BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Lahirnya
agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan
suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia.
Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk
dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan
sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang
sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan
pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13
M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada
abad ke-7 M.[1]
Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia
yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.
Datangnya
Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur
perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur
kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan
berkembang di Indonesia. Kegiatan
pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa
perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi
Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan,
kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.[2]
Konversi
massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas
dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi
pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan
adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya
menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas
tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi
wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan
Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada
masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.
1.2
Rumusan
Masalah
Agar
pembahasan dalam makalah yang penulis susun tidak melenceng dari jalur
pembahasan pokoknya, ada baiknya penyusun menuliskan masalah-masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini, antara lain :
a.
Sejarah
masuknya Islam di Indonesia
b.
Pengertian
pendidikan Islam
c.
Sejarah
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
d.
Pendidikan
Islam pada masa Belanda dan Jepang
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini, adalah :
a.
Agar
mahasiswa mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia
b.
Mahasiswa
mampu menggambarkan sejarah perkembangan pendidikan Islam diIndonesia
c.
Mahasiswa
mengetahui apa saja yang terjadi di dalam pendidikan Islam pada masa Penjajahan
Belanda dan Jepang.
d.
Mahasiswa
dapat mengetahui dan menggambarkan bagaimana system pendidikan Islam pada masa
penjajahan Belanda dan Jepang.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia
Sejarah telah mencatat bahwa semua agama baik agama samawi atau
agama ardi disi’arkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan
Tuhan dan oleh pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan harus
disampaikan kepada manusia, untuk menjadi pedoman hidup.[3]
2.1
Sejarah masuknya Islam di Indonesia
Masuknya Islam di Indonesia agak
unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya
terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relative berbeda dengan
daerah lain. Islam masuk ke Indonesia
secara damai dibawa oleh para pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk
ke daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam ke
Irak, Iran, Persia, dan lain-lain.[4]
Sejak zaman prasejarah, penduduk
kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi
lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan
perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia
Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual
disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara
Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku,
dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudia dijual para pedagang asing.
Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abd ke-1 dan ke-7 M
sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di
Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).[5]
Usaha penyiaran agama pasti
menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang berat. Itulah
sebabnya maka terkadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan dengan lancar,
kadang-kadang mengalami kemacetan walaupun tidak total.[6] Disini
berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa
kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan
Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah
para pedagang, bukan misi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak
ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam. Lagi pula di Indonesia pada zaman
itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang banyak jumlahnya dan
berkekuatan besar. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang Islam pertama di
Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah sangat lama.
Nah
disini timbul pertanyaan dibenak kita. Orang Islam manakah yang pertama datang
dan berdakwah Islam di Indonesia, dan pada abad berapa.
Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan
tersebut, antara lain sebagai berikut :
·
Yang
datang pertama kali ialah mubalig dari Persi (Iran) pada pertengahan abad 12
Masehi. Alasanya karena kerajaan Islam pertama di Indonesia bernama Pase
(Pasai) berasal dari Persi. Ditambah dengan kenyataan bahwa orang Islam
Indonesia sangat hormat dengan keturunan Sayid atau Habib yaitu keturunan Hasan
dan Husen putra Ali Bin Abi Thalib.
·
Yang
datang pertama kali ialah Mubalig dari India barat tanah Gujarat. Alasanya
karena ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari Mubalig yang oleh Belanda
dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam yang pertama di Indonesia.[7]
Adapun
hasil seminar yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1936 mengenai masuknya
agama Islam di Indonesia menyimpulkan sebagai berikut:
·
Menurut
sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke
VII M/1 H di bawa oleh pedagang dan mubalig dari negeri Arab.
·
Daerah
yang pertama di masuki ialah pantai barat pulau Sumatera yaitu di daerah Baros,
tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaan Islam
yang pertama ialah di Pase.
·
Dalam
proses pengislaman selanjutnya orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif
mengambil bagian yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
·
Kedatangan
Islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa.
Karakter tersebut dapat di buktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan
bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tesebut selama dalam
zaman penjajahan barat dalam waktu 350 Tahun.[8]
2.2 Pengertian
Pendidikan Islam
Secara
etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata
kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.[9] Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[10]
Pendidikan
adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. HM. Arifin
menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan”
kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering
diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.[11]
Menurut
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu
proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin
menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai
terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan
kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik
bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan
praktis.[12]
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik
terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah
terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil). Dalam hal ini, sejarah
pendidikan Islam mengupas dan menerangkan mengenai pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam dari waktu kewaktu, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan
masa sekarang.[13]
2.3
Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Masuk
dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan
sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang
sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan
pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13
M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada
abad ke-7 M.[14]
Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia
yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.
2.3.1
Masuk dan Berkembangnya Pendidikan Islam di Aceh
Hampir
semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki
Islam ialah daerah Aceh.[15]
Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang
berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
·
Islam
untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung
dari Arab.
·
Daerah
yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan
Islam yang pertama adalah di Pasai.
·
Dalam
proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif
mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
Pendidikan
Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi
dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.[16] Masuknya
Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab.[17]
Dan jalur yang digunakan adalah:
·
Perdagangan,
yang mempergunakan sarana pelayaran
·
Dakwah,
yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para
mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
·
Perkawinan,
yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan
Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan
masyarakat muslim.
·
Pendidikan.
Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran
Islam.
·
Kesenian.
Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah
seni.
Bentuk
agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke
Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India,
dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan
Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh
sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi
juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.[18]
Ada
dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh,
yaitu :
·
Letaknya
sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
·
Pengaruh
Hindu-Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat
dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.[19]
Sedangkan
Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang
menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia, antara lain :
a)
Agama
Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru
oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup
dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b)
Sedikit
tugas dan kewajiban Islam.
c)
Penyiaran
Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d)
Penyiaran
Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e)
Penyiaran
Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti
oleh golongan bawah dan golongan atas.[20]
Konversi
massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena
beberapa sebab,[21]
yaitu :
a)
Portilitas
(siap pakai) sistem keimanan Islam.
b)
Asosiasi
Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan
berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang
yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan
peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
c)
Kejayaan
militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
d)
Memperkenalkan
tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara
yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
e)
Mengajarkan
penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru,
khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
f)
Kepandaian
dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan
kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja
Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh
dari Pasai.
g)
Pengajaran
tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan
kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui
faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh
Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas
negeri ini.
2.3.2
Kerajaan Islam di Aceh

Kerajaan
Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada
abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua
bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun
1444 M/ abad ke-15 H).[22] Pada
tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada
zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.[23]
Keterangan
Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman
kerajaan Pasai sebagai berikut:
·
Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
·
Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
·
Tokoh
pemerintahan merangkap tokoh agama
·
Biaya
pendidikan bersumber dari negara.[24]
Pada
zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka
pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires,
yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar
warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
Menurut
Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam
di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam.
Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta
kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan
sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan
diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari
Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut
Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi
melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh
wajah murid menghadap guru.[25]

Kerajaan
Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan
Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja
sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak.
Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka,dan
bebas dari pengaruh Hindu.[26]
Kerajaan
Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah
disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab,
tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan
tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh
Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M. Amin, pada
akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya
yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara
tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi
alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu
suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.
Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang
berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.[27] Dengan
demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup
baik.

Proklamasi
kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan
Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin
Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah
(1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan
Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan
Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya
melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu
kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim
disebut Imeum mukim.[28] Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh
Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat
belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi
antara lain:
·
Sebagai
tempat belajar Al-Qur’an
·
Sebagai
Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf
Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya
adalah sebagai berikut:
·
Sebagai
tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
·
Sebagai
tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
·
Tempat
kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
·
Tempat
menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
·
Tempat
mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
·
Tempat
bermusyawarah dalam segala urusan
·
Letak
meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui
mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.[29]
Selanjutnya
sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang
diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat
masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri,
terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang
yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka
harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah
tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil
mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan
akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.[30]
Bidang
pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat
itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan
ilmu pengetahuan yaitu:
a)
Balai
Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para
ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b)
Balai
Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus
masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c)
Balai
Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana
berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu
pendidikannya.
Aceh
pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal
di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk
menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota
Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan
persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan
Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai
negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu
agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis
bermacam-macam kitab berisi ajaran agama.
Tokoh
pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah
Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran
tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah
Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang
pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama
penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan
Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham
wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan
lainnya. Ulama dan pujangga lain yang
pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang
paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab
maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan
Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul
Salatin.
2.4
Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang
Penaklukan bangsa Barat atas dunia
Timur dimulai dengan jalan perdagangan, kemudian dengan kekuatan militer.
Selama zaman penjajahan barat itu berjalanlah proses westernisasi Indonesia.
Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi
tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil jajahannya, bukan untuk kemakmuran
bangsa yang dijajah.Begitu pula dibidang pendidikan. Mereka memperkenalkan
system dan metode baru tetapi hanya sekedar menghasilkan tenaga yang dapat
membantu kepentingan-kepentingan mereka. Apa yang mereka sebut pembaharuan
pendidikan itu adalah weternisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan
barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah barat
di Indonesia selama 365 Tahun.[31]
VOC telah mendirikan sekolah pertama
sekali di Ambon pada tahun 1607. Tujuan didirikannya sekolah ini tidak lepas
dari semangat keberagamaan orang-orang Belanda yang Protestan berhadapan dengan
paham keagamaan katolik yang dianut oleh bangsa Portugis. Karena itu, pendirian
sekolah-sekolah dalam tahapan awal diutamakan di daerah-daerah yang pernah
dimasuki Portugis. Sejak didirikannya sekolah yang pertama itu, maka secara
bertahap berkembang dan berdiri pula di daerah-daerah lain. Misalnya, di Ambon
sendiri pada tahun 1627 telah berdiri 16 buah sekolah dan pada tahun 1645
meningkat menjadi 33 sekolah.[32] Pada
tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan
para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang
sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, misalnya :
·
Setiap
sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan
belanda.
·
Harus
ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
·
Para
guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara
periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Atas
dasar perjuangan dari organisasi Islam, melalui konggres Al-Islam pada tahun
1926 di Bogor, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan islam yang di buat
oleh pihak Belanda pada tahun 1905 dihapuskan dan diganti dengan peraturan yang
baru yang terkenal dengan sebutan Ordonansi Guru. Menurut peraturan baru ini,
izin Bupati tidak lagi diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Guru
agama cukup memberitahukan pada pejabat yang bersangkutan tentang maksud
mengajar. Disamping itu, guru juga disuruh mengisi formulir yang telah
disediakan oleh pejabat pemerintahan Belanda yang isinya berupa persoalan berupa murid dan kurikulum
Di
sekolah-sekolah Umum secara resmi belum diberikan pendidikan agama. Hanya di
fakultas-fakultas hukum telah ada matakuliah Ismologi, yang dimaksudkan agar
mahasiswa dapat mengetahui hukum-hukum dalam Islam. Sedangkan dosen-dosen yang
memberikan matakuliah Ismologi tersebut pada umumnya bukan orang Islam dengan
menggunakan buku-buku atau literature yang dikarang oleh para orentalis.[33]
Sedangkan
perkembangan pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang Keadaannya sedikit
berubah, karena ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui bahwa
sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk agama Islam, maka untuk menarik
simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap pendidikan agama Islam. Pada awal pemerintahannya, Jepang
menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan umat islam, yang merupakan
suatu siasat untuk kepentingan perang dunia ke II.[34] Masalahnya
Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam
Jepang menempuh beberapa kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya
KUA, didirikanya Masyumi dan pembentukan Hisbullah.
Pada
masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu
sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah
suasta lain seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diiziankan terus
berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang. Di
Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis Islam
tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang,
agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama sejak sekolah
rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat tidak
diberikan anggaran biaya untuk guru-guru agama.
Mulai
saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan di sekolah-kolah
pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau Sumatra saja. Sedangkan di
daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama di sekolah-sekolah
pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi pekerti yang didasarkan atau
bersumber pada agama juga.
2.5
Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia

K.H
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya
Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid
besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang
penghulu Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam
bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun
1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya
Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan
kemudian menetap di sana selama dua tahun.
Beliau
adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau
menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau
mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau
datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu
itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren
yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi. K.H Ahmad Dahlan
pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun
dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani
karena ketegaranya.[35]

K.H
Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa
Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari
kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah
lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain. Sewaktu beliau belajar di
Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya
tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang harus, sehingga
ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri
kiyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau
pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim
selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
K.H
Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan
sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuiring yang
tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang telah mengilhami para
alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan
menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.

K.H
Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau adlah
pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang kemudian
berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911. yang kemudian
berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M. Kedua
orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya adalah seorang
penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan
yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
K.H
Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra
diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun. Ketika
beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya. Pada
umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya dengan toleransi
dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak pernah mengecam golongan
tradisi ataupun organisasi lain yang tidak sepaham dengan beliau, tablignya
lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan etika di dalam masyarakat dan
bukan merupak kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain.
Pada
tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di Majalengka Nawa
Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada majhab
Safi’i.[36]
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan merupakan suatu proses
belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk
menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai
yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan
ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah
proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim
yang baik (insan kamil) Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan
Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para
ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh
pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri,
yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat
pengkajian Islam.
Perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia sangat pesat yang seperti berbeda pendapat tentang permulaan Islam di
Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik
dengan berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa
Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian
politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam.
Pada
tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan
para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang
sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, misalnya ;
·
Setiap
sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan
belanda
·
Harus
ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.
3.2
Kritik & Saran
Dari makalah yang singkat ini,
penyusun meminta maaf jika ada kesalahan baik dari pengertian, penulisan dan
lain-lainnya. Karena tidak ada karang yang tak retak, tiada lautan yang tak
berombak, begitu juga penyusun tidak lepas dari kesalahan. Dan penyusun
harapkan masukan dari pembaca, yang sifatnya membangun untuk makalah-makalah
selanjutnya. Atas kritik dan sarannya, saya ucapkan ribuan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Mustofa
Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka
Setia, 1999.
2.
Musrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
3.
Zuhairi
Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11,
2011.
4.
Haidar
Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009.
5.
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, cet ke-22, 2010.
6.
Zakiah
Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
7.
Hasbullah,
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, cet ke-4, 2001.
8.
HM,
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2003.
9.
Musrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
[1] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 23
[2] Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal : 20
[3] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 126
[4] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal : 2
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-22, 2010, hal : 191
[6] Zuhairi Dkk, hal : 127
[7] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 132
[8] Ibid, hal 133-134
[9] Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
1996, hal :25
[10] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-4, 2001, hal : 4
[11] HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
2003, hal :22
[12] Zakiah Drajat, hal : 25
[13] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 2
[14] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 23
[15] Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV.
Rajawali, 1983, hal : 4
[16] Ibid, hal : 5
[17] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal :
11-13, lihat juga di Musrifah Sunanto, Hal : 10-11
[18] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 127-130
[19] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 53, lihat juga di Zuhairi Dkk, hal :
135
[20] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:19-21
[21] Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal :20-21
[22] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 54
[23] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 135
[24] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 136
[25]Dikutip : http://islamwiki.blogspot.com/2011/04/makalah-sejarah-pendidikan-islam.html#ixzz1xMxZMW14
[26] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:29
[27] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 54
[28] Dikutip dari situs : http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
[29] Dikutip dari situs : http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
[30] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:32
[31] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 146
[32] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal :
28-29
[33] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
pada tanggal 07-06-2012
[34] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi
Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 151
[35] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
pada tanggal 07-06-2012
[36] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html
pada tanggal 07-06-2012
Artikelnya sangat menarik kita jadi tau tentang sejarah pendidikan islam di Indonesia,
BalasHapusAgar lebih tau lagi mampir ke Muslimlife ID
Semoga berkah