Sabtu, 09 November 2013

hubungan filsafat dengan sains


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

            Pembahasan dalam makalah ini adalah tentang hubungan ilmu pengetahuan (sains) dengan filsafat. Sains atau ilmu pengetahuan pada zaman klasik tak terpisah dengan filsafat. Para filsuf terdahulu seperti Aristoteles dan Plato selalu mendasarkan penyelidikannya pada metafisika. Plato misalnya, menyatakan bahwa pengetahuan yang kita punya saat ini adalah bawaan dari alam idea. Proses berfikir ia samakan dengan proses mengingat apa-apa yang pernah dilihat oleh manusia di alam idea dahulu. Baginya, pengetahuan manusia bersifat apriori (mendahului pengalaman). Begitu pula dengan para filsuf-filsuf sebelumnya. Sejak Thales dan para pemikir sebelum Sokrates dan Kaum Shopis, mereka menumpahkan perhatian filsafatnya pada proses kejadian alam semesta, yang berarti objek fisik.
            Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan : Ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filosuf. Para filosuf terlatih di dalam motede ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa ilmu.[1]
            Tapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, yang diawali oleh renaisans yang kemudian disambut hangat oleh kaum empirisme, peta sains mulai bergeser. Namun metodelogi rasionalisme yang dimotori Descrates sebagai penggerak renaisans berbeda dengan empirisme. Jika rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang sahih hanya diperoleh melalui rasio, empirisme mengatakan bahwa pengetahuan yang sahih bersumber dari pengalaman. Menurut empirisme, pengetahuan tidak diperoleh secara apriori melainkan aposteriori (melalui pengalaman).
            Gejolak renaisains itu pun terus bergulir ke Jerman dengan zaman pencerahannya. Kemudian sampailah kita pada aliran positivisme yang dibangun oleh Agust Comte. Melalui positivismenya, Comte menegaskan pengetahuan tidak melampaui fakta-fakta. Ia kemudian menolak metafisika. Dan pada akhirnya, ia menolak, etika, teologi dan seni, yang dianggap melampaui fenomena-fenomena yang teramati. Menurut Comte, sejarah pengetahuan berkembang melalui tiga tahap. Dari tahap teologis, metafisis dan terahir positifis. Baginya perkembangan ini layaknya perkembangan kehidupan manusia, mulai dari anak-anak, remaja, kemudian dewasa.
            Pada tahap dewasa ini, manusia tidak lagi mengamati objek-objek yang tak teramati, melainkan semua objek yang dapat diindra. Akhirnya, pada tahap positifis ini, organisasi masyarakat industri menjadi pusat perhatian. Ekonomi menjadi primadona dan kekuasaan elit intelektual muncul. Bagi Comte, sosiologi merupakan ilmu baru untuk mengorganisasikan masyarakat industri.
           Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu.[2] Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, doktrin positifisme yang hanya memusatkan diri pada hal yang faktual pun mulai merajarela. Ia semakin perkasa dan seakan-akan membenarkan bahwa teologis, metafisis adalah masa kanak-kanak pertumbuhan masyarakat dunia. Apalagi teknologi yang semakin membantu manusia dalam berbagai aktivitasnya, misalnya mobil, telepon, internet dan sebagainya, memberantas penghalang hubungan manusia modern. Sehingga jarak dan waktu bukan jadi masalah lagi.
            Tetapi di tengah kemajuan teknologi tersebut, ada masalah yang mulai menyelimuti manusia. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk melayani dan mempermudah manusia pada perjalanannya lain. Kini teknologi mulai berbalik menyerang manusia. Manusia mulai kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya. Banyak kemajuan teknologi yang justru merusak lingkungan dan nilai kemanusiaan.
            Jika menilik pada sejarah sebelumnya, sains atau ilmu pengetahuan, selalu berhubung erat dengan filsafat dan cabang-cabang lain seperti metafisika, etika dan sebagainya. Terlebih dalam tradisi filsafat Islam. Sains masih terkait erat dengan filsafat bahkan theologi. Dalam karya Mulyadi Kartanegara yang berjudul ’Gerbang Kearifan’ dijelaskan, tak ada objek ilmu satu pun yang tak berhubungan dengan dunia metafisik. Para filsuf muslim memandang bahwa terdapat sumber abadi dan sejati bagi apapun yang terjadi di jagad raya ini, yang pada gilirannya akan dijadikan objek penelitian.
            Selain itu, tujuan dari semua ilmu dari sudut aksiologis adalah memperoleh kebahagiaan. Menurut para filsuf muslim, kebahagiaan dalam menuntut ilmu dengan objek keilmuannya. Karena meteafisika adalah ilmu yang mempelajari Sebab Pertama atau Tuhan, yang menempati objek tertinggi ilmu, maka filsafat (metafisika) patut dijadikan basis etis penelitian ilmiah. Kebahagiaan yang dituntut di sini bukan hanya kebahagian fisik yang bersifat sementara. Tapi kebahagiaan hakiki yang bersifat abadi dengan ketenangan jiwa.
            Menilik sejarah peradaban keilmuan Islam, sains memang tak bisa dilepaskan dari filsafat. Dari masa ke masa, baik pemerintahan Bani Umayyah dan Abasiyah, tak ada beda antara sains dan filsafat. Bahkan dalam tradisi Islam, filsafat disebut sebagai induk dari ilmu aqliah. Pada tahun 700 dalam pemerintahan Dinasti Umayyah, terbangun observatorium astronomi di Damaskus. Begitu pula pada Dinasti Abasiyah, Khalifah Al-Mansyur diriwayatkan pernah mengumpulkan ilmuan, termasuk dokter-dokter dari Persia sampai India. Ini membuktikan, bahwa dalam Islam, sains dan filsafat tetap berdampingan. Dan hingga kini, hal itu tetap terjaga.

B.     Rumusan Masalah
            Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:
ü  Pengertian sains (ilmu pengetahuan)
ü  Kerja dan karekteristik sains
ü  Hubungan sains (ilmu pengetahuan) dengan filsafat
ü  Ruang lingkuf sains
ü  Kelebihan dan kekurangan sains

C.    Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
ü  Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Sains (ilmu pengetahuan).
ü  Mahasiswa mampu menjelaskan cara kerja dan karakteristik Sains.
ü  Mampu menerangkan apa saja hubungan Sains dengan filsafat.
ü  Menjelaskan ruang lingkuf serta kelebihan-kelebihan dan kekurangan Sains.

D.    Metode Penulisan
            Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman-teman.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      FILSAFAT
1.      Pengertian Filsafat
            Filsafat didefinisikan sebagai "kebijaksanaan" . Kata filsafat atau philosophy, berasal dari bahasa Yunani yaitu Sophia yang berarti kebijaksanaan dan Philein yang berarti mencintai. Jadi, filsafat adalah semata-mata mencintai kebijaksanaan. Filsafat merupakan ilmu yang universal. Berfilsafat berarti mempertanyakan dasar dan asal usul dari segala-galanya, ataupun induk dari segala pengetahuan. Akan tetapi lama-kelamaan ilmu-ilmu khusus telah menemukan kekhasannya sendiri. Lama kelamaan mereka memisahkan diri dari filsafat dan mandiri.[3] Filsafat juga pada bagian lain dapat dikatakan ; usaha dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang di ajukan untuk memperoleh pengetahuan.[4]
            Ketika perhatian para filsuf kuno tentang filsafat ini lebih tercurah pada masalah filsafat tinggi, maka akhirnya kita bisa melihat arti filsafat menurut para filsuf kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu :
Ø  Filsafat dalam arti yang umum
     Yaitu berbagai ilmu pengetahuan yang rasional, yang berarti berbagai pengetahuan yang berasal dari manusia itu sendiri.
Ø  Filsafat dalam arti khusus
     Yaitu yang berasal dari luar manusia, jenis pengetahuan ini dianggap ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan (Ilahiyah) diistilahkan dengan wahyu. Golongan manusia yang berfilsafatkan materialisme tidak mempercayai adanya jenis pengetahuan ini. Al-Kindi menyebutkan pengetahuan jenis ini dasarnya adalah keyakinan (Sidi gazalba:1992:3).

2.      Objek Filsafat
            Objek penyelidikan filsafat itu sendiri adalah segala yang ada dan yang mungkin ada, tidak terbatas. Inilah yang disebut objek material filsafat. Ada beberapa objek materi filsafat, yaitu :
·           Masalah Tuhan, yang sama sekali diluar atau diatas jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
·           Masalah alam, yang belum atau tidak bisa dijawab dengan ilmu pengetahuan biasa.
·           Masalah manusia

            Obyek material filsafat yang diselidiki akan terus berlangsung hingga permasalahannya selesai, dan dapat ditemukan sampai akar-akar permasalahannya. Bahkan filsafat baru menemukan hasil kerjanya manakala ilmu pengetahuan suduh terhenti penyelidikannya, yakni ketika ilmu tidak mampu memberi jawaban atas masalah. Inilah salah satu sifat ciri khas filsafat yang tidak dimiliki ilmu pengetahuan.
            Seorang filosuf berfikir dan merenung untuk menemukan persoalan kyang memenuhi benaknya, ia berfikr sedalam dalamnya hingga seakar-akarnya untuk mencari hakikat sesuatu. Hasil penyelidikannya masih bersifat menduga-duga (spekulatif) dan subyektif.[5] Berarti filsafat adalah berfikir, tetapi bukan berarti setiap berfikir adalah berfilsafat. Ada beberapa ciri-ciri berfikir filsafat, antara lain :
·         Radikal
            Radikal berasal dari bahasa radix (bahasa yunani), berarti akar. Berfikir radikal berarti berfikir sampai keakar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensinya yang terakhir. Tidak ada yang tabu, tidak ada yang suci, dan tidak ada yang terlarang bagi yang berfikir radikal.
·         Sistematis
            Berfikir sistematis ialah berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dangan urutan-urutan yang saling berhubungan dan teratur.
·         Universal
            Berfikir universal berarti pola pikir yang tidak khusus, terbatas dan hanya pada bagian tertentu saja, akan tetapi mencakup keseluruhannya.[6]
.
3.      Kegunaan Filsafat
            Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha untuk memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan atau kegunaan filsafat pengertian dan kebijaksanaan. Dr. Oemar A. Husein mengatakan ; Ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.[7]
            Banyak sekali kegunaan ataupun manfaat yang dapat kita peroleh dengan mempelajari filsafat, adapun di antara kegunaan filsafat antara lain :
Ø  Filsafat sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Ø  Filsafat sebagai pandangan hidup yang mantap yang dapat menentukan kriteria baik buruknya tingkah laku manusia mana yang baik dan mana pula yang sebaliknya.[8]
Ø  Filsafat sebagai peluas kemampuan seseorang dalam bidang-bidang kesadaran (keinsafan), banyak orang yang memiliki pengetahuan tetapi picik, mempunyai keterampilan yang berharga tetapi tidak berwawasan, berkuasa tetapi tidak berprikemanusian, mereka laksana katak dalam tempurung.[9] Maka dengan berfilsafat dapat memperdalam kesadar seseorang.
Ø  Filsafat menolong, mendidik, dan membangun diri kita sendiri, dengan berfikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerihanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berfikir, untuk hidup sesadar-sadarnya.
Ø  Filsafat merupakan latihan untuk berfikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja.
Ø  Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan dan lainnya. Seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.[10]

B.     SAINS
1.      Pengertian
            Kata sains berasal dari bahasa latin ” scientia ” yang berarti pengetahuan. memandang dan mengamati keberadaan (eksistensi) alam ini sebagai suatu objek. Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary definisi dari sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah.
            Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sains berarti :
·         ilmu teratur (sistematis) yang dapat diuji kebenarannya
·         ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika, kimia dan biologi).

            Sains pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari dan dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode yang biasa dilakukan dalam penelitian ilmiah (observasi, eksperimen, survey, studi kasus dan lain-lain. Istilah common sense sering dianalogikan dengan good sense, karena seseorang dapat menerima dengan baik. Jadi, kaitannya dengan sains, sains beranjak dari common sense, dari peristiwa sehari-hari yang dialami manusia namun terus dilanjutkan dengan suatu pemikiran yang logis dan teruji.
            Sains merupakan suatu metode berpikir secara objektif. Tujuannya menggambarkan dan memberi makana pada dunia yang faktual. Sains adalah gambaran yang lengkap dan konsisten tentang berbagai fakta pengalaman dalam suatu hubungan yang mungkin paling sederhana (simple possible terms). Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam.
            Sains (pengetahuan) juga kumpulan pengetahuan tentang sesuatu kenyataan yang tersusun secara sistematis, dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamalan dan percobaan-percobaan.[11] Bahasa yang lebih sederhana, sains adalah cara ilmu pengetahuan yang didapatkan dengan menggunakan metode tertentu. Sains dengan definisi diatas seringkali disebut dengan sains murni, untuk membedakannya dengan sains terapan, yang merupakan aplikasi sains yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. ilmu sains biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
Ø  Natural sains atau Ilmu pengetahuan Alam
Ø  Sosial sains atau ilmu pengetahuan sosial.[12]

            Sedangkan menurut Rektor IAIN SU ilmu pengetahuan dapat dibagi atas beberapa tingkatan tertentu, antara lain :
Ø  Ilmu pengetahuan deskriftif
Ilmu pengetahuan yang memberikan jawaban ataspertanyaan apa dan bagaimana..?
Ø  Ilmu pengetahuan normatif
Ilmu pengetahuan normatif menjawab pertanyaan seharusnya bagaimana..?
Ø  Ilmu pengetahuan kausal
Ilmu pengetahuan kausal berupaya menjawab pertanyaan apa yang terjadi apabila ada dua fenomena yang dapat dihubungkan.
Ø  Ilmu pengetahun esensi
Sedangkan ilmu pengetahuan essensi itu sendiri adalah ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu.[13]

Sedangkan merunut Sdi Gazalba, ada beberapa macam jenis ilmu pengetahuan, antara lain :
Ø  Ilmu praktis
            Ilmu yang tidak hanya sampai kepada hukum umum atau abstraksi, tidak hanya terhenti pada teori, tapi menuju kepada dunia kenyataan. Ia mempelajari hukum sebab dan akibat untuk diterapkan dalam alam kenyataan. Ilmu ini terbagi dua, yaitu :
·         Ilmu Praktis Normatif
Ilmu yang memberikan ukuran-ukuran dan norma-norma.
·         Ilmu praktis Positif
Ilmu yang memberikan ukuran atau norma yang lebih khusus daripada ilmu praktis normatif. Norma yang dikaji ialah bagaimana membuat sesuatu tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai hasil tertentu.
Ø  Ilmu spekulatif-ideografis
            Ilmu yang bertujuan mengkaji kebenaran obyek dalam ujud nyata dalam ruang waktu tertentu.
Ø  Ilmu spekulatif-nomotetis
            Ilmu pengetahuan yang bertujuan mendapatkan hukum umum atau generalisasi substantif.
Ø  Ilmu spekulatif-teoritis
Ilmu yang bertujuan memahami kausalitas. Tujuannya agar memperoleh kebenaran atau keadaan dari pristiwa tertentu (Sidi gazalba:1992:40).
            Pengetahuan yang kian hari kian bertambah ini, pada dasarnya bersumber pada tiga macam sumber (Juhaya S. Praja:2003:11). Yaitu :
·         Pengetahuan yang langsung diperoleh
·         Hasil dari suatu konklusi
·         Pengetahuan yang diperoleh melalui kesaksian dan otoritas.

2.      Kerja Sains
            Ilmuan dalam studinya tentang sekelompok fenomena melakukan tiga tahapan kerja, antara lain :
Ø  Mula-mula sekali di himpun fakta-fakta atau data dari obyek studinya. Apabila fakta-fakta telah terkumpul, maka dapat melangkah ketahap berikutnya.
Ø  Pelukisan pakta-pakta, dengan cara :
·         Membentuk defenisi dan pelukisan umum
·         Melakukan analisis tentang fakta-fakta itu
·         Mengklasifikasikan fakta-fakta itu.
Setelah fakta-fakta ini terlukiskan maka sampailah ia ke tahap terakhir.
Ø  Penjelasan fakta-fakta dengan jalan sebagai berikut :
·         Menentukan sebab-sebab (dengan menentukan hal-hal yang mendahului peristiwa)
·         Merumuskan hukum (dengan penentuan keserba tetapan peristiwa) (Sidi gazalba:1992:42).

Ada juga cara kerja sains yang menurut sebagian pendapat para ahli seperti berikut :
Ø  Mengumpulan tentang fakta-fakta
Ø  Gambaran tentang fakta-fakta, dengan cara :
·         Definisi dan gambaran umum
·         Analisis
·         Klarifikasi
Ø  Penjelasan-penjelasan tentang fakta-fakta, dengan cara :
·         Memastikan sebab musabab (invariable antecedents)
·         Merumuskan berbagai kesamaan perilaku (dikutip http://parapemikir.com/).

3.      Karakteristik Sains
            Sejarah membuktikan bahwa dengan metode sains telah membawa manusia pada kemajuan dalam pengetahuan. Randall dan Buchker mengemukakan beberapa ciri umum sains, antara lain :
·         Hasil sains bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama,artinya hasil sains yang lalu dapat digunakan untuk penyelidikan hal yang baru, dan tidak memonopoli. Setiap orang dapat memanfaatkan hasil penemuan orang lain.
·         Hasil sains kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan karena yang menyeidikinya adalah manusia.
·         Sains bersifat objektif ,artinya prosedur kerja atau cara penggunaan metode sains tidak tergantung kepada siapa yang menggunakan, tidak tergantung pada pemahaman secara pribadi.


Ralph Ross dan Ernest Van den Haag mengemukakan ciri-ciri sains, yaitu:
·         bersifat rasional (hasil dari proses berpikir dengan menggunakan rasio atau akal)
·         bersifat empiris (pengalaman oleh panca indra)
·         bersifat umum (hasil sains bisa digunakan oleh semua orang tanpa terkecuali)
·         bersifat akumulatif (hasil sains dapat dipergunakan untuk dijadikan objek penelitian berikutnya).

4.      Kelebihan dan kekurangan Sains
Ada beberapa kelebihan sains, antara lain yaitu:
·         Sains telah memberikan banyak sumbangannya bagi umat manusia, misalnya dalam perkembangan sains dan teknologi kedokteran, sains dan teknologi komunikasi dan informasi.
·         Dengan sains dan teknologi memungkinkan manusia dapat bergerak atau bertindak dengan cermat dan tepat, efektif dan efisien karena sains dan teknologi merupakan hasil kerja pengalaman, observasi, eksperimen dan verifikasi.

Sedangkan kelemahan sains antara lain yaitu :
·         Sains bersifat objektif, menyampingkan penilaian yang bersifat subjektif. Sains menyampingkan tujuan hidup, sehingga dengan demikian sains dan teknologi tidak bisa dijadikan pembimbing bagi manusia dalam menjalani hidup ini.
·         Sains membutuhkan pendamping dalam operasinya. Menurut Albert Einstein, "Sains tanpa agama lumpuh, dan agama tanpa sains adalah buta (Science without religion is lame, religion without sains is blind)".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar