Sabtu, 09 November 2013

Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Filsafat adalah berfikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu Fhilos dan Sophia. Filos berarti senang, gemar atau cinta, sedangkan Sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.[1]
Kata lain dari flsafat adalah Hakikat dan Hikmah jadi kalau ada orang yang mengatakan, “Apa Hikmah dari semua ini”, berarti mencari latar belakang dalam kejadian sesuatu dengan kejadian secara filsafat, yaitu apa, bagaimana, dan mengapa sesuatu itu terjadi, yang dalam filsafat disebut dengan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pangkal/pokok dan puncak segala pengetahuan yang tercakup di dalam nya empat persoalan, yaitu :
§  Apa yang dapat kita ketahui....? dijawab oleh Metafisika
§  Apa yang harus kita lakukan....? dijawab oleh Etika
§  Samapai dimanakah harapan kita...? dijawab oleh Agama
§  Apa hakikat manusia....? dijawab oleh Anthropologi.[2]
Filsafat menela’ah hal-hal yang menjadi objeknya. Dari sudut intinya yang mutlak, terdalam tetapi tidak berubah, atau perenungan yang sedalam-dalamnyatentang sebab ada dan perbuat, kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai kepada mengapa yang penghabisan, menjawab pertanyaan terakhir, tidak dangkaldan dogma, melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan pengertian sehari-hari.
Karena itu filsafat juga diartikan dengan berfikir dan merasa sedalam-dalamnya, maka perlu dijelaskan bahwa penulis mendialektikakan berfikir dengan merasa karena berfikir adalah kegiatan logika, sedangkan merasa adalah kegiatan estetika dan etika. Oleh karena itu uraian selanjutnya adalah menjelaskan filsafat pengetahuan, hal mana dalam pengetahuan tersebut terkandung ilmu (logika), moral (etika) dan seni (estetika).
Pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah truji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama 4 abad belakangan ini, dengan perhitungan Zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialistis awal. Essensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.       
Dalam dunia pendidikan, manusia memiliki rasionalitas berpikir untuk memecahkan masalahnya, baik berupa reaksi, aksi maupun keinginan (cita-cita). Pengertian masing-masing suatu kesimpulan sebagai belum final, valid, tidak mutlak dan lain sebagainya, memberi kebebasan untuk menganut atau menolak suatu aliran. Sikap demikian pra kondisi bagi perkembangan aliran-aliran filsafat, salah satunya adalah esensialisme
Filsafat Esensial merupakan filsafat pendidikan konservatif yang dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap praktek pendidikan progresif di sekolah-sekolah, para esensialis berpendapat bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda dimana pendidikan harus nilai-nilai luhur yang tertata jelas.
Esensialisme bukan merupakan bangunan filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan terhadap pendidikan progresivisme. Pada umumnya pemikiran aliran pendidikan esensialisme dilandasi dengan filsafat tradisional idealisme klasik dan realisme. Dua aliran tersebut adalah pendukung esensialisme, namun tidak melebur menjadi satu dan tidak melepaskan karakteristiknya masing-masing.
Esensialisme secara umum menekankan pada pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan hakikat atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitash.
B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Pengertian filsafat pendidikan esensialisme
2.      Sejarah dan yang melatar belakangi lahirnya ajaran esensialisme
3.      Konsep apa saja yang menjadi dasar pemikiran dari pendidikan esensialisme
4.      Karakteristik filsafat pendidikan esensialisme
5.      Tokoh-tokoh esensialisme dan pandangannya.
C.    Tujuan Penulisan
            Penyususnan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mengerti dan memahami apa saja masalah-masalah yang ada di dalam aliran filsafat pendidikan esensialisme ini, baik dari segi pengertian, sejarah munculnya, konsep pendidikan, dan tokoh-tokoh aliran ini.
     
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Esensialisme
            Esenssialisme adalah suatu filsafat dalam aliran pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah.[3] Bagi aliran ini "Education as Cultural Conservation", pendidikan sebagai pemeliharaan kebudayaan karena dalil ini maka aliran esensialisme dianggap para ahli sebagai "Conservatif road to culture, "yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.[4] Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai, tata yang jelas. Pendapat ini dikemukakan oleh Jalaluddin dkk yang dikutip dari pendapat Zuharnini.[5] Esensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak zaman awal peradaban umat manusia, kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh zaman, kondisi dan sejarah kebudayaan demikian ialah esensial yang mampu pula pengembangan hari ini dan masa depan umat manusia.[6]
            Dengan artian esensialisme ingin kembali ke masa dimana nila-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga, yang nilai itu tersimpul dalam ajaran para filosof, ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka kekal. Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap pendapat aliran progesif di sekolah-sekolah.[7]
B.     Latar Belakang Munculnya Esensialisme
            Gerakan ini muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya, seperti William C. Bagley, Thomas Brigger, Frederick Breed, dan Isac L Kandel, pada tahun 1983 mereka membentuk suatu lembaga yang di sebut "The esensialist commite for the advanced of American Education" Bagley sebagai pelopor esensialisme adalah seorang guru besar pada "teacher college," Columbia University, ia yakin bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah kepada generasi muda.
            Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri yang berbeda dengan pregresivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.[8] Nilai-nilai yang di dalamnya adalah yang berasal dari kebudayaan dan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang. Kesalahan dari kebudayaan sekarang menurut essensialisme yaitu terletak pada kecenderungan bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak diingini kita sekarang, hanya dapat di atasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, yaitu kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu, dengan demikian kita boleh optimis terhadap masa depan kita dan masa depan kebudayaan umat manusia.[9]
            Essensialisme mengadakan protes terhadap progressvisme, namun dalam proses tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan proregssvisme seperti halnya yang dilakukan perenialisme. Ada beberapa aspek dari progresivisme yang secara prinsipil tidak dapat diterimanya. Mereka berpendapat bahwa betul ada hal-hal yang esensial dari pengalaman anak yang memiliki nilai esensial tersebut apabila manusia berpendidikan. Akar filsafat mereka mungkin idealisme, mungkin realisme, namun kebanyakan mereka tidak menolak epistemologi Dewey.[10]
            Esensialisme didukung oleh idelisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada, dan juga didukung oleh Realisme yang berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung ada apa dan bagaimana keadaannya apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pola pada subjek tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui/ menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan peragaan senang tak senang mengenai nilai tersebut. Menurut Realisme pengetahuan tersebut terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tertentu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut Idealisme, pengetahuan timbul kerena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar.
            Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa. Essemnsialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.[11] essensislisme suatu aliran filsafat yang lebih merupakan perpaduan ide filsafat idealisme objektif di satu sisi dan realisme objektif di sisi lainnya.[12] Oleh karena itu wajar jika ada yang mengatakan Platolah sebagai peletak asas-asas filosofis aliran ini, ataupun Aristoteles dan Democratos sebagai peletak dasar-dasarnya. Kendatipun aliran ini kemunculan aliran ini di dasari oleh pemikiran filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles, namun bukan berarti kedua aliran ini lebur kedalam paham esensialisme.[13] Aliran filsafat essensialisme pertama kali muncul sebagai reaksi atas simbolisme mutlak dan dogmatisme abad pertengahan. Filsafat ini menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama karena kebudayaan lama telah banyak melakukan kebaikan untuk manusia.[14]
            Dari paparan diatas dapat disimpulkanb bahwa prinsip-prinsip Essensislisme adalah :
o   Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif yang moderen, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
o   Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilaiyang kukuh, tetap dan stabil.
o   Nilai (kebenaran bersifat korespondensi ).berhubungan antara gagasan dengan fakta secara objekjtif.
o   Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merefleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.
C.    Konsep Pendidikan Esensialisme
1.      Gerakan Back to Basic
            Kaum esensialis mengemukakan bahwa sekolah harus melatih/mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis, keterampilan-keterampilan inti kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan penguasaan terhadap keterampilan-keterampilan tersebut. Menurut filsafat esensialisme, pendidikan sekolah harus bersifat praktis dan memberi pengajaran yang logis yang mempersiapkan untuk hidup mereka, sekolah tidak boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial.
2.      Tujuan Pendidikan
            Tujuannya adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakomulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu yang lama, selain itu tujuan pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup, tidak berarti sekolah lepas tangan tetapi sekolah memberi kontribusi bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan manusia hidup.
3.      Kurikulum
            Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subjek matter centered). Pengusaan materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensialisme general education (filsafat, matematika, IPA, sejarah, bahasa, seni dan sastra) yang diperlukan dalam hidup belajar dengan tepat berkaitan dengan disiplin tersebut akan mampu mengembangkan pikiran (kemampuan nalar) siswa dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik sekitarnya.
            Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian, ialah :
·         Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
·         Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
·         Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
·         Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
            Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam miniatur  dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial yang ada dimasyarakat.
4.      Peranan Guru dan Sekolah.
            Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaan dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seorang yang menguasai lapangan subjek khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk digugu dan tiru. Guru merupakan orang yang mengusai pengetahuan, dan kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru.[15]
5.      Prinsip-prinsip pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan esensialisme dapat dikemukakan sebagai berikut :
·         Pendidikan haruslah dilakukan melalui usaha keras tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
·         Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru bukan pada siswa.
·         Inisiatif proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan.
·         Sekolah harus mempertahankan metode-metode trasdisional yang bertautan dengan disiplin mental.
·         Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum merupakan tuntutan demokrasi yang nyata.
·         Metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental merupakan metode yang diutamakan dalam pendidikan di sekolah.[16]
D.    Ciri-ciri (karakteristik) Aliran Esensialisme
            Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.
            Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.[17]
            Idealisme dan Realisme adalah aliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan sifat-sifat utama masing-masing. Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
            Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri. Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1.      Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.      Pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3.      Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4.      Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
E.     Beberapa Pandangan Umum Filsafat Esensialisme
Ø  Pandangan Ontologi
            Para filusuf Esensialisme merupakan suatu konsepsi bahwa dunia atau realitas ini dikuaasai oleh tata tertentu yang mengatur dunia beserta isinya. Bahwa bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita, dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan tata tersebut. Konsep tata dipandang menurut idealism dan realisme.
·         Ontology Idealisme. Pendukung Esensialisme adalah idealisme yang berpandangan, bahwa manusia adalah makhluk yang semua tata serta kesatuan atau totalitasnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dan sama dengan alam semesta atau makrokosmos, kalaupun berbeda hanya skala atau ukurannya saja.
·         Ontology Realisme. Realisme pendukung esensialisme adalah realisme objektif. Manusia adalah makhluk yang memiliki intelegensi atau kesadaran hakikatnya adalah biologi dan berkembang, kesadaran bukan primordial melainkan muncul kemudian dalam sejarah evolusi. Karena itu sering disebut lebih disebut sebagai produk alam.[18]
          Ontologi filsafat pendidikan idealisme menyatakan bahwa kenyataan dan kebenaran itu pada hakikatnya adalah ide-ide atau hal-hal yang berkualitas spiritual. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu ditinjau pada peserta didik adalah pemahaman sebagai makhluk spiritual dan mempunyai kehidupan yang bersifat teleologis dan idealistik. Pendidikan bertujuan untuk membimbing peserta didik menjadi makhluk yang berkepribadian, bermoral, serta mencita-citakan segala hal yang serba baik dan bertaraf tinggi.
Ø  Pandangan Epistomologi
            Aspek epistemologi yang perlu diperhatikan halam pendidikan adalah pengetahuan hendaknya bersifat ideal dan spiritual, yang dapat menuntun kehidupan manusia pada kehidupan yang lebih mulia. Pengetahuan semacam itu tidak semata-mata terikat kepada hal-hal yang bersifat fisik, tetapi mengutamakan yang bersifat spiritual. Sedangkan aspek aksiologi menempatkan nilai pada dataran yang bersifat tetap dan idealistik. Artinya, pendidik hendaknya tidak menjadikan peserta didik terombang-ambing oleh hal-hal yang bersifat relative atau temporer.[19] Ontologi dari filsafat pendidikan realisme bahwa pendidikan itu seyogyanya mengutamakan perhatian pada peserta didik seperti apa adanya, artinya utuh tanpa reduksi.
            Dalam bidang epistemologi, bahwa pengetahuan adalah hasil yang dicapai oleh proses mana subjek dan objek mengadakan pendekatan. Dengan demikian hasilnya adalah perpaduan antara pengamatan, pemikiran, dan keseimpulan dari kemampuan manusia dalam menyerap objeknya. Oleh karena itu, epistemologi dalam filsafat pendidikan realisme adalah proses dan produk dari seberapa jauh pendidik dapat mempelajari secara ilmiah emperis mengenai peserta didiknya. Hasil-hasilnya akan digunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.
·         Epistomologi Idealisme
            Sumber Pengetahuan. Bahwa kesadaran manusia adalah bagian dari kesadaran yang absolute. Karena itu, dalam diri manusia tercermin suatu harmoni dengan alam semesta, khususnya pikiran manusia (human mind) ada pun manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir, intuisi, atau introspeksi.
·         Epistomologi Realisme
            Sumber Pengetahuan adalah dunia luar subjek, pengetahuan diperoleh pengalaman pengamatan (kontak langsung melalui panca indra). Criteria kebenaran. Suatu pengetahuan diakui benar jika pengetahuan itu sesuai dengan realitas eksternal (yang objektif) dan independen.[20]
Ø  Pandangan Aksiologi
            Sedangkan dalam bidang aksiologi, faktor peserta didik perlu dipandang sebagai agen yang ikut menentukan hakikat nilai. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniaan, serba ilmiah dan materialistis. Selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat.[21] Johann Amos Comenius (1592-1670) sebagai salah satu tokoh esensialisme mengatakan bahwa karena dunia ini dinamis dan bertujuan, kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tugas utama pendidikan ialah membina kesadaran manusia akan semesta dan dunia, untuk mencari kesadaran spiritual, menuju Tuhan.[22]
            Teori nilai menurut Idealisme bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik hanya bila ia secara aktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Dengan demikian posisi seseorang jelas dapat dimengerti dalam hubungannya dengan nilai-nilai itu. Dalam filsafat, misalnya agama dianggap mengajarkan doktrin yang sama, bahwa perintah-perintah Tuhan mampu memecahkan persoalan-persoalan moral bagi siapapun yang mau menerima dan mengamalkannya. Meskipun Idealisme menjunjung asas otoriter atas nilai-nilai itu, namun ia tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri yaitu memilih dan melaksanakan.
·         Aksiologi Idealisme
            Cita-cita manusia adalah manifestasi dari keanggotaannya dalam suatu masyarakat pribadi yang spiritualis yang diperintah oleh Tuhan.[23] Dengan demikian dapat dipahami bahwa idealism mungkin melandasi totalitarianism, mungkin juga pendukung demokrasi.
·         Aksiologi Realisme
            Moral berasal dari adat istiadat, kebiasaan atau dari kebudayaan masyarakat. Moral itu disosialisasikan oleh masyarakat terhadap anggotanya atau diinternalisasikan sendiri oleh individu melalui pengalaman hidupnya dalam masyrakat. Ini berarti bahwa kata hati adalah cerminan aspirasi masyarakat, bukan Tuhan.
F.     Tokoh-Tokoh filsafat Esensialisme
1.      Johan Frieddrich Herbart (1776-1841)
     Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebijaksanaan Tuhan artinya adanya penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu oleh Herbart disebut pengajaran.
2.        William T. Harris (1835-1909)
     Tugas pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan ke kesatuan spiritual sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun menurut, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
3.        Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
4.      George Santayana
            George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri(memilih,melaksanakan).  Dia memadukan antara aliran idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.[24]
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
            Pendidikan esensialisme merupakan sebuah aliran pendidikan yang tidak pendidikan yang tidak setuju terhadap praktek-praktek pendidikan progressivisme, yang mengklaim bahwa pergerakan progressive telah merusak standar-standar intelektual dan moral diantara kaum muda. Metode yang digunakan adalah metode tradisional yang menekankan pada inisiatif guru, guru haruslah orang terdidik dan dapat menguasai pengetahuan dan kelas semua itu harus berada di bawah penguasaan guru.
            Esensialis menginginkan agar sekolah berfungsi sebagai penyampaian warisan budaya dan sejarah yang mengandung nilai-nilai luhur para filosof sebagai ahli pengetahuan dimana nilai-nilai kebudayaan itu masih tetap terjaga dan kekal. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Aliran filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama.
2.      Aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil.
3.      Ciri-ciri filsafat pendidikan Esensialisme oleh William C. Bagley sebagai berikut :
·         Minat-minat yang kuat dan tahan lama yang sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal.
·         Pengawasan, pengarahan dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang.
·         Kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan.
·         Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh tentang pendidikan
·         Tokoh-tokoh terkemuka yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme diantarnya adalah Desidarius Erasmus, Johann Amos Comenius, John Locke, Johann Henrich Pesta Lozzi, Johann Friederich Frobel, Johann Friedrich Herbart dan William T. Harris.
4.      Beberapa pandangan dalam esensialisme diantaranya :
·         Pandangan mengenai pendidikan
·         Pandangan mengenai Ontologi
·         Pandangan mengenai Epistimologi
·         Pandangan mengenai aksiologi
B.     Saran
            Di dalam makalah ini, mungkin banyak sekali terdapat kesilapan ataupun kesalahan, baik dari segi penulisan ataupun pengertian. Jadi oleh sebab itu, saya selaku penulis memohon maaf dan meminta saran dan kritikan yang sifatnya membangun, agar dapat menjadi perbaikan bagi saya untuk makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,2006.
2.      DR, Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001.
3.      Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008.
4.      Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1988.
5.      Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jogjakarta: Usaha Nasional, 1988.
6.      Zuhairini dan Dkk,  Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994.
7.      Muhmidayeli, filsafat pendidikan Islam,Yogyakarta : Aditya media, 2005.
8.      Hamdani Ali, Filsafat pendiikan, Yogyakarta :  kota kembang, 1993.
9.      Tim Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2010.
10.  Prof. Imam Barnadib, M. A. D.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset,1990. 


[1] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,2006. Hal 39
[2] DR, Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001, hal 11
[3] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008, hal 158.
[4] Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1988, hal 260
[5] Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jogjakarta: Usaha Nasional, 1988, hal260.
[6] Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988, hal.260
[7] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,2006. Hal 153
[8] Jalaluddin dan Abdullah idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, op, cet, hal.99
[9] Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988,  hal.260
[10] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008. hal.159.
[11] Zuhairini dan Dkk,  Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994, hal 21.
[12] Jalaluddin, Adullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta : Gramedia Pratama, 1997, hal 82,
[13] Muhmidayeli, filsafat pendidikan Islam,Yogyakarta : Aditya media, 2005, hal 184
[14] B.Hamdani Ali, Filsafat pendiikan, Yogyakarta :  kota kembang, 1993, hal 116
[15] Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008. hal.160. dapat juga dilihat Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,2006. Hal 153-155
[16] Tim Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2010. Hal 35-36
[17] http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliran-esensialisme-dalam-filsafat.html
[18] http://yunifar.multiply.com/journal/item/4
[19] Prof. Imam Barnadib, M. A. D.Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset,1990.  Hal
[21] Zuhairini dan Dkk,  Filsafat pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara, 1994, hal 22
[22] Muhammad Noor Syam, Filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional, 1988, hal 261
[23] Ibin, hal 261
[24] http://One.Indoskripsi.com/Aliran -Aliran Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar