Selasa, 12 November 2013

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH ANDALUSIA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya.
Hal ini berbeda dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun temurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.

1.2  Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah, kita harus mengetahui beberapa masalah diantaranya:
ü  Sejarah singkat Dinasti Umayyah di Andalusia?
ü  Sejarah pendidikan Islam pada masa Umayyah di Andalusia
ü  Seperti apa perkembangan lembaga pendidikan Islam pada masa bani Umayyah di Andalusia?
ü  Apa saja madrasah/universitas pada masa bani Umayyah di Andalusia?
ü  Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Di Andalusia
ü  Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa bani Umayyah di Andalusia?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Singkat Dinasti Umayyah
            Kekhalifahan bani Umayyah, adalah kekhalifahan pertama setelah masa khulafaur rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd Asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan.[1] Beliau pada mulanya hanyalah gubernur Syam. Akan tetapi setelah terjadi pembunuhan Khalifah Ustman bin Affan, maka situasi itu dimanfaatkannya untuk melawan kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Sehingga timbul perang Siffin.[2]
            Hampir semua sejarawan membagi Dinasti Umayah menjadi dua (2), yaitu ; pertama Dinasti Umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system pemerintahan dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan/monarki). Dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik; kemudia diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.[3]
            Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Muawiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.[4]
            Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membaiat Ali bin Abi Thalib, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (Tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah. Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan khalifah dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yangkuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H). dan pada tahun tersebut dinamakan ‘amu Jama’ah karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah. Pada masa itu, umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan).[5]
            Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.[6]

2.2 Pendidikan Islam pada Dinasti Umayyah di Andalusia
            Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan mantapnya system pemerintahan Islam sebagai suatu Negara. Pada masa ini, perhatian Kaum Muslimin diarahkan kepada pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Hal ini tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa-bangsa lain yang telah ditaklukkan. Pada masa Dinasti Muawiyah pendidikan Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada masa itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculnya figure-figur ilmuan yang cemerlang di bidangnya masing-masing dan sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi bahan rujukan para akademis, baik dibarat maupun di timur.[7]
Islam pada masa Dinasti Muawiyah telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[8]

2.3 Pola Pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia
            Pada masa ini, lembaga pendidikan adalah masjid dan kuttab. Mesjid telah memegang peranan sebagai lembaga pendidikan sejak zaman Rasulullah. Di Masjidlah Rasulullah menyampaikan ajaran-ajaran keislaman. Kemudian para khulafaur Rasyidin juga memfungsikan masjid sebagai tempat pendidikan, begitu juga sampai kepada zaman Bani Umayyah. Di masjid para ulama memberikan pendidikan agama dalam berbagai cabang ilmu keagamaan. Dalam Masjid terdapat dua tingkatan sekolah, tingkatan menengah dan tingkatan perguruan tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan, sedangkan pada tingkat perguruan tinggi dilakukan secara halaqah, murid duduk bersama mengelilingi guru.[9] Secara garis besarnya pola pendidikan pada masa Dinasti Muawiyah dapat digambarkan sebagai berikut :
*      Kuttab
Umat muslim pada masa Umayyah telah menoreh catatan sejarah yang mengagumkan dalam bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat tergantung pada penguasa yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan. Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan Kuttab.[10] Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapi dan para siswa mempelajari berabagai macam disiplin Ilmu Pengetahuan diantaranya Fiqih, Bahasa dan sastra, serta music dan kesenian :
·         Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar idn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[11]
·         Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintah Islam di Andalusia. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non-Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tatabahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajjjj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi.[12]
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abidin Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Basam, kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan banyak lagi yang lainnya.[13]
·         Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Andalusia. Pada dasarnya sya’ir mereka didasarkan pada model-model sya’ir Arab yang membangkitkan sentiment prajurit dan interes faksional para penakluk Arab.[14] Dalam bidang musik dan suara, Islam di Andalusia mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Ia selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang termasyhur dikala itu, ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[15]

*      Pendidikan Tinggi
Masarakat Arab yang berada di Andalusia merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayah yang berada dibawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan terhadap para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cordova berdampingan dengan Masji Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya didunia. Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.[16]
Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar Empat Juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi Astronomi, Matematika, Kedokteran, Teologi dan Hukum. Jumlah muridnya mencapai Seribu orang. Selain itu di Andalusia juga terdapat Universitas Sevilla, Malaga dan Granada yang didalamnya mengajarkan Mata Kuliyah Teologi, Hukum Islam, Kedokteran, Kimia, Filsafat dan Astronomi.
·         Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaannya dan Universitas-Universitasnya mampu menyaingi Bagdhad sebagai pusat Utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[17]
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abu bakr ibn Thufail. Karya filsafatnya yang paling terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[18]
Bagian akhir abad ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar digelanggang filsafat Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova yang memiliki cirri khas yaitu kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dalam agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bidayah al-Mujtahid.[19]
·         Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, music, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[20] Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Tokoh terkenal dalam bidang kedokteran adalah Ibn Rusdy. Selain sebnagai filosof ia juga ahli kedokteran. Namun kemahirannya dalam filsafat membuat keahlian dalam kedokterannya tertutupi. Karya Monumentalnya dalam bidang ini adalah al-Kulliyat fi al-Thibb (generalitas dalam kedokteran).
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[21]

2.4 Pusat-pusat Pendidikan Islam
            Pada masa Dinasti Umayyah. Islam telah tersebar keberbagai daerah di luar Saudi Arabiah, seperti Syiria (Syam), Irak, Iran, Mesir, Magribi (Maroko) dan telah sampai juga di Andalusia (Spanyol) tahun 711 M.[22] Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam.
            Dengan tersebarnya Islam keberbagai daerah tersebut, maka timbul pulahlah pusat-pusat pendidikan Islam, antara lain :
*      Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.[23]

*      Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka. Seperti Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-lain.
*      Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
*      Madrasah Kufah
Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
*      Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Malik.[24]
*      Madrasah Fistat (Mesir)
Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.[25]

2.5 Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Di Andalusia
·         Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Andalusia Islam sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuawan dan cendekiawan.[26]
·         Didirikannya sekolah-sekolah dan universitas-universitas dibeberapa kota di Spanyol oleh Abd Al-Rahman III Al-Nashir, dengan universitasnya yang terkenal di Cordova. Serta dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.[27]
·         Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam berbagai kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan Budaya Islam.[28]
·         Adanya persaingan antara Abbasiyah di Bagdhad dan Umayah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizhamiyah di Bagdhad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.[29]

2.6 Kemunduran Pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia
            Salah satu factor yang paling utama yang menyebabkan kemunduran dan penurunan pendidikan Islam adalah keadaan politik ssutau peradaban. Suatu peradaban tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang diatas kadang ada dibawah. Hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium, suatu saat dia mucul, berkembang pesat, lalu jatuh dan hilang. Kekuasaan Islam di Andalusia (Spanyol) telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang sangat memilukan. Ada beberapa factor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa kehancuran dunia Islam itu sendiri.[30]
            Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul Malik (720-724). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau, karena dilatar belakangi kepentingan etnis politis. Lalu dilanjutkan oleh Hisyam bin Abdul Malik (724-743), pada masa ini muncul satu kekuatan baru, yang dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Setelah Hasyim meninggal dunia, kalifah-khalifah Bani Umayyah berikutnya bukan hanya lemah tapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi, dan akhirnya, pada tahun 750 M, daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah.[31]
            Badri Yatim ada menyebutkan 5 faktor yang menyebabkan lemahnya pemerintahan bani Umayyah yang membawanya kepada kehancuran.[32] Factor-faktor itu antara lain :
a)      System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan pada aspek senioritas. Peraturannya tidak jelas, sehingga membuat system pergantian khalifah ini menjadi tidak sehat di kalangan istana.
b)      Latar belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak bias dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali.
c)      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabiah Utara (Bani Qays) dan Arabiah Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam juga makin memperuncing permasalahan di tubuh Bani Umayyah.
d)     Lemahnya pemerintahan daulah Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana.
e)      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib.[33]
Sedangkan menurut Dedi Supriyadi, ada beberapa factor yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan Umayyah,[34] antara lain :
a)      Munculnya khalifah-khalifah yang lemah
b)      Konflik antara islam dan Kristen
c)      Menculnya Muluk Ath Thawaif
d)     Kemerosotan Ekonomi dan System pengalihan kekuasaan yang tidak jelas.

2.7 Tokoh-tokoh Pendidikan Islam
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
*   Ulama-ulama Tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij
*   Ulama-ulama Hadist. Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang. Sahabat-sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
*   Ulama-ulama Fiqh. Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid. Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
*   Ahli bahasa/sastra. Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792).[35]
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
            Islam masuk ke Andalusia pada tahun 93 H (711 M) dibawah pimpinan Tariq bin Ziyad. Ketika Dinasti Umayah dipegang oleh Khalifah al- Walid bin Abdul Malik. Kedatangan umat Islam ke Andalusia ini membawa perubahan besar terhadap peradaban di Andalusia, baik dari segi Politik maupun Intelektual.
Pola pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayah di Andalusia ada dua lembaga pendidikan, yaitu : yang pertama lembaga pendidikan Kuttab (lembaga pendidikan dasar) yang biasanya dilakukan dirumah-rumah dan yang kedua lembaga pendidikan tinggi (Universitas). Adapun universitas yang terbesar adalah universitas Cordova yang di bangun oleh Al-Hakam. Universitas ini sangat terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya didunia. Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.
Kemajuan Intelektual di Andalusia ini tidak terlepas dari besarnya dukungan yang diberikan oleh para penguasa pada saat itu yang dipimpin oleh khalifah Islam. Kemajuan intelektual ini telah membawa dampak yang begitu besar terhadap peradaban di spanyol (Andalusia), yang menjadikannya unggul dan terkenal di seluruh penjuru dunia pada saat itu.

3.2 Kritik & Saran
            Di dalam makalah ini, jika ada kesalahan-kesalahannya, saya sebagai penyusun meminta maaf sebesar-besarnya. Dan saya harap pembaca yang budiman memberikan kritikan dan sarannya yang bersipat membangun untuk makalah-makalah selanjutnya. Atas kritik dan sarannya, saya ucapkan terima kasih








DAFTAR PUSTAKA

1.      Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing, 2011.
2.      Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN Press, 2007.
3.      Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, cet-10, 2008.
4.      Majid Fahri, Sejarah Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara, Jakarta : Pustaka Jaya,1986.
5.      Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004.
6.      Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010.
7.      Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh  Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta : Bulan Bintang, 1973.


[1] Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing, 2011, hal : 123
[2] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 39
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 103
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 103-104
[7] Dedi Supriyadi, hal : 119-120
[8] Majid Fahri, Sejarah Filsafat Islam,diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara,Jakarta:Pustaka Jaya,1986,hal: 35
[9] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 38-39
[10] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004, hal : 263
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 103
[12] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004, hal : 264
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 103
[14] Abuddin Nata, hal : 264-265
[15] Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh  Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, hal : 88
[16] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004, hal : 265
[17] Ibid, hal : 266
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 101
[19] Ibid, hal : 101-102
[20] Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh  Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta : Bulan Bintang, 1973, hal : 86
[21] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 268
[22] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 41
[23] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
[24] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 42-43
[25] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
[26] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004, hal : 268
[27] Ibid, hal : 268
[28] Majid Fahri,Sejarah Filsafat Islam,diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara,Jakarta:Pustaka Jaya,1986,hal: 35
[29] Abuddin Nata, hal : 267
[30] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 123-124
[31] Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing, 2011, hal : 130-131
[32] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 48
[33] Ibid, hal : 48-49
[34] Dedi Supriyadi, hal : 124
[35] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/

1 komentar: