Sabtu, 09 November 2013

Peranan Filsafat Pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Ada yang berpandangan bahwa filsafat adalah wilayah pemikiran yang dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyatannya adalah urusan yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan sejarahnya. Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran filosofis dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.
            Pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna hidup dan hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran reflektif filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam, filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja.
            Filsafat adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa tidak begitu. Pertanyaan demikian adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti kompleksitas kehidupan (Bambang:2003:5). Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulan, bahwa :
§  Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
§  Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
§  Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
§  Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
§  Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
            Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada di filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
            Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani Philosophia yang berarti kebijkasanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah, kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos (keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijksanaan) (Fathurrahman Djamil:1999:1). Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka atau keinginan kepada kebijaksanaan.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam berpikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir bisa disebut berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir dengan isaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti. Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Fathurrahman Djamil:1999:2).
Suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba  mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional, dan mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat hakiki, meskipun masih relatif dan subyektif. Filfasat dipandang sebagai induknya ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi, filsafat disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan (queen of knowledge) (Mohammad Noor Syam:1984:16).
Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni.Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahua di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif (Jujun S Suriasumantri:1990:25).
     Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu.
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat pendidikan. Cabang-cabang filsafat antara lain: 1) Epistemologi (filsafat pengetahuan), 2) etika (filsafat moral), 3) estetika (filsafat seni), 4) metafisika, 5) politik (filsafat pemerintahan), 6) filsafat agama, 7) filsafat ilmu, 8) filsafat pendidikan, 9) filsafat hukum, 10) filsafat sejarah, 11) filsafat matematika ((Jujun S Suriasumantri:1990:32).
B.     Hubungan Pendidikan dan Filsafat
Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan adalah juga tujuan filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat adalah juga jalan yang dilalui pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat membimbing ke arah kebijaksanaan. Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya di dalam kehidupan mereka.
Menurut Brauner dan Burns peranan filsafat pendidikan suatu komponen (sebagai) aktivitas berfilsafat ialah untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis yang dapat kita tetapkan meliputi empat aspek yang saling berhubungan yaitu: fungsi analisa, evaluasi, spekulatif dan integrative (Mohammad Noor Syam:1984:45).
Bahkan sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang nilai-nilai filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu adanya suatu gambaran jenis masyarakat ideal.
Bagaimana wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui proses pendidikan, bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh atau pikiran seorang filosof. Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai dasar-dasar filosofis di dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa. Gambaran masyarakat ideal adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam tata hidup masyarakat, telah tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang sesuai dengan sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan tumbuh sebagai realita, sebagai filsafat hidup.[1]
Misalnya, apa yang kita ketahui tentang ajaran filsafat Pancasila sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, nilai-nilai filsafat Pancasila pada dasarnya telah menjadi sosio-kultural, bahkan merupakan kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu ketika Indonesia merdeka, ajaran filsafat tersebut didudukkan secara formal sebagai filsafat negara, hanyalah merupakan proses restorasi (penempatan pada kedudukannya yang wajar).
Mengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian  daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis (Imam, Barnadib:1988:15).
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis dipandang sebagai pikiran–pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Padahal, pikiran filosofis ialah pikiran murni yang berusaha mengerti segala sesuatu secara hakiki, ingin mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas faktor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi.[2] Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata di bawah ini, bahwa analisa persoalan tidak mungkin semata-mata melalui analisa ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1. Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau mungkin, guna membina kepribadian manusia, atau tidak. Apakah potensi-hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar dan pendidikan). Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, mengapa seorang anak yang abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
 2. apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu guna individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan bagi pembinaan manusia pribadi, ataukah untuk masyarakatnya. Apakah pembinaan pribadi manusia itu demi hidup yang riil dalam masyarakat dan dunia ini ataukah bagi kehidupan akherat yang kekal.
3. apakah hakekat masyarakat itu, dan bagaimana  kedudukan individu di dalam masyarakat; apakah pribadi itu independen ataukah dependent di dalam masyarakat. Apakah hakekat pribadi manusia, manakah yang utama yang sesungguhnya baik untuk pendidikan bagi manusia, ataukah perasaan (akal, intelek atau akalnya, ataukah kemauan, ataukah perasaan (akal, karsa, rasa); apakah pendidikan jasmani atakukah rohani dan moral yang lebih utama. Ataukah pendidikan kecakapan-kecakapan praktis (skill), jasmani yang sehat, ataukah semunya.
4. untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah isi pendidikan (curriculum) yang diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian sekaligus kecakapan memangku suatu jabatan di dalam masyarakat. Apakah curriculum yang luas dengan konsekuensi kurang intensif ataukah dengan curriculum yang terbatas tetapi intensif penguasaannya sehingga praktis.
5. bagaimana atas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan otonomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan leadership yang instruktif ataukah secara demokratis. Bagaimana metode pendidikan yang efektif membina kepribadian baik teoritis-ilmiah, kepemimpinan, maupun moral dan aspek-aspek sosial dan skill yang praktis.Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan khususnya pendidikan Islam (Zuhairini:1994:32).
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis (Imam Barnadib:1997:24).
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan
D. Peranan Filsafat Pendidikan
            Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu.
            Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
            Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.[3]
            Peranan pendidikan di dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula proses pendidikan kembangankepribadian manusia. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini, bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
            Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh negatif bagi manusia, terutama anak-anak,genarasi muda.
                Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.[4]
            Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud diatas, dilukiskan oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching, an Intriduction to Educatiomn”, antara lain sebagai berikut :Istilah “pendidikan” berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikankehidupan suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktifitas sosial yang efensial yangmemungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang.
            Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi pendidikan ini mengalamai proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal, yangtetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
            Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini :
1.      Fungsi Spekulatif
            Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannyadengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
2.      Fungsi Normatif
            Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnyamembentuk kebudayaan.
3.      Fungsi Kritik
            Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan danmenafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asmsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat haruskompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan datadan argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.
4.      Fungsi Teori dan Praktek
            Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi suatu praktek.
5.      Fungsi Integratif
            Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya pendidikan, maka fungiintegratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika, epistimologi, dan aksiologi (Usiono:2006:98-99).
            Jika kita ingin menkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat yaitu, metafisika, epistimologi, dan aksiologi.
v  Metafisika dan Pendidikan
            Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia :
·         Manusia adalah makhluk jasmani rohani
·         Manusia adalah makhluk individual sosialü
·         Manusia adalah makhluk yang bebas
·         Manusia adalah makhluk menyeluruh.[5]
            Metafisika merupakan bagian dari filsafat yang mempelajari masalah hakikat ; hakikat dunia,hakikat manusia,termasuk di dsalam nya hakikat anak.Mempelajari metafisika bagi filsafat pendidikan diperlukan untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan,untuk mengetahui bagaimana dunia anak,apakah ia merupakan mahkluk rohani atau jasmani saja,atau keduanya
             Metafisika memiliki implikasi-implikasi pentinguntuk pendidikan karena kurikulum sekolah berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas.Dan apa yang kita ketahui mengenai realitas itu di kendalikan/didorong oleh jenis-jenis pertanyaan yang di ajukan mengenai dunia.Pada kenyataan nya,setiap posisi yang berkenaan dengan apa yang harus di ajarkan sekolah di belakangnya memiliki suatu pandangan realitas tertentu,sejumlah respons tertentu pada pertanyaan-pertanyaan metafisika (Usiono:2006:100). Metafisika terbagi dua , yaitu :
Ø  Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono:2007:144).
Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Hal senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri, bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada (Jujun S. Suriasumantri:2003:34).
Ø  Metafisika Khusus
            Di dalam persoalan metafisika khusus ada beberapa permasalahan yang dibahas di dalamnya, antara lain :
·         Teology
Teologi memiliki makna yang sangat luas dan dalam. Adapun yang dimaksud dengan teologi dalam ruang lingkup metafisika adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata-mata kepada kejadian alam (teologi naturalis). Dalam bukunya yang berjudul philosophie, karl Jaspers memberikan pembahasan mengenai berbagai cara yang dapat menyebabkan manusia mempunyai keinsafan tentang adanya tuhan, berdasarkan atas sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indra.
            Pertama-tama terdapat suatu cara yang formal, yang menunjukkan bahwa segenap pengertian hakiki dimiliki oleh manusia pada adanya sesuatu yang tidak terbatas, yang menyebabkan manusia menginsafi bahwa tuhan terdapat jauh di dalam lubuk hatinya. Juga terdapat cara simbolik yang terdapat di dalam mitos serta tulisan tangan tentang adanya tuhan. Ada beberapa pembahasn dalam hal ini, antara lain :
a.       Teologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang Tuhan.Mengajukan Pertanyaan-Pertanyaan sekitar Tuhan dan bagaimana hubungannya dengan realitas,bagaimana hubungan Tuhan dengan manusia dan dengan kosmos.
b.      Kosmologi
            Kosmologi membicarakan realitas jagat raya,yakni keseluruhan sistem alam semesta.Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata,yaitu alam fisik ,tidak mungkin pengamatan dan penghayatan indra mampu mencakupnya.Oleh karena itu,kosmologi menghayati realitas kosmos secara intelektual
c.       Manusia
     Seperti Yang Telah diuraikan,bahwa metafisika mempersoalkan hakikat realitas, termasuk hakikat manusia dan hakikat anak.Pendidikan merupakan kegiatan khas manusiawi
·         Manusia sebagai makhluk individu
            Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk individu yang unik,berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.Tidak ada manusia yang persis sama diciptakan Tuhan di jagat raya ini,walaupun pada anak  (manusia) kembar sekalipun.Secara fisik mungkin manusia akan memiliki banyak persamaan,namun secara psikologis rohaniah akan banyak menunjukkan perbedaan.
·         Manusia sebagai makhluk sosial
            Manusia Lahir ke dunia dari rahim ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa,ia lahir dalam keadaan tidak berdaya.Namun,bersamaan dengan itu,ia lahir memiliki potensi kemanusiaan berupa kekuatan pendengaran,kekuatan penglihatan ,dan budi nurani.Potensi kemanusiaan tersebut merupakan modal dasar bagi manusia untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.
·         Manusia sebagai makhluk susila
            Manusia yang lahir dilengkapi denagan kata hati atau hati nurani,yang memungkinkan ia memiliki potensi untuk dapat membedakan perbuatan baik dan buruk ,sehingga ia dapat memiliki pengetahuan  yang berkaitan dengan itu.Manusia sebagai makhluk susila mampu memikirkan dan menciptakan norma-norma.
·         Manusia sebagai makhluk ber-Tuhan
            Manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi dan mampu mengadakan komunikasi dengan Tuhan sebagai maha pencipta alam semesta.
1.      Epistemologi dan pendidikan
            Kumpulan pertanyaan berikutnya yang berhubungan dengan para guru adalah epistimologi.Pertanyaan-pertanyaan ini semuanya terfokus pada pengetahuan: Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung?. Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah Kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan pada akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
2.      Akisologi dan Pendidikan
            Akisologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendidikan , karena dunia nilai akan selalui dipertimbangkan,atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan perbuatan pendidikan. Brubacher mengemukakan tentang hubungan antar asikologi dengan pendidikan.
            Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata dibawah ini, mengertilah kita bahwa analisa ilmiah. Sebab masalahnya memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1.      Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau mungkin berguna membina kepribadian manusia atau tidak. Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam sekitar dan kpribadian).
2.      Mengapa anak yang potensinya hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana yang diharapkan. Sebaliknya, mengapa seoraang anak abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun di didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
3.      Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu berguna untuk individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan untuk pembinaan manusia pribadi, apakah untuk masyarakat.
4.      Apakah hakikat masyarakat itu, dan bagaimana kedudukan individu di dalam masyarakat, apakah pribadi itu independent ataukah dependent di dalam masyarakat.
5.      Apakah hakikat pribadi itu, manakah yang utama untuk dididik, apakah ilmu, intelek atau akalnya, ataukah kemauannya.
6.      Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan otomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan kepemimpinan yang instruktif ataukah secara demokratis.
7.      Bagaimana metode pendidikan yang efektif untuk membina kepribadian.
            Tiap-tiap pendidik seogianya mengerti bagaimana jawaban-jawaban yang tepat atas problema di atas, sehingga dalam melaksanakan fungsinya akan lebih mantap. Mereka yang memilih propesi keguruan sepantasnya mengerti latar belakang kebijaksanaan strategi dan politik pendidikan pada umumnya, khususnya pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Asas kesadaran kebenaran-kebenaran dari jawaban tersebut merupakan prinsip-prinsip yang pudamental untuk keberhasilan tugas pendidikan.
            Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis itu dan mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan menjadi norma-norma pendidikan. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam pendidikan, yaitu norma-norma yang berlaku di dalam dunia pendidikan.


[1] http://mjulijanto.wordpress.com/2010/05/19/pengantar-filsafat-pendidikan/
[2] http://www.anakciremai.com/2008/08/analisis-filsafat-dan-teori-pendidikan.html
[3] http://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-filsafat/
[4] http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan-ilmu-pendidikan/
[5] http://edu-articles.com/guru-dan-filsafat-pendidikan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar