Selasa, 12 November 2013

sejarah pendidikan islam di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.  Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.[1] Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.  Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.[2]
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.


1.2  Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah yang penulis susun tidak melenceng dari jalur pembahasan pokoknya, ada baiknya penyusun menuliskan masalah-masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini, antara lain :
a.       Sejarah masuknya Islam di Indonesia
b.      Pengertian pendidikan Islam
c.       Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
d.      Pendidikan Islam pada masa Belanda dan Jepang

1.3  Tujuan Penulisan           
Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini, adalah :
a.       Agar mahasiswa mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia
b.      Mahasiswa mampu menggambarkan sejarah perkembangan pendidikan Islam diIndonesia
c.       Mahasiswa mengetahui apa saja yang terjadi di dalam pendidikan Islam pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang.
d.      Mahasiswa dapat mengetahui dan menggambarkan bagaimana system pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.















BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
            Sejarah telah mencatat  bahwa semua agama baik agama samawi atau agama ardi disi’arkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan harus disampaikan kepada manusia, untuk menjadi pedoman hidup.[3]

2.1 Sejarah masuknya Islam di Indonesia
            Masuknya Islam di Indonesia agak unik bila dibandingkan dengan masuknya Islam ke daerah-daerah lain. Keunikannya terlihat kepada proses masuknya Islam ke Indonesia yang relative berbeda dengan daerah lain.  Islam masuk ke Indonesia secara damai dibawa oleh para pedagang dan mubaligh. Sedangkan Islam yang masuk ke daerah lain pada umumnya banyak lewat penaklukan, seperti masuknya Islam ke Irak, Iran, Persia, dan lain-lain.[4]
            Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudia dijual para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abd ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).[5]
            Usaha penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang berat. Itulah sebabnya maka terkadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan dengan lancar, kadang-kadang mengalami kemacetan walaupun tidak total.[6] Disini berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan misi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam. Lagi pula di Indonesia pada zaman itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu, Budha yang banyak jumlahnya dan berkekuatan besar. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang Islam pertama di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah sangat lama.
Nah disini timbul pertanyaan dibenak kita. Orang Islam manakah yang pertama datang dan berdakwah Islam di Indonesia, dan pada abad berapa.
 Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan tersebut, antara lain sebagai berikut :
·         Yang datang pertama kali ialah mubalig dari Persi (Iran) pada pertengahan abad 12 Masehi. Alasanya karena kerajaan Islam pertama di Indonesia bernama Pase (Pasai) berasal dari Persi. Ditambah dengan kenyataan bahwa orang Islam Indonesia sangat hormat dengan keturunan Sayid atau Habib yaitu keturunan Hasan dan Husen putra Ali Bin Abi Thalib.
·         Yang datang pertama kali ialah Mubalig dari India barat tanah Gujarat. Alasanya karena ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari Mubalig yang oleh Belanda dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam yang pertama di Indonesia.[7]

Adapun hasil seminar yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1936 mengenai masuknya agama Islam di Indonesia menyimpulkan sebagai berikut:
·         Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke VII M/1 H di bawa oleh pedagang dan mubalig dari negeri Arab.
·         Daerah yang pertama di masuki ialah pantai barat pulau Sumatera yaitu di daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama Hamzah Fansyuri. Adapun kerajaan Islam yang pertama ialah di Pase.
·         Dalam proses pengislaman selanjutnya orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
·         Kedatangan Islam di Indonesia ikut mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa. Karakter tersebut dapat di buktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tesebut selama dalam zaman penjajahan barat dalam waktu 350 Tahun.[8]

2.2 Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.[9]  Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[10]
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.[11]
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis.[12] Dengan demikian, pendidikan Islam berarti proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil). Dalam hal ini, sejarah pendidikan Islam mengupas dan menerangkan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu kewaktu, sejak zaman lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.[13]
2.3 Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M.[14] Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.

2.3.1 Masuk dan Berkembangnya Pendidikan Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.[15] Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
·         Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
·         Daerah yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah di Pasai.
·         Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
Pendidikan Islam di Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.[16] Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab.[17] Dan jalur yang digunakan adalah:
·         Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran
·         Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
·         Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
·         Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
·         Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.[18]
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu :
·         Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
·         Pengaruh Hindu-Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.[19]

Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia, antara lain :
a)      Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b)      Sedikit tugas dan kewajiban Islam.
c)      Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d)     Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e)      Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.[20]
 
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab,[21] yaitu :
a)      Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
b)      Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
c)      Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
d)     Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
e)      Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
f)       Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
g)      Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.

2.3.2 Kerajaan Islam di Aceh
*      Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).[22] Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.[23]
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
·         Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
·         Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
·         Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
·         Biaya pendidikan bersumber dari negara.[24]
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.[25]

*      Kerajaan Perlak
            Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka,dan bebas dari pengaruh Hindu.[26]
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M. Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.[27] Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.

*      Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.[28]  Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
·         Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
·         Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
·         Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
·         Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
·         Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
·         Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
·         Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
·         Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
·         Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.[29]
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.[30]  
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
a)      Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b)      Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c)      Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
   Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.  Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.

2.4 Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang
            Penaklukan bangsa Barat atas dunia Timur dimulai dengan jalan perdagangan, kemudian dengan kekuatan militer. Selama zaman penjajahan barat itu berjalanlah proses westernisasi Indonesia. Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil jajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah.Begitu pula dibidang pendidikan. Mereka memperkenalkan system dan metode baru tetapi hanya sekedar menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan-kepentingan mereka. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah weternisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah barat di Indonesia selama 365 Tahun.[31]
            VOC telah mendirikan sekolah pertama sekali di Ambon pada tahun 1607. Tujuan didirikannya sekolah ini tidak lepas dari semangat keberagamaan orang-orang Belanda yang Protestan berhadapan dengan paham keagamaan katolik yang dianut oleh bangsa Portugis. Karena itu, pendirian sekolah-sekolah dalam tahapan awal diutamakan di daerah-daerah yang pernah dimasuki Portugis. Sejak didirikannya sekolah yang pertama itu, maka secara bertahap berkembang dan berdiri pula di daerah-daerah lain. Misalnya, di Ambon sendiri pada tahun 1627 telah berdiri 16 buah sekolah dan pada tahun 1645 meningkat menjadi 33 sekolah.[32] Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, misalnya :
·         Setiap sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda.
·         Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci
·         Para guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkanya secara periodic kepada daerah yang bersangkutan.
Atas dasar perjuangan dari organisasi Islam, melalui konggres Al-Islam pada tahun 1926 di Bogor, peraturan tentang penyelenggaraan pendidikan islam yang di buat oleh pihak Belanda pada tahun 1905 dihapuskan dan diganti dengan peraturan yang baru yang terkenal dengan sebutan Ordonansi Guru. Menurut peraturan baru ini, izin Bupati tidak lagi diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan Islam. Guru agama cukup memberitahukan pada pejabat yang bersangkutan tentang maksud mengajar. Disamping itu, guru juga disuruh mengisi formulir yang telah disediakan oleh pejabat pemerintahan Belanda yang isinya berupa persoalan  berupa murid dan kurikulum
Di sekolah-sekolah Umum secara resmi belum diberikan pendidikan agama. Hanya di fakultas-fakultas hukum telah ada matakuliah Ismologi, yang dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengetahui hukum-hukum dalam Islam. Sedangkan dosen-dosen yang memberikan matakuliah Ismologi tersebut pada umumnya bukan orang Islam dengan menggunakan buku-buku atau literature yang dikarang oleh para orentalis.[33]
Sedangkan perkembangan pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang Keadaannya sedikit berubah, karena ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah Umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah pemeluk agama Islam, maka untuk menarik simpati dari pemeluk agama Islam maka Jepang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan agama Islam. Pada awal pemerintahannya, Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan umat islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan perang dunia ke II.[34] Masalahnya Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama. Untuk mendekati umat Islam Jepang menempuh beberapa kebijakan diantaranya pada jaman Jepang dibentuknya KUA, didirikanya Masyumi dan pembentukan Hisbullah.
Pada masa pendudukan Jepang, ada satu hal istimewa dalam dunia pendidikan, yaitu sekolah-sekolah telah di selenggarakan dan dinegerikan meskipun sekolah-sekolah suasta lain seperti Muhammadiyah, Taman Siswa dan lain-lain diiziankan terus berkembang dengan pengaturan dan diselenggarakan oleh penduduk Jepang. Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam majelis Islam tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, agar di sekolah-kolah pemerintah diberikan pendidikan agama sejak sekolah rakyat tiga tahun dan ternyata usul tersebut disetujui dengan syarat tidak diberikan anggaran biaya untuk guru-guru agama.
Mulai saat itu maka pendidikan agama secara resmi boleh diberikan di sekolah-kolah pemerintah, namun hal ini hanya berlaku di pulau Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain masih belum ada pendidikan agama di sekolah-sekolah pemerintah, yang ada hanya pendidikan budi pekerti yang didasarkan atau bersumber pada agama juga.

2.5 Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Indonesia
*      Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869-1923)
K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra dari K.H Abu Bakar Bin Kyai Sulaiman, khatib di Masjid besar (Jami’) kesultanan Yogyakarta. Ibunya adalah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu Setelah beliau menamatkan pendidikan dasarnya di suatu Madrasah dalam bidang Nahwu, Fiqih dan Tafsir di Yogyakarta beliau pergi ke Makkah pada tahun 1890 dan beliau menuntut ilmu disana selama satu tahun. Salah seorang gurunya Syekh Ahmad Khatib. Sekitar tahun 1903 beliau mengunjungi kembali ke Makkah dan kemudian menetap di sana selama dua tahun.
Beliau adalah seorang yang alim luas ilmu pengetahuanya dan tiada jemu-jemunya beliau menambah ilmu dan pengalamanya. Dimana saja ada kesempatan sambil menambah atau mencocokan ilmu yang telah diperolehnya. Observation lembaga pernah beliau datangi untuk mencocokan tentang ilmu hisab. Beliau ada keahlian dalam ilmu itu. Perantauanya kelauar pulau jawa pernah sampai ke Medan. Pondok pesantren yang besar-besar di Jawa pada waktu itu banyak dikunjungi. K.H Ahmad Dahlan pulang ke Rahmatullah pada Tahun 1923 M Tanggal 23 Pebruari dalam usia 55 Tahun dengan meninggalkan sebuah organisasi Islam yang cukup besar dan di segani karena ketegaranya.[35]

*      K.H Hasim Asy’ari (1971-1947)
K.H Hasim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur mula-mula beliau belajar agama Islam pada ayahnya sendiri K.H Asy’ari kemudian beliau belajar di pondok pesantren di Purbolinggo, kemudian pindah lagi ke Plangitan Semarang Madura dan lain-lain. Sewaktu beliau belajar di Siwalayan Panji (Sidoarjo) pada tahun 1891, K.H Ya’kub yang mengajarnya tertarik pada tingkahlakunya yang baik dan sopan santunya yang harus, sehingga ingin mengambilnya sebagai menantu, dan akhirnyabeliau dinikahkan dengan putri kiyainya itu yang bernama Khadijah (Tahun 1892). Tidak lama kemudian beliau pergi ke Makkah bersama istrinya untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama setahun, sedang istrinya meninggal di sana.
K.H Asy’ari wafat kerahmatullah pada tanggal 25 Juli 1947 M dengan meninggalkan sebuah peninggalan yang monumental berupa pondok pesantren Tebuiring yang tertua dan terbesar untuk kawasan jawa timur dan yang telah mengilhami para alumninya untuk mengembangkanya di daerah-daerah lain walaupun dengan menggunakan nama lain bagi pesantren-pesantren yang mereka dirikan.

*      K.H Abdul Halim (1887-1962)
K.H Abdul Halim lahir di Ciberelang Majalengka pada tahun 1887. beliau adlah pelopor gerakan pembeharuan di daerah Majalengka Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi Perserikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911. yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M. Kedua orang tuanya berasal dari keluarga yang taat beragama (ayahnya adalah seorang penghulu di Jatiwangi), sedangkan famili-familinya tetap mempunyai hubungan yang erat secara keluarga dengan orang-orang dari kalangan pemerintah.
K.H Abdul Halim memperoleh pelajaran agama pada masa kanak-kanak dengan belajra diberbagai pesantren di daerah Majalengka sampai pada umur 22 Tahun. Ketika beliau pergi ke Makkah untuk naik haji dan untuk melanjutkan pelajaranya. Pada umumnya K.H Abdul Halim berusaha untuk menyebarkan pemikiranya dengan toleransi dan penuh pengertian. Dikemukakan bahwa beliau tidak pernah mengecam golongan tradisi ataupun organisasi lain yang tidak sepaham dengan beliau, tablignya lebih banyak merupakan anjuran untuk menegakan etika di dalam masyarakat dan bukan merupak kritik tentang pemikiran ataupun pendapat orang lain.
Pada tanggal 7 Mei 1962 K.H Abdul Halim pulang kerahmatullah di Majalengka Nawa Barat dalam usia 75 Tahun dan dalam keadaan tetap teguh berpegang pada majhab Safi’i.[36]



BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Pendidikan merupakan suatu proses belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil) Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.
            Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sangat pesat yang seperti berbeda pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Isalam pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam.
Pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan satu peraturan yang mengharuskan para guru agama memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan agama di Indonesia, misalnya ;
·         Setiap sekolah atau Madrasah harus memiliki izin dari bupati/pejabat pemerintahan belanda
·         Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang dijalankan secara terperinci.

3.2 Kritik & Saran
            Dari makalah yang singkat ini, penyusun meminta maaf jika ada kesalahan baik dari pengertian, penulisan dan lain-lainnya. Karena tidak ada karang yang tak retak, tiada lautan yang tak berombak, begitu juga penyusun tidak lepas dari kesalahan. Dan penyusun harapkan masukan dari pembaca, yang sifatnya membangun untuk makalah-makalah selanjutnya. Atas kritik dan sarannya, saya ucapkan ribuan terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999.
2.      Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
3.      Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011.
4.      Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009.
5.      Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, cet ke-22, 2010.
6.      Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996.
7.      Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-4, 2001.
8.      HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2003.
9.      Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html


[1] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 23
[2] Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal : 20
[3] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 126
[4] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal : 2
[5] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, cet ke-22, 2010, hal : 191
[6] Zuhairi Dkk, hal : 127
[7] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 132
[8] Ibid, hal 133-134
[9] Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996, hal :25
[10] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-4, 2001, hal : 4
[11] HM, Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2003, hal :22
[12] Zakiah Drajat, hal : 25
[13] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 2
[14] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 23
[15] Taufik Abdullah, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983, hal : 4
[16] Ibid, hal : 5
[17] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal : 11-13, lihat juga di Musrifah Sunanto, Hal : 10-11
[18] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 127-130
[19] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 53, lihat juga di Zuhairi Dkk, hal : 135
[20] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:19-21
[21] Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal :20-21
[22] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 54
[23] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 135
[24] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 136
[25]Dikutip :  http://islamwiki.blogspot.com/2011/04/makalah-sejarah-pendidikan-islam.html#ixzz1xMxZMW14
[26] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:29
[27] Mustofa Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999, hal : 54
[30] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,cet ke-4, 2001,hal:32
[31] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 146
[32] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, cet ke-2, 2009, hal : 28-29
[33] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html pada tanggal 07-06-2012
[34] Zuhairi Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, cet ke-11, 2011, hal : 151
[35] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html pada tanggal 07-06-2012
[36] Dikuti dari situs ; http://www.sarjanaku.com/2010/06/i-pendahuluan.html pada tanggal 07-06-2012

1 komentar:

  1. Artikelnya sangat menarik kita jadi tau tentang sejarah pendidikan islam di Indonesia,
    Agar lebih tau lagi mampir ke Muslimlife ID
    Semoga berkah

    BalasHapus