Selasa, 12 November 2013

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH AL-MA’MUN



TUGAS AKHIR SEMESTER
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH AL-MA’MUN
MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MELENGKAPI TUGAS MATA KULIAH SPI
DISUSUN
O
L
E
H
RINI ANDRIANI
31105280
IV/PAI-9
UMUM IAIN-1







FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN


DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................................... 2
BAB I Pendahuluan    :
1.1  Latar Belakang Masalah.............................................................................3
1.2  Rumusan Masalah......................................................................................3
BAB II Pembahasan :
2.1  Pengertian Sejarah Pendidikan Islam …………..……………….………4
2.2  Biografi Singakat al-Ma’mun……………………………………………5
2.3  Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mum …..…..........5
2.4  Konsep Dasar Pendidikan Islam pada masa al-Ma’mun ...……….…….7
2.5  Pengaruh Pendidikan berbasis Multikultural zaman al-Ma’mun ………8
2.6  Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural zaman al-Ma’mun …..….…….9
2.7  Aktivitas Menulis Buku…………………………………………………10
BAB III Penutup :
4.1  Simpulan...................................................................................................11
4.2  Saran.........................................................................................................11
Daftar Pustaka............................................................................................................12



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam. Pembahasan pada masa ini merupakan rangkaian pembahasan Sejarah Pendidikan Islam, Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya Sejarah Pendidikan Islam selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar pengertian sejarah, pengertian pendidikan, pengertian Islam, pengertian Sejarah Pendidikan Islam dan Sejarah pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun serta sedikit menyinggung tentang peradaban Islam.


BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mun
2.1 Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
            Pengertian Sejarah secara etimologis berasal dari kata arab "syajarah" yang mempunyai arti "pohon kehidupan". Dalam bahasa Asing lainnya, peristilahan sejarah disebut histore (Perancis), geschicte (Jerman), histoire atau geschiedenis (Belanda), dan history (Ingris).[1] Ada juga yang mengistilahkan sejarah dari kata tarikh atau sirah (bahasa Arab) yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu istoria yang berarti ilmu. Dalam penggunaannya, filosuf Yunani memakai kata istoria untuk pertelaan sistematis mengenali gejala alam. Perkembangan selanjutnya, istoria dipergunakan untuk pertelaan mengenai gejala-gejala ”terutama hal ihwal manusia” dalam urutan kronologis.[2]
Menurut Ibn Khaldum, sejarah ialah menunjuk kepada peristiwa-peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras tertentu. Sedangkan menurut Al-Maqrizi, bahwa sejarah ialah memberikan informasi tentang sesuatu yang pernah terjadi di dunia, yang di perkuat oleh Guralnik. Meskipun terdapat perbedaaan dalam penekanan teorinya namun mereka sepakat, bahwa sejarah adalah masa lalu yang tidak hanya sekedar memberi informasi tentang terjadinya peristiwa, tetapi juga memberi interpretasi yang terjadi dengan melihat kepada hukum kausalita.[3]
Pendidikan menurut Pancasila dan UUD 1945 pendidikan adalah  usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya (akal pikiran, hati, dan jasmani). Ada juga yang menyatakan Pendidikan adalah segala pengalaman belajar dalam lingkungan dan sepanjang hidupnya. Di dalam GBHN tahun 1973, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.  Dari pernyataan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk meningkatkan kepribadian dan kemampuan yang berdasarkan pengalaman  dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya  di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian.[4] Sedangkan menurut istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai rasul Nabi Muhammad membawa Islam pada hakikatnya terdapat ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia[5] Sedangkan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri adalah adalah perkembangan atau kemajuan suatu pendidikan yang mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam.

2.2 Biografi Singakat al-Ma’mun
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abbas Al-Ma’mun. Abdullah al-Ma’mun dilahirkan pada tanggal 15 Rabi’ul awal 170 H/ 786 M. Bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-ma’mun termasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama kasai Nahvi dan Yazidi.
Al-Ma’mun beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Selain belajar Al-Qur’an, ia juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab yang digunakan adalah karya Imam Malik sendiri, yaitu kitab Al-muwatha. Disamping ilmu-ilmu itu, ia juga pandai Ilmu sastra, belajar Ilmu tata Negara, hukum filsafat, astronomi, dan lain sebagainya. Sehingga ia dikenal sebagai pemuda yang pandai. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dengan saudara nya bernama Al-Amin, akhirnya Al-Ma’mun menggapai cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/ 813 H.[6]\

2.3 Sejarah Pendidikan Islam pada masa Khalifah al-Ma’mum
            Sebelum kita membahas tentang Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Al-Ma’mun alangkah baiknya kita mengulas sedikit Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Kejayaan supaya mudah dimengerti. Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pada masa kejayaan ini, Pendidikan Islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu. Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kekuasan Bani Umayah berakhir atas pembenrintakan yang dimotori oleh Abu Al-Abbas dari Bani Abbas yang bekerja sama dengan Abu Muslim Al-Khurasani dari Syi’ah. Pendiri Dinasti Abbas itu adalah Abu Al-Abbas (750-754 M). Khalifah yang termasyhur dari Bani Abbas adalah Harun Al-Rasyid (785-809 M) dan Al-Ma’mun (813-833), kekayaan Negara dipergunakan  mereka untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran, sekolah farmasi, menggaji penerjemah dan pemandian-pemandian umum.[7]
Setelah wafatnya Harun Al-Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan kekhalifahannya, yaitu Al-Ma’mun (813-833). Pada kekhalifahan al-Makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang paling menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al-Makmun adalah menterjemahkan kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau juga menggaji mahal golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan  sebagai super power  dunia ketika itu.[8] Tim penerjemah yang dibentuk Al-Ma’mun terdiri dari Hunain Ibn Ishaq sendiri dan dibantu anak dan keponakannya, Hubaish, serta ilmu lain seperti Qusta ibn Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang Kristen Nestorian, Ibn ‘Adi, Yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperluka seperti kedokteran, bidang astrologi, dan kimia.[9]
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan.[10]
Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).[11]

2.4 Konsep Dasar Pendidikan Islam pada masa al-Ma’mun
Pada masa khalifah Abbasiyah yang ke-7 yaitu Al-Ma’mun, ada dua konsep dasar pendidikan, yaitu multikultural dan intuisi.
a.       Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut pakar pendidikan, Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multicultural sebagai “pendidkan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demokrafi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.  Sedangkan menurut Hariansyah, ditinjau dari sudut psikologi bahwa pendidikan multicultural memandang manusia memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara keseluruhan. Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas (jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri. Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigm, pola pikir, kebutuhan, keinginan dan tingkat intelektual.[12]
b.      Konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam
Intuisi pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun, termasuk kategori lembaga pendidikan Islam yang klasik. George Maksidi membagi intuisi pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam, menjadi dua tipe, yaitu: intuisi pendidikan inkluisif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan intuisi pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum[13] 
Berdasarkan penggolongan George Maksidi, Intuisi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat dikelompokkan sebagai berikut:
·         Maktab/kuttab adalah intuisi dasar, maka yang diajarkan di maktab/kuttab adalah khat, kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan syair.
·         Halaqah artinya lingkaran (murid-murid yang melingkari gurunya yang duduk di atas lantai). Halaqah merupakan intuisi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan.
·         Majelis adalah intuisi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai desiplin ilmu, sehingga majelis banyak ragamnya. Ada 7 macam majelis, yaitu: majelis Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara, Al-Adab, Al-Fatwa.
·         Masjid merupakan intuisi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
·         Khan berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama satu diantaranya fiqh
·         Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata.
·         Rumah-rumah ulama digunakan untuk melakukan tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah.
·         Toko buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan islam.
·         Observatorium dan rumah sakit sebagai konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam[14]

2.5 Pengaruh Pendidikan berbasis Multikultural zaman al-Ma’mun
Pada Al-Ma’mun mengembangkan perpustakaan Bait Al-Hikmah, yang sebelumnya pada masa Harun Al-Rasyid bernama Khizanah Al-Hikmah (hazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penelitian. Bait Al-Hikmah maju sangat pesat karena terdapat buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia serta India. Pada masa Al-Ma’mun Bait Al-Hikmah bukan hanya berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian saja, tetapi beliau memanfaatkan sebagai pusat kegiatan studi dan riset astronomi serta matematika.[15] Kebudayaan bangsa, kondisi sosial-politik, ekonomi, dan pendidikan yang berbasis multikultural pada zaman Al-Ma’mun membawa pengaruh yang luar biasa terhadap kemajuan peradaban bangsa, sebagaiman yang dipaparkan berikut ini :
a.       Terjalinnya asimilasi (proses penyusaian sifat dari yang lain) antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.      Gerakan terjemahan yang dikelola dalam suasana keberagaman, kesederajatan, perbedaan-perbedaan kebudayaan toleransi terhadap semua kelompok dan agama khususnya agama Kristen membawa pengaruh pada kemajuan ilmu pengetahuan umum juga ilmu pengetahuan agama.
c.       Kebebasan dalam memilih materi dan guru bagi murid dalam proses belajar mengajar dan hubungan yang harmonis antara guru dan murid serta nilai-nilai toleransi antara keduanya mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya imam-imam mazhab, seperti Imam Mazhab Muhammad ibn Idris As-Syafi’i (767-820 M) dan Imam Mazhab Ahmad ibn Hambal (780-855 M). demikian pula proses rekrutmen murid yang dilakukan dengan kebebasan, keterbukaan dan kesetaraan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa dari para dermawan, para ulama, dan penguasa kepada mereka berdampak positif terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.[16]

2.6 Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural zaman al-Ma’mun
Pada masa Al-Makmun ada beberapa tokoh yang turut serta mengembangkan ilmu pengetahuan. tokoh-tokoh tersebut yaitu :
a.       Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M)
Nama lengkap Al-Ma’mun adalah Abdul Abbas Abdullah Al-Ma’mun (167-218 H/ 783-833 M). ia seorang khalifah Abbasiyah, putra Harun Al-Rasyid. Ia memperkarsai kegiatan ilmuan-ilmuan dan penerjemahan buku karya-karya ilmuan Yunani kedalam bahasa Arab. Ia juga mendirikan akademik di Baghdad yang bernama Bayt Al-Hikmah (gedung kebijaksanaan) yang didalamnya terdapat observatorium yang diperintah untuk mengembangan ilmu pengetahuan.
b.      Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi (780-850 M)
Beliau ahli dibidang al-jabar dan astronomi, beliau juga direktur perpustakaan Bayt Al-Hikmah atau pusat studi dan riset astronomi serta matematika. Beliau seorang nasionalis dan ahli Pahlevi, dan sebagai tokoh pendidik multikultural karena ikut menciptakan suasana bebas, terbuka, toleran, dan sederajat dalam mengelola Bayt Al-Hikmah dan upaya menterjemahkan buku-buku warisan Hellenisme dari Yunani kedalam bahasa Arab.
c.       Al-Kindi (809-866 M)
Al-Kindi adalah filsuf muslim pertama. Beliau amat masyur namanya sebagai ilmuan. Al-Kindi dikelompokkan sebagai tokoh humanis dan ialah yang pertama kali mengajak kaum muslim untuk hidup saling memahami dan menyelaraskan pemikiran-pemikiran yang berbeda-beda.[17]
Dalam bidang filsafat, membahas tentang persoalan-persoalan umat Islam ynag berkaitan dengan kepercayaan dan pemikiran baik secara teoritis maupun praktis, kemanusiaan maupun ketuhanan yang dianggap oleh umat Islam perlu untuk menjawab sebagai pegangan hidup keseharian maupun untuk keselamatan yang lebih tinggi. Pada masa ini pemikiran filsafat mencakup bidang keilmuan ynag sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan musik yang dipergunakan untuk menjelaskan pemikiran abstrak, garis dan gambar, gerakan dan suara.[18]

2.7 Aktivitas Menulis Buku
Selain belajar kepada syeh, mereka juga ada kegiatan menulis buku. Diantaranya yang menulis buku yaitu:
·         Al-Jahizh (776-869 M ), seorang sastrawan terkenal pada masa Al-Ma’mun yang berani melepaskan diri dari ikatan tradisi dalam menulis. Gurunya yaitu al-Nazhzham, guru fiqh dan filsafat. Karyanya yang paling terkenal adalah Kitab al-Hayawan terdiri dari tujuh jilid mengenai hewan-hewan.
·         Imam Bukhari, gurunya Ishaq bin Rahawaih yang terkenal dengan ilmu haditsnya. Kitab hadits yang dibuatnya terkenal bernama al-Jami’al-Sahih. Selain itu dia juga menulis dua buah buku di Madinah yaitu Qadlay al-Shahabah wa al-Tabi;in dan al-Tarikh al-Kabir.
Aktivitas belajar pada masa itu dapat kita lihat perkembangannya dengan melihat jasa peninggalannya dalam menuntut Ilmu. Selama masa kepemimpinannya, banyak hal yang dilakukan sebagai bagian dari bentuk jasa dan peninggalan yang sangat besar dalam proses pembentukan dan perkembangan intelektual muslim.[19]







BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sejarah Pendidikan Islam adalah perkembangan atau kemajuan suatu pendidikan yang mencakup pada semua ruang lingkup agama Islam. Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau bukan. Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).
Konsep dasar Pendidikan Islam pada masa Al-Ma’mun  adalah konsep dasar Pendidikan Islam Mutikulrural dan Multikultural di Intuisikan. Sedangkan pengaruh pendidikan multikultural pada masa itu, yaitu terjalinnya asimilasi anatara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa yang lain, terjalinnya toleransi terhadap agama, munculnya filsafat Islam dan lain sebagainya. Tokoh-tokoh Pendidikan Multikultural seperti Khalifah Al-Ma’mun, Muhammad Ibn Musa Al-Hawarizmi dan Al-Kindi.

3.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada umumnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang Sejarah Pendidikan Islam supaya kita lebih memahami Sejarah Pendidikan Islam yang pada makalah ini dititik beratkan pada Sejarah Pendidikan dalam Islam. Di dalam makalah kami ini, mungkin terdapat banyak kesilapan dan kekhilapan, oleh sebab itu penulis meminta maaf sebesar-besarnya.









DAFTAR PUSTAKA


1.      Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003.
2.      Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1986.
3.      Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 2002.
4.      Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim, Pengantar Studi Islam, Pontianak: STAIN Pomtianak Press, 2008.
5.      Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: PT Universitas Indonesia, 2005.
6.      Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003.
7.      Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997





[1] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 3
[2] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI-Press, 1986, hal : 27
[3] Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 2002, hal : 11
[4] Erwin Mahrus & Moh. Haitami Salim, Pengantar Studi Islam, Pontianak: STAIN Pomtianak Press, 2008, hal : 2
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: PT Universitas Indonesia, 2005, hal : 17
[7] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 122
[8] Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003, hal : 142
[9] Siti Maryam, 125
[10] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hal : 96
[11] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Presada Media, 2007, hal : 85
[12] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 26
[13] Ibid, hal : 27
[14] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 27-28
[15] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 127
[16] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 28
[17] Suwitno & Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Persada Media, 2005, hal : 32-33
[18] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta : Lesfi, 2003, hal : 127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar