Allah swt, setelah selesai Rasulullah saw berbicara, Abu Bakar pun langsung masuk Islam. Melihat keislamannya itu beliau gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua gunung di Mekkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan beliau. Kemudian Abu Bakar menemui Utsman bin Affan,Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam,dan Saad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam.Lalu,merekapun masuk Islam.Hari berikutnya Abu bakar menemui Utsman bin Mazhum, Abu Ubaidah bin Jarrah,Abdurarahman bin Auf,Abu Salamah bin Abdul Saad,dan Arqam bin Abil Arqam r.hum,juga mengajak mereka untuk masuk Islam,dan mereka semua juga masuk Islam.
            Sedangkan Istrinya Qutaylah bint Abd-al-Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman ibn Abi Bakar menerima Islam. Sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah. Masuknya Abu Bakar berpegaruh besar dalam Islam. Teman - teman dekatnya diajak untuk masuk Islam. Mereka yang masuk Islam karena diajak oleh Abu Bakar adalah :
·         Utsman bin Affan (yang akan menjadi Khalifah ketiga)
·         Al-Zubayr
·         Talhah
·         Abdur Rahman bin Awf
·         Sa`d ibn Abi Waqqas
·         Umar ibn Masoan
·         Abu Ubaidah ibn al-Jarrah
·         Abdullah bin Abdul Asad
·         Abu Salma
·         Khalid bin Sa`id
·         Abu Hudhaifah bin al-Mughirah
            Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.[4]
            Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
B.     Abu Bakar Menjadi  Khalifah
            Rasulullah, Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya,  Belum lagi Rasulullah dikebumikan , disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin ,tentang pengganti rasul dalam pemerintahan. Ketika Rasulullah wafat, beliau tidak berpesan mengenai siapa yang jadi penggantinya kelak, pada saat Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Rasulullah. Itulah perselisishan pertama yang terjadi pasca rasulullah wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke saqifah (suatu tempat dimadinah yang biasa digunakan oleh kaum Anshar untuk membahas suatu masalah).[5]
            Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Rasulullah tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar menjelang wafat rasulullah untuk menjadi Imam. Sesuatu yang masih merupakan tanda tanya terhadap mendat tersebut. Adakah suatu pertanda Rasulullah menunjuk Abu Bakar atau tidak. Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat-sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah.
            Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu bakar dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat-cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah. Dalam pertemuan tersebut, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubaidah, sebagai pengganti Rasulullah. Akan tetapi, suku Aus belum menjawab atas pandangan tersebut. Ketika perdebatan diantara mereka, Abu bakar berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan-kelebihan Anshar dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau masih ada , hai Abu bakar...! Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia, Engkaulah satu-satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar-kejar oleh orang-orang Quraisy engkaulah satu-satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai Abu Bakar, kami hendak membaiatmu.
            Pada awalnya Abu bakar sendiri merasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat yang ada di Saqifah bani Sa’idah itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor. Kemudian Abu Bakar berpidato; “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.[6]  Pidato yang diucapkan setelah pengangkatannya menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi menilai keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Nabi.
            Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa Abu Bakar dipilih secara aklimasi, walaupun tokoh-tokoh lain tidak ikut membai’atnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalha, dan Zubair yang menolak dengan hormat.[7] Pembahasan-pembahasan tentang khalifah ini akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran Islam. Dengan terpilihnya Abu bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri kekhilafahan pertama di dunia Islam.
C.    Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia di angkat menjadi khalifah seperti yang di atas. Secara lengkaf isi pidatonya sebagai berikut :
            “Wahai Manusia! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedang orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kalian”.
            Ucapan yang pertama sekali yang diucapkan oleh Abu Bakar ketika di bai’at, ini menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Di dalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketataan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Abu bakar melanjutkan kepemimpinan sebelumnya, baik kebijaksanaan dalam kenegaraan maupun pengurusan terhadap agama, di antara kebijaksanaannya ialah sebagai berikut :
Ø  Kebijaksanaan pengurusan terhadap Agama
            Ada beberapa kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar yang menyangkut terhadap Agama antara lain :
1.      Memerangi Nabi palsu,orang-orang yang murtad (Riddah) dan tidak mengeluarkan zakat
            Pada awal pemerintahannya, ia diuji dengan adanya ancaman yang datang dari ummat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di antara pertentangan tersebut ialah timbulnya orang-orang yang murtad (kaum Riddah),orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi Nabi seperti Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah, Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad, serta beberapa pemberontakan dari beberapa kabilah.[8]
            Untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq membentuk sebelas (11) pasukan dengan pemimpinnya masing-masing. Setiap pemimpin pasukan mendapat tugas untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas daerah yang ditentukan.  Abu Bakar menyampaikan wasiat kepada pasukan untuk tidak berkhianat, tidak menipu, tidak melampaui batas, tidak mencincang musuh, tidak membunuh anak-anak atau wanita atau orang lanjut usia, tidak memotong kambing atau unta kecuali untuk dimakan. Di antara wasiat yang disampaikan Abu Bakar kepada mereka ialah; “Jika kalian melewati suatu kaum yang secara khusus melakukan ibadah di biara-biara, biarkanlah mereka dan apa yang mereka sembah.”Pasukan ini dibaginya menjadi sepuluh panji, masing-masing pemegang panji diperintahkan untuk menuju ke suatu daerah. Adapun sebelas panglima dan tugasnya adalah sebagai berikut :
·         Khalid bin Walid diperintahkan untuk memerangi Tulaihah bin Khuwailid yang mengaku sebagai Nabi dan Malik bin Nuwairah yang memimpin pemberontakan dai al-Battah, suatu daerah di Arab tengah.
·         Ikrimah bin Abu Jahal diberi tugas untuk memerangi Musailamah al-Kazzab seorang kepala suku yang mengaku sebagai nabi. Gerakan ini muncul di daerah bani Hanifah yang terletak dipesisir timur Arab (Yamamah).
·         Syurahbil bin Hasanah mendapat tugas membantu Ikrimah, sebagai pasukan cadangan. Jika tugasnya selesai, ia dan tentaranya diperintahkan langsung menuju pusat wilayah Yamamah.
·         Muhajir bin Umayyah diutus untuk  menundukkan sisa-sisa pengikut Aswad al-Ansi (orang yang pertama mengaku sebagai nabi) di Yaman. Selanjutnya ia harus menuju Hadramaut untuk menghadapi pemberontakan yang dipimpin Kais bin Maksyuh di Jazirah Arab selatan.
·         Huzaifah bin Muhsin al-galfani diperintahkan untuk mengamankan daerah Daba yang terletak diwilayah tenggara, dekat Oman sekarang, juga karena pemimpin mereka mengaku Nabi.
·         Arfajah bin Harsamah ditugaskan untuk mengembalikan stabilitas daerah Muhrah dan Oman yang terletak dipantai selatan Jazirah Arabia. Mereka membangkang terhadap Islam dibawa pemimpinan Abu Bakar.
·         Suwaib bin Muqarin diperintahkan untuk mengamankan daerah Tihamah yang terletak sepanjang pantai Laut Merah. Mereka juga membangkang terhadap pimpinan Abu Bakar.
·         Al-Alla’ bin Hadrami mendapat tugas ke daerah kekuasaan kaum Riddah yang yang murtad dari Islam.
·         Amru bin Ash ditugaskan ke wilayah suku Kuda’ah dan Wadi’ah yang terletak di barat laut Jazirah Arabiyah. Mereka juga membelot terhadap kepemimpinan Islam.
·         Khalid bin Sa’id mendapat tugas menghadapi suku-suku besar bangsa Arab yang ada diwilayah tengah bagian utara sampai perbatasan Suriah dan Irak yang juga menunjukkan pembangkangan terhadap Islam.
·         Ma’an bin Hijaz mendapat tugas untuk menghadapi kaum Riddah yang berasal dari suku Salim dan Hawazin di daerah Ta’rif yang membangkan terhadap kepemimpinan Islam.
            Sementara itu, Abu Bakar sendiri telah siap berangkat memimpin satu pasukan ke Dzil Qishshah, tetapi Ali Rodhiyallahu ‘anhu berkeras untuk mencegah seraya berkata,
“Wahai Khalifah Rasulullah, kuingatkan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Perang Uhud, ‘Sarungkanlah pedangmu dan senangkanlah kami dengan dirimu.’ Demi Allah, jika kaum Muslimin mengalami musibah karena kematianmu, niscaya mereka tidak akan memiliki eksistensi sepeninggalanmu.”[9]
            Abu Bakar kemudian kembali dan menyerahkan panji tersebut kepada yang lain. Allah memberikan dukungan kepada kaum Muslimin dalam pertempuran ini sehingga berhasil menumpas kemurtadan, memantapkan Islam di segenap penjuru Jazirah, dan memaksa semua kabilah untuk membayar zakat.
2.      Pengumpulan Al-Qur’an
            Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.
3.      Ilmu Pengetahuan
            Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Syalabi lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
            Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat berjama’ah, membaca Al-qur’an dan lain sebagainya.[10]
Ø  Kebijaksanaan Kenegaraan
            Suyuthi Pulungan ada beberapa kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan,[11] yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Bidang eksekutif
            Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Misalnya untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, dan Zaid bin tsabit sebagai sekretaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Serta Umar bin Khathab sebagai hakim Agung. Untuk daerah kekuasaan Islam, dibentuklah provinsi-provinsi, dan untuk setiap provinsi ditunjuk seorang amir. Antara lain ;
·         Itab bin Asid menjadi Amir dikota Mekkah, amir yang diangkat pada masa Nabi
·         Ustman bin Abi Al-Ash, amir untuk kota Thaif, diangkat pada masa nabi
·         Al-Muhajir bin Abi Umayyah, amir untuk San’a
·         Ziad bin Labid, amir untuk Hadramaut
·         Ya’la bin Umayyah, amir untuk khaulan
·         Abu Musa Al-Ansyari, amir untuk zubaid dan rima’
·         Muaz bin Jabal, Amir untuk Al-Janad
·         Jarir bin Abdullah, amir untuk Najran
·         Abdullah bin Tsur, amir untuk Jarasy
·         Al-Ula bin hadrami, amir untuk Bahrain, sedangakn untuk Iraq dan Syam (Syria) dipercayakan kepada para pemimpin Militer.[12]
            Para Amir tersebut bertugas sebagai pemimpin agama, juga menetapkan hukum dan melaksanakan undang-undang. Artinya seorang amir di samping sebagai ppemimpin agama, juga sebagai hakim dan pelaksana tugas kepolisian. Namun demikian, setiap amir diberi hak untuk mengangkat pembantu-pembantunya, seperti katib, amil, Dan sebagainya.
2.      Pertahanan dan Keamanan
            Dengan mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ditunjuk adalah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah, Amr bin ‘Ash, Zaid bin Sufyan, dan lain-lain.
3.      Yudikatif
            Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khathab dan selama masa pemerintahan Abu bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri, dan masyarakat dikala itu dikenal ‘alim.
4.      Sosial Ekonomi
            Sebuah lembaga mirip Bait Al-Mal, di dalamnya dikelola harta benda yang didapat dari zakat, infak, sedekah, harta rampasan, dan lain-lain. Penggunaan harta tersebut digunakan untuk gaji pegawai negara dan untuk kesejahteraan ummat sesuai dengan aturan yang ada.
            Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengangkatan khalifah dilakukan secara musyawarah dengan aklamasi menerima dan mengangkat Abu bakar. Allah sendiri berfirman :
والذين استجابوا لربهم واقاموا الصلاة وامرهم شوري بينهم ومما رذقننهم ينفقون.
“Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) denngan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rizki yang kami berikan kepada mereka”.[13]
            Jadi dapat disimpulkan bahwa khalifah Abu bakar diangkat menjadi Khalifah dengan jalan Musyawarah, walaupun diantara Sahabat ada yang tidak ikut dalam pembai’atan dan pada akhirnya mereka melakukan sumpah setia.[14] Dengan demikian, secara nyata, pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah disetujui.
D.    Penyebaran dan Kekuasaan islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Islam pada hakikatnya adalah agama dakwah, artinya agama yang harus dikembangkan dan didakwahkan. Terdapat dua pola pengembangan wilayah Islam, yaitu dengan dakwah dan perang.[15] Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam.[16]
            Pada tahap pertama, Abu Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia. Pada bulan Muharram tahun 12 H (6333 M), ekspedisi ke luar Jazirah Arabia di mulai. Musanna dan pasukannya dikirim ke persia menghadapi perlawanan sengit dari tentara kerajaan Persia. Mengetahui hal itu, Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid yang sedang berada di Yamamah untuk membawa pasukannya membantu Musanna. Gabungan kedua pasukan ini segera bergerak menuju wilayah persia. Kota Ubullah yang terletak di pantai teluk Persia, segera duserbu. Pasukan Persia berhasil diporak-porandakan. Perang ini dalam sejarah Islam disebut dengan Mauqi’ah Zat as-Salasil artinya peristiwa untaian Rantai.
            Pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya menaklukkan Kerajaan Romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah ditentukan. Kempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut :
·         Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
·         Amru bin Ash mendapat perintah untuk menaklukkan wilayah Palestina yang saat itu berada di bawah kekuasaan Romawi Timur.
·         Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menaundukkan Tabuk dan Yordania.
·         Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah Selatan.
            Perjuangan tentara-tentara Muslim tersebut untuk menaklukkan Persia dan Romawi baru tuntas pada mas ke khalifaan Umar bin khathab.[17]
E.     Peradaban Pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa dan merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan Al-Qur’an. Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk menghimpun Al-Qur’an dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan kaum muslimin. Hal yang dilakukan sebagai usaha untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an setelah Syahidnya beberapa orang penghapal Al-Qur’an pada perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kainya penghimpunan ini. Sejak saat itulah Al-Qur’an dikumpulkan pada satu Mushaf.
            Selain itu, peradaban Islam yang terjadi pada praktik pemerintahan Abu Bakar terbagi pada beberapa Tahapan, yaitu sebagai berikut :
Ø  Dalam bidang penataan sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial masyarakat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, ia mengelola zakat, infak, dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, serta harta ghanimah yang dihasilkan dari rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul Mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan negara ini dibagikan untuk kesejahteraan para tentara, gaji para pegawai negara, dan kepada rakyat yang berhaq menerimanya sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Ø  Praktik pemerintahan khalifah Abu Bakar yang terpenting adalah suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk umar sebagai penggantinya. Ada beberapa faktor Abu Bakar menunjuk atau mencalonkan Umar menjadi Khalifah. Faktor utama adalah kekhawatiran akan terulang kembali peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqilah Bani Saidah yang nyaris menyulut umat Islam kejurang perpecahan, bila tidak merujuk seorang untuk menggantikannya.[18]
Dari penunjukan Umar tersebut, ada beberapa hal yang perlu dicatat :
·         Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan asa musyawarah. Ia lebih dahulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
·         Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya ataupun kerabatnya, melainkan memilih seorang yang mempunyai nama dan mendapat tempat dihati masyarakat serta disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
·         Pengukuhan Umar menjadi khilafah sepeninggal Abu Bakar berjalan dengan baik dalam suatu baiat umum dan terbuka tanpa ada pertentangan di kalangan kaum muslimin.
F.     Wasiat Abu Bakar terhadap Umar bin Khathab
            Setelah mengetahui kesepakatan semua orang atas penunjukan Umar sebagai pengganti, Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan surat tersebut, adapun wasiat tersebut berbunyi :
            “Bismillahirrahmanirrahim. Berikut ini adalah wasiat Abu Bakar, Khalifah Rasulullah, pada akhir kehidupannya di dunia dan awal kehidupannya di akhirat, di mana orang kafir akan beriman dan orang fajir akan yakin. Sesungguhnya. aku telah mengangkat Umar ibnul Khaththab untuk memimpin kalian. Jika dia bersabar dan berlaku adil. itulah yang kuketahui tentang dia dan pendapatku tentang dirinya. Ketika dia menyimpang dan berubah, aku tidak mengetahui hal yang ghaib. Kebaikanlah yang aku inginkan bagi setiap apa yang telah diupayakan. Orang-orang yang zhalim akan mengetahui apa nasib yang akan ditemuinya.”
            Abu Bakar menstempelnya. Surat wasiat ini lalu dibawa keluar oleh Utsman untuk dibacakan kepada khalayak ramai. Mereka pun membaiat Umar ibnul Khaththab. Peristiwa ini berlangsung pada bulan Jumadil Akhir tahun ke-13 Hijriah.
G.    Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
            Pada akhir minggu pertama Jumadil Akhir tahun 13 Hijriah Abu Bakar jatuh sakit. Pada musim dingin hari itu, Abu Bakar mendi, lalu ia terserang demam yang sangat berat. Ia pun sadar bahwa penyakitnya itu akan membawa maut. Ia ditawari untuk dipanggilkan dokter, tapi ia menjawab, “Dia telah melihatku dan berkata, “Aku pembuat sekendakku”[19]
            Dalam sakitnya ia berwasiat kepada Aisyah supaya dikafani dengan dua helai kain bersih yang biasa ia pakai bersembahyang. Ketika Aisyah menawarkan hendak mengkafaninya dengan kain biru, ia berkata, “orang yang hidup lebih memerlukan yang baru daripada yang sudah mati, kapan itu hanya buat cacing dan tanah”. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq pada 21 bulan Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah, bertepatan tanggal 22 Agustus tahun 634 M. Lamanya memerintah 2 tahun 3 bulan 10 hari, dikebumikan di kamar Aisyah di samping makan Sahabatnya yang mulia rasulullah Saw.[20]
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
            Dari uraian sejarah singkat tentang Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ada beberapa ‘Ibrah yang dapat diambil. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar Rodhiyallahu ‘anhu tersebut menunjukkan sejumlah hal dan prinsip, di antaranya :
1.      Pengangkatan Khilafah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu berlangsung melalui syura. Semua Ahlul Halli wal-’Aqdi dari kalangan sahabat termasuk di dalamnya Ali Radhiyallahu ‘anhu ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun nash al-Qur’an atau Sunnah yang menegaskan hak khalifah kepada seseorang sepeninggal Rasulullah Saw. Seandainya ada nash yang menegaskannya, niscaya tidak akan ada syura untuk menentukannya dan para sahabat tidak akan berani melangkahi apa yang ditegaskan oleh nash tersebut.
2.      Perbedaan pendapat yang terjadi di Saqifah bani Sa’idah antar para tokoh sahabat, dalam rangka memusyawarahkan pemilihan khalifah, merupakan hal lumrah yang menjadi tuntutan pembahasan suatu permasalahan. Hal ini bahkan menjadi bukti nyata atas perlindungan Pembuat syariat (Allah) terhadap beraneka pendapat dan pandangan dari segala bentuk pelarangan dan pembatasan, selama menyangkut masalah yang tidak dinyatakan secara tegas dan gamblang oleh nash. Jalan untuk mencapai kebenaran tentang setiap masalah yang didiamkan oleh Pembuat syariat ialah dengan mengemukakan berbagai pandangan dan membahas semuanya dengan objektif, bebas, dan jujur. Musibah yang dihadapi kaum Muslimin saat itu sangat besar dan persoalannya pun sangat pelik. Seandainya para sahabat tidak menemukan satu pilihan (calon tunggal) yang ditawarkan untuk divoting kemudian disepakati, niscaya hal tersebut merupakan syura palsu dan kesepakatan yang dipaksakan dari luar.
3.      Nasihat Ali Radhiyallahu ‘anhu kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu agar tidak ikut terjun memerangi kaum murtad. Ali mengkhawatirkan kaum Muslimin jika beliau terbunuh. Hal ini menjadi bukti nyata atas kecintaan Ali Radhiyallahu ‘anhu yang sangat mendalam terhadap Abu Bakar. Merupakan bukti nyata pula bahwa Ali telah sepenuhnya menerima Khalifah Abu Bakar dan kelayakannya untuk memimpin kaum Muslimin.
4.      Setiap Muslim yang merenungkan sikap yang diambil oleh Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu terhadap kabilah-kabilah yang murtad dan tekad yang begitu kuat untuk memerangi kabilah-kabilah tersebut sehingga berhasil meyakinkan semua sahabat yang pada mulanya tidak bersedia melakukannya, niscaya akan meyakini adanya hikmah Allah yang telah mengangkat orang yang sesuai dan untuk menghadapi tugas yang sesuai pula. Siapa pun di antara kita hampir tidak dapat membayangkan bahwa di kalangan sahabat ada orang yang lebih patut dari Abu Bakar untuk menghentikan badai (kemurtadan) tersebut dan mengembalikannya ke pangkuan Islam.
5.      Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar. Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur’an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur’an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Al-Qur’an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya.
6.      Setelah dapat mengembalikan stabilitas keamanan jazirah Arabiah, Abu Bakar beralih pada permasalahan luar negeri. Pada masa itu, di luar kekuasaan Islam terdapat dua kekuatan adidaya yang dinilai dapat menganggu keberadaan Islam, baik secara politisi maupun agama. Kedua kerajaan itu adalah Persia dan Romawi. Rasulullah sendiri memerintahkan tentara Islam untuk memerangi orang-orang Ghassan dan Romawi, karena sikap mereka sangat membahayakan bagi Islam. Mereka berusaha melenyapkan dan menghambat perkembangan Islam dengan cara membunuh sahabat Nabi. Dengan demikian cikal bakal perang yang dilakukan oleh ummat Islam setuju untuk berperang demi mempertahankan Islam
7.      Pengukuhan imamah tidak dapat diakui sah kecuali setelah mengemukakan kepada kaum Muslimin kemudian pernyataan ridha dari kaum Muslimin terhadap imamah yang telah diwasiatkan tersebut. Jadi, ditetapkannya imamah hanyalah dengan keridhaan tersebut. Yakni, seandainya Abu Bakar mewasiatkan khalifah kepada Umar, tetapi kaum Muslimin tidak meridhainya, wasiat tersebut tidak ada nilainya.
B.     Saran
            Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.


[1] M. Rida. Abu Bakar Ash-Shiddiq Khalifah yang pertama. Darul Fikr, Beirut. Hal 7-8
[2] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hal 68
[3] Dewan Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jilid I, PT Ikhtiar Baru van Hoeve Jakarta, 1993. Hal 38
[4] M. Rida. Abu Bakar Ash-Shiddiq Khalifah yang pertama. Darul Fikr, Beirut. Hal 11-12
[5] Suyuty Pulungan,Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 102
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 69. Lihat juga Suyuty pulungan, Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 107-108
[7] D. Humam, Terjemah Islamic And History From Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cetakan I, Yogyakarta Kota Kembang,1989. Hal 32
[8] M. Rida. Abu Bakar Ash-Shiddiq Khalifah yang pertama. Darul Fikr, Beirut. Hal 52
[10] Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta , Raja Grafindo Persada, 1997. Hal 34
[11] Suyuty pulungan, Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 112-113
[12] Ali Mufradi, Islam dan Kawasan Kebudayaa Arab, Jakarta, Logos, Wacana Ilmu, 1997. Hal 107
[13] Al-Qur’an Surah As-Syura ayat 38
[14] D. Humam, Terjemah Islamic And History From Colture, Oleh Hasan Ibrahim. Cetakan I, Yogyakarta Kota Kembang,1989. Hal 32
[15] Departemen Agama RI, Sejarah dan kebudayaan Islam, Proyek Pembinaan PTA IAIN Alauddin, Ujung Padang, 1982. Hal 65
[16] Badri yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada  Jakarta,1994. Hal 27
[18] Suyuty Pulungan,Fiqih Siasati, Sejarah dan Pemikiran Islam, PT Rajawali Prees Jakarta,1994. Hal 109
[19] Badri Yatin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta , Raja Grafindo Persada, 1997. Hal 30 . lihat juga Ibnu katsir, al-Bidayah wan-Nihayah, Hal  301
[20] http://www.haryobayu.web.id/?aksi=detail_blog&nomor=397

Tidak ada komentar:

Posting Komentar