Selasa, 12 November 2013

hubungan bahasa dengan ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap penelitian ilmiah tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa, matematika (sarana berpikir deduktif) dans tatistika (sarana berpikir induktif) sebagai sarana berpikir.[1] Upaya-upaya penyebar luasan ilmu juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. Setiap forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai sarana utama. Aktivitas-aktivitas yang diarahkan untuk memahami, mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsep-konsep ilmu tidak dapat diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana.
            Makalah ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu, karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai pendukung pengembangan ilmu. Pembahasan diawali dengan memaparkan hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan pembahasan tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti hubungan bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan mengupas karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu dan diakhiri dengan gambaran singkat tentang gebrakan Pusat Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mendukung pengembangan ilmu.

B.     Rumusan Masalah
            Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan tentang konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu.
2.      karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu.
3.      upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai pendukung pengembangan ilmu.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu
            Ilmu ( science) dan pengetahuan (knowledge) merupakan dua bidang yang berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran, perasaan,dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan orang lain dan alamsekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Ilmu juga merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi.[2]             Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.[3] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
            Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
            Kata ilmu dalam bahasa Arab " علم " yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui.[4] Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya. Ilmu (pengetahuan) juga kumpulan pengetahuan tentang sesuatu kenyataan yang tersusun secara sistematis, dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamalan dan percobaan-percobaan.[5]
            Selaras dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ilmu sebagai “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.”[6]
            Ada beberapa perbedaan antara ilmu dan pengetahuan, menurut Sandjaja dan Heriyanto dengan mengatakan bahwa pengetahuan (ordinary knowledge) merupakan sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan panca indera,dan olahan akal budi yang spontan. Pengetahuan mencakup segala sesuatu yang dilihat, didengar, dikecap, dicium, diraba, dan hadir dalam kesadaran kita. Pengetahuan seperti ini biasanya bersifat spontan, subjektif atau intuitif. Sedangkan ilmu (pengetahuan ilmiah) merupakan pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang telah disusun secara metodis, sitematis, dan koheren.[7]
            Ilmu diperoleh dari berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelidiki dan mengembangkan pemahaman manusia tentang dunia fisik dan fenomena yang berlangsung di dalamnya. Melalui metode-metode ilmiah yang dirancang secara sistematis, para ilmuwan menggunakan bukti-bukti fisik yang teramati tentang gejala-gejala alam untuk mengumpulkan data, dan menganalisis data tersebut untuk menjelaskan fenomena dimaksud. Metode-metode tersebut mencakup observasi, eksperimen, maupun pengamatan berperan serta.
            Dengan demikian, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian. Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudiandisusun secara sistematis dan koheren.
            Berdasarkan definisi ini,dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki empat ciri: diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode tertentudan langkah-langkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentu dari kenyataan, dan disusun secara koheren. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa.  Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.[8] Sifat ilmiah tersebut antara lain :
·         Objektif
            Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
·         Metodis
            adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
·         Sistematis
            Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
·         Universal
            Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.[9]

            Sedangkan menurut Rektor IAIN SU,[10] ilmu pengetahuan dapat dibagi atas beberapa tingkatan tertentu, antara lain :
Ø  Ilmu pengetahuan deskriftif
Ilmu pengetahuan yang memberikan jawaban ataspertanyaan apa dan bagaimana..?
Ø  Ilmu pengetahuan normatif
Ilmu pengetahuan normatif menjawab pertanyaan seharusnya bagaimana..?
Ø  Ilmu pengetahuan kausal
Ilmu pengetahuan kausal berupaya menjawab pertanyaan apa yang terjadi apabila ada dua fenomena yang dapat dihubungkan.
Ø  Ilmu pengetahun esensi
Sedangkan ilmu pengetahuan essensi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu.
B.     Pengertian Bahasa
            Bahasa adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan berpikir. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia. Bahasa membuat manusia mampu mendominasi mahluk lain dimuka bumi, baik yang berada didarat, laut, maupun udara. Berbagai definisi tentang bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek terpenting, yaitu fungsional dan formal.
·         Aspek fungsional
            Merujuk pada fungsi bahasa yang begitu pentingd alam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media yang dimiliki bersama dandigunakan untuk mengkomunikasikan pendapat, gagasan dan perasaan.
·         Aspek formal
            Merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata bahasa) yang digunakan untuk membentuk  bunyi menjadi kata dan memadu kata-kata menjadi kalimat yang bermakna. Aspek formalmenurut Miller (1974: 8), meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik.[11] Kedua aspek ini terungkap dengan jelas dalam definisi berikut :
”Sistem (tata bahasa) setiap bahasa biasanya dibangun melalui lima unsur yang fonem, morfem, sintaksis, dan semantik.[12]
Ø  Fonem merupakan unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Sebagai contoh, kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /r/ dan /s/. Kata tadi dan tari memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /d/ dan /r/.
Ø  Morfem merupakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga\
Ø  Sintaksis merupakan proses penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada  bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek - predikat-objek . Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.
Ø  Semantik merupakan bidang yang mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat. Makna atau pesan yang disampaikan dalam komunikasi tidak hanya disalurkan melalui keempat unsur bahasa di atas, tetapi juga melalui unsur-unsur komunikasi non-verbal.
            Dalam komunikasi, unsur-unsur verbal yang disusun oleh fonem, morfem,sintaksis, dan semantik membentuk ‘the-what’ yang diucapkan, sedangkan unsur  paralanguage membentuk ‘the-how’. Unsur komunikasi non-verbal terdiri dari paralanguage dan bahasa tubuh (body language). Unsur  paralanguage mencakup intonasi,tempo, ritme, dan penekanan (accentuation), sedangkan unsur bahasa tubuh, antara lain terdiri dari ekpresi wajah, tatapan mata, gerak-gerik tubuh, cara duduk, berdiri, pakaiandan lain-lain. Pentingnya memahami unsur paralanguage dalam komunikasi dapat dilihat,misalnya, dalam pengucapan kata “Bagus”, dengan intonasi yang berbeda.
            Dengan intonasiyang tepat, kata itu bisadigunakan untuk mengungkapkan pujian atau, sebaliknya, ejekan.Contoh yang lain dapat dilihat pada perubahan makna hanya karena penggunaan intonasi yang berbeda dalam dua kalimat. Bahasa tubuh merupakan unsur komunikasi yang sangat kompleks. Gerak-gerik tubuh yang mungkin dilakukan seseorang saja bisa mencapai 700,000 jenis, sehingga mengklasifikasikannya merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu, untuk tujuan praktis dalam komunikasi, kita hanya perlu memahami bahasa tubuh yang lazim digunakan saja.[13] Sebagai contoh, untuk menunjuk, orang Amerika
menggunakan jari telunjuk,orang Jerman dengan jari kelingking, orang Jepang dengan seluruh jari, dan sebagian orang di Asia dengan jari jempol. Dalam budaya Barat, kontak mata langsung yang normal dianggap positif, sedangkan tatapan yang lama dianggap sebagai ‘undangan seksual’. Di budaya Arab, kontak mata yang lama dianggap sebagai tanda keseriusan dan ketulusan. Sedangkan di Jepang Amerika Latin orang mencegah kontak mata untuk menunjukkan rasa hormat.[14]
            Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.[15]
            Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.[16]
            Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.[17]
            Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan. Ada beberapa fungsi dari bahasa, antara lain :
*      Fungsi Personal atau Pribadi
            Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira.
*      Fungsi Direktif
            Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
*      Fungsi Fatik
            Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
            Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna.
*      Fungsi Referensial
            Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
*      Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
            Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
*      Fungsi Imajinatif
            Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.[18]

C.    Peran Bahasa Dalam Ilmu
            Peran bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa sebagai media berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu, pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian : hubungan bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi.
1.      Hubungan Bahasa dan Pikiran
            Berpikir merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari hanya olehorang yang melakukan aktivitas itu. Miller mengatakan: “tindakan berpikir sering digambarkan sebagai kegiatan berbicara padadiri sendiri (intrapersonal communication), mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental.[19]
            Dengan kemampuan berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya. Kemampuan berpikir juga kadang-kadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tanpa mencoba berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).Peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir, bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan.[20]
            Setiap kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya,dia tidak perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Cassirer mengatakan manusia adalah Animal symbolicum, mahluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan lebih luas dari homo sapiens, mahluk yang berpikir.Tanpa kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan berpikir secara sistmatis dan teratur tidak dapat dilakukan.[21]
Bahasa memang tidak selalu identik dengan berpikir. Jika seseorang ditanya apa yangsedang dipikirkannya, dia akan menggambarkan pikirannya melalui bahasa.meskipun pikirannya tidak berbentuk simbol-simbol linguistik ketika dia ditanya, dia pastimengungkapkanpikiran itu dalam bentuk simbol-simbol linguistik agar proses komunikasidengan penanya berjalan dengan baik. Namun, meskipun bahasa tidak identik dengan berpikir, berpikir tidak dapat dilakukan tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yangdimiliki seseorang akan menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya.
            Berbagai  filsuf menyatakan bahwa suku-suku primitif tidak dapat memikirkan hal-hal yang‘canggih’ bukan karena mereka tidak dapat berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka untuk melakukannya.[22]  Kenyataan ini terungkap jelas dalam diri mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan berhasil menyelesaikan studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran. Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam proses ini, tidaklah berlebihan bila Tomasello (1999) menegaskan bahwa bahasa adalah fungsikognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan.[23]
            Selaras dengan itu, pandangan berbagai antropolog budaya juga menunjukkan bahwa bahasa juga berperan dalam membentuk, mempengaruhi, dan membatasi pikiran.Penelitian tentang kemampuan mengingat warna membuktikan bahwa peserta yang bahasaibunya memiliki kata untuk warna yang diujikan terbukti lebih mampu mengingat warna-warna tersebut.[24] Sehubungan dengan itu, Miller menegaskan: Variasi pengungkapan pengalaman melalui bahasa yang berbeda sangat erat hubungannya dengan variasi pandangan hidup atau kebudayaan dalam masyarakat manusia.
            Karena bahasa dipelajari seseorang sejak usia dini, dan bahasa tersebut merupakan sarana utama baginya untuk mempelajari segala sesuatu, termasuk budaya dan pandangan hidup, bahasa itu akan mempengaruhi persepsinya tentang realitas.[25] Sebagai contoh, ungkapan “Time flies, waktu berjalan” bisa dihubungkan dengan perbedaan antara persepsi orang Amerika, orang Spanyol dan orang Indonesia tentang waktu. Orang Amerika selalu bergegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sedangkan orang Spanyol dan orang Indonesia cenderung memandang hidup lebih santai.[26]
            Hal ini ditegaskan oleh hasil penelitian Ford dan Peat (1988). Penelitian itu mengungkapkan bahwa pengaruh realitas bahasa seseorang terhadap pikirannya lebih dominan daripada pengaruh pikirannya terhadap bahasanya. Bahasa tidak hanya berperan sebagai ‘kendaraan’ yang digunakan untuk menyalurkan informasi tetapi juga sarana untuk membentuk pikiran.

2.      Bahasa Sebagai Media Komunikasi
            Komunikasi merupakan salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu desebarluaskan (dipublikasikan) melaluitindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian didiskusikan, diteliti ulang,dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitianulang, penerapan, dan pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya. Selama dalam proses penelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peransentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media.
            Dalam penelitian dan komunikasi ilmiah, setiap ilmuwan perlu mengembangkan dan memahami bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan terminologi khusus) yang digunakan dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa yang mereka pahami bersama, kesalah pahaman akan sulit dihindari dan mereka tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan ilmu.

D.    Karakteristik Bahasa yang Mendukung Pengembangan Ilmu
            Berdasarkan paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa peran bahasa sebagai media berpikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak menjalani budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu. Konsep-konsep dalam bahasa cenderung manghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian lagi sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana.[27]
            Menurut Suriasumantri dalam kapasitasnya sebagai mediakomunikasi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan (emotif), pesan berkonotasi sikap (afektif), dan pesan berkonotasi pikiran (penalaran). Secara alami, tidak semua bahasa dikembangkan oleh penuturnya dengan memberikan porsi yang sama terhadap kemampuan menyampaikan ketiga jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan ilmu pastilah memiliki bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran.Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan memahami makna kata-kata yangmembentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‘menebak’ pesan yang disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik.[28]
            Sehubungan itu, kriteria utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para ilmuwan. Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan. Dilihat dari sisi kekayaan kosakata yang mendukung pengembangan ilmu, bahasaInggris kelihatannya merupakan pilihan utama untuk dijadikan sebagai bahasa ilmiah bagi ilmuwan di seluruh dunia. Kekayaan kosa kata bahasa Iinggris terungkap dari survey yang mengungkapkan bahwa bahasa Inggris memiliki sekitas 450.000 kata 1981 ; bahasa Prancis dan Rusia masing masing hanya memiliki sekitar 150.000 kata 1983. Pada tahun 1991, bahasa Indonesia memiliki sekitar 72.000 kata.[29]
            Dalam konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa Indonesia ditetapkan menjadi prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa juga memiliki fungsi integratif, atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena pilihan sudah dibuat, maka bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa kata yang mendukung pengembangan ilmu. Dilihat dari sisi ini, kondisi bahasa Indonesia, harus diakui, masih memprihatinkan.Sebagai contoh, meskipun sebagian orang sudah memberi pengertian yang berbeda kepada ilmu dan pengetahuan, di Indonesia istilah ilmu pengetahuan masih sering digunakansebagai sebuah pleonasme (pemakaian lebih daripada satu perkataan yang sama artinya). Akibatnya, makna istilah ilmu dan pengetahuan menjadi kabur.
            Keadaan ini tidak  berlangsung hanya di antara masyarakat awam saja, tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan. Pemberian nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)merupakan beberapa contoh penggunaan pleonasme istilah ilmu pengetahuan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (2008) juga masih menggunakan pleonasme ini. Salah satu istilah yang didaftarkan di bawah kata ilmu dalam kamus itu adalah ’ilmu pengetahuan’yang didefinisikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yg disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.”[30]
             Bahkan LIPI, lembaga pemerintah yang dibentuk dan ditugaskan sebagai penggerak pengembangan ilmu di Indonesia masihmenggunakan istilah ilmu pengetahuan untuk merujuk pada ilmu ( science).Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap terminologi yang digunakan dalam wacana apapun jelas sangat merugikan, karena miskin terpretasi akan timbul. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut.

E.     Hubungan Ilmu dengan Bahasa
            Ilmu bisa berarti proses memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang diperoleh lewat proses tersebut. Proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini umumnya berupa metode ilmiah, dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta. Dalam pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains.
            Sedangkan Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Dan bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya.[31]
            Terkait dengan hal di atas, dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi dengan ilmu menjadikan bahasa memudahkan dalam kemampuan belajar dan mengingat, memecahkan persoalan dan menarik kesimpulan. Dengan ilmu, bahasa mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.
            Sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (tokoh psikolingustik) yang menjelaskan studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa yang berhubungan dengan ilmu, yaitu mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan.
            Ilmu dan bahasa berhubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata.
            Contoh dalam perilaku manusia yang tampak dalam hubungan ilmu dan bahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan ruang lingkup ilmu denagan bahasa yaitu mulai pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemrosesan bahasa, hubungan antara bahasa dan perilaku manusia, dan hubungan antara bahasa dengan ilmu.[32]


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
            Dari keterangan-keterangan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
ü  Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
ü  Bahasa adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan berpikir.
ü  Ilmu dan bahasa berhubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari.
ü  kriteria utama bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para ilmuwan.
ü  Peranan bahasa antara lain sebagai pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi.

B.     Saran
            Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.












DAFTAR PUSTAKA

1.      Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001.
2.      Jonathan, Sarwono,Metode Penelitian Quntitatif dan Kualitatif . Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu, 2006.
3.      Jujun  Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer . Jakarta :  Pustaka Sinar Harapan, 1990.
4.      Arief Sidharta, Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Bandung : Pustaka Sutra, 2008.
5.      Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Jakarta  : Grafindo Persada , 1996.
6.      Drs. H. Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. Mudzakir, Filsafat Umum, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 1997.
7.      DepartemenPendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008.
8.      Sandjaja dan Heriyanto, sari sejarah filsafst. Yogyakarta :  yayasan konesius, 2006.
9.       Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta 2008.
10.  Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999.
11.  Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005.



[1] Jonathan, Sarwono,Metode Penelitian Quntitatif dan Kualitatif . Yogyakarta:Penerbit Graha Ilmu, 2006.Hal 13
[2] Jujun  Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer . Jakarta :  PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 293
[3] Arief Sidharta, Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Bandung : Pustaka Sutra, 2008. Hal 7-11.
[4] Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Jakarta  : Grafindo Persada , 1996. Hal  7
[5] Drs. H. Ahmad Syadali, M.A. dan Drs. Mudzakir, Filsafat Umum, Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 1997. Hal 34
[6] DepartemenPendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa, 2008. Hal 230
[7] Sandjaja dan Heriyanto, sari sejarah filsafst. Yogyakarta :  yayasan konesius, 2006. Hal  5-6
[8] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta 2008. Hal 8
[9] http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought
[10] DR. Nur Ahmad Fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : Penerbit IAIN Press, 2001. Hal 79-80
[11] Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999. Hal 3
[12] http://www.scribd.com/doc/13236846/ILMU-DAN-BAHASA-ivate-maxage0-mustrevalidate-ContentLength-27-X
[13] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta 2008. Hal 10
[14] http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[15] Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999. Hal 5
[16] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta 2008. Hal 10
[17] Rahmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal 47
[18] http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[19] Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999. Hal 7
[20] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta 2008. Hal 11
[21] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta : PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 71
[22] Huda, nuril, hal 8
[23] http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html
[24] http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought
[25] Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999. Hal 8-9
[26] Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal 274
[27] Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosda Karya, 2005. Hal 276
[28] Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta : PustakaSinar Harapan, 1990. Hal 301
[29] Huda, Nuril “Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing”. Bogor : Cisarua, 1999. Hal 17
[30] DepartemenPendidikan Nasional , Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa. 2008
[31] Jujun S Suriasumantri,Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer . Jakarta :PustakaSinar Harapan,1990. Hal 303

[32] http://fullcoloursaboutenis.blogspot.com/2011/06/hubungan-ilmu-dengan-bahasa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar