BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Dengan
berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani
Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih
mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah.
Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan
langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya.
Hal
ini berbeda dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti
yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun
bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal
(penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun temurun. Untuk mempertahankan
kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi
yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan
khilafah.
Umayyah
berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait
pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak
hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya.
Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin,
yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.
1.2
Rumusan
Masalah
Untuk
mengetahui tentang pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah, kita harus
mengetahui beberapa masalah diantaranya:
ü Sejarah singkat Dinasti Umayyah di Andalusia?
ü Sejarah pendidikan Islam pada masa Umayyah di Andalusia
ü Seperti apa perkembangan lembaga pendidikan Islam pada masa bani Umayyah
di Andalusia?
ü Apa saja madrasah/universitas pada masa bani Umayyah di Andalusia?
ü Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Di Andalusia
ü Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa bani Umayyah di
Andalusia?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Singkat Dinasti Umayyah
Kekhalifahan bani Umayyah, adalah
kekhalifahan pertama setelah masa khulafaur rasyidin yang memerintah dari 661
sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 sampai 1031 di
Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd Asy-Syams,
kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan.[1]
Beliau pada mulanya hanyalah gubernur Syam. Akan tetapi setelah terjadi
pembunuhan Khalifah Ustman bin Affan, maka situasi itu dimanfaatkannya untuk
melawan kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Sehingga timbul perang Siffin.[2]
Hampir semua sejarawan membagi
Dinasti Umayah menjadi dua (2), yaitu ; pertama Dinasti Umayyah yang
dirintis dan didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus
(Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah system
pemerintahan dari system khalifah pada system mamlakat (kerajaan/monarki). Dan kedua,
Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah
taklukan Umayyah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd
Al-Malik; kemudia diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti
Bani Abbasiyah setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.[3]
Daulah Bani Umayyah mempunyai
peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan
sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Muawiyah sebagai Bapak pendiri
daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai
anggapan miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang
politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa
khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih
kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.[4]
Perintisan Dinasti Umayyah dilakukan
oleh Muawiyah dengan cara menolak membaiat Ali bin Abi Thalib, berperang
melawan Ali, dan melakukan perdamaian (Tahkim) dengan pihak Ali yang
secara politik sangat menguntungkan Muawiyah. Keberuntungan Muawiyah berikutnya
adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. jabatan khalifah
dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi,
karena tidak didukung oleh pasukan yangkuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin
kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi
perjanjian itu adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat
Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M
(41 H). dan pada tahun tersebut dinamakan ‘amu Jama’ah karena perjanjian
ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu
Muawiyah. Pada masa itu, umat Islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia
dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi
kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan).[5]
Pada masa dinasti Umayyah politik
telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan
dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya
Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan,
Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.[6]
2.2
Pendidikan Islam pada Dinasti Umayyah di Andalusia
Kemajuan dalam bidang pendidikan
yang dicapai pada masa ini berkaitan sekali dengan mantapnya system
pemerintahan Islam sebagai suatu Negara. Pada masa ini, perhatian Kaum Muslimin
diarahkan kepada pembangunan peradaban, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Hal ini
tiada lain adalah karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya
dengan bangsa-bangsa lain yang telah ditaklukkan. Pada masa Dinasti Muawiyah
pendidikan Islam mencapai kemajuan yang sangat pesat, baik di bidang ilmu pengetahuan
maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat pada masa itu. Hal
ini ditandai dengan banyaknya bermunculnya figure-figur ilmuan yang cemerlang
di bidangnya masing-masing dan sampai sekarang, buah pikiran mereka menjadi
bahan rujukan para akademis, baik dibarat maupun di timur.[7]
Islam
pada masa Dinasti Muawiyah telah mencatat satu lembaran peradaban dan
kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan
sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke
Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta
filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasa Bani
Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[8]
2.3 Pola
Pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia
Pada masa ini, lembaga pendidikan
adalah masjid dan kuttab. Mesjid telah memegang peranan sebagai lembaga
pendidikan sejak zaman Rasulullah. Di Masjidlah Rasulullah menyampaikan
ajaran-ajaran keislaman. Kemudian para khulafaur Rasyidin juga memfungsikan
masjid sebagai tempat pendidikan, begitu juga sampai kepada zaman Bani Umayyah.
Di masjid para ulama memberikan pendidikan agama dalam berbagai cabang ilmu
keagamaan. Dalam Masjid terdapat dua tingkatan sekolah, tingkatan menengah dan
tingkatan perguruan tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah
dilakukan secara perorangan, sedangkan pada tingkat perguruan tinggi dilakukan
secara halaqah, murid duduk bersama mengelilingi guru.[9]
Secara garis besarnya pola pendidikan pada masa Dinasti Muawiyah dapat
digambarkan sebagai berikut :

Umat
muslim pada masa Umayyah telah menoreh catatan sejarah yang mengagumkan dalam
bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan
pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat
tergantung pada penguasa yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan.
Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan
Kuttab.[10]
Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapi dan
para siswa mempelajari berabagai macam disiplin Ilmu Pengetahuan diantaranya
Fiqih, Bahasa dan sastra, serta music dan kesenian :
·
Fiqih
Dalam
bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama
memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang
memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan
selanjutnya ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd
Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar idn Al-Quthiyah, Munzir ibn
Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[11]
·
Bahasa
dan Sastra
Bahasa
Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintah Islam
di Andalusia. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar,
baik yang Islam maupun non-Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat,
bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang
ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara
maupun dalam tatabahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah
Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajjjj, Abu
Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi.[12]
Seiring
dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti
Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abidin Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl
al-Jazirah oleh Ibn Basam, kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan
banyak lagi yang lainnya.[13]
·
Musik
dan Kesenian
Sya’ir
merupakan ekspresi utama dari peradaban Andalusia. Pada dasarnya sya’ir mereka
didasarkan pada model-model sya’ir Arab yang membangkitkan sentiment prajurit
dan interes faksional para penakluk Arab.[14] Dalam
bidang musik dan suara, Islam di Andalusia mencapai kecemerlangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Ia selalu tampil
mempertunjukan kebolehannya. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi
orang termasyhur dikala itu, ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada
anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[15]

Masarakat
Arab yang berada di Andalusia merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga
pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad
ketigabelas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu
pengetahuan Islam dapat ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayah yang berada
dibawah kekuasaan Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan
banyak sekali penghargaan terhadap para sarjana. Ia telah membangun Universitas
Cordova berdampingan dengan Masji Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh
menjadi lembaga pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan
tinggi lainnya didunia. Universitas Coedova menandingi dua Universitas lainnya
yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Bagdhad, dan telah menarik perhatian
para pelajar tidak hanya dari Spanyol ( Andalusia), tetapi juga dari
Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.[16]
Di
antara para ulama yang bertugas di Universitas Cordova adalah Ibn Qutaibah yang
dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar
filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar
Empat Juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi Astronomi,
Matematika, Kedokteran, Teologi dan Hukum. Jumlah muridnya mencapai Seribu orang.
Selain itu di Andalusia juga terdapat Universitas Sevilla, Malaga dan Granada
yang didalamnya mengajarkan Mata Kuliyah Teologi, Hukum Islam, Kedokteran,
Kimia, Filsafat dan Astronomi.
·
Filsafat
Atas
inisiatif Al-Hakam (961-976), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari
timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaannya dan
Universitas-Universitasnya mampu menyaingi Bagdhad sebagai pusat Utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani
Umayah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof
besar pada masa sesudahnya.[17]
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad Ibn
Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat
etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama
kedua adalah Abu bakr ibn Thufail. Karya filsafatnya yang paling terkenal
adalah Hay ibn Yaqzhan.[18]
Bagian
akhir abad ke-12 menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar digelanggang filsafat Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova yang
memiliki cirri khas yaitu kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah
Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang
keserasian filsafat dalam agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang
termasyhur Bidayah al-Mujtahid.[19]
·
Bidang
Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, music, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang
dengan baik. Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia
adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[20]
Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz
adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Tokoh terkenal dalam
bidang kedokteran adalah Ibn Rusdy. Selain sebnagai filosof ia juga ahli
kedokteran. Namun kemahirannya dalam filsafat membuat keahlian dalam
kedokterannya tertutupi. Karya Monumentalnya dalam bidang ini adalah
al-Kulliyat fi al-Thibb (generalitas dalam kedokteran).
Dalam
bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak
pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang
negeri-negeri muslim di Mediterania Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier
(1304-1377 M) mencapai samudra Pasai dan Cina. Ibn Al-Khatib (1317-1374 M)
menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus
filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[21]
2.4
Pusat-pusat Pendidikan Islam
Pada masa Dinasti Umayyah. Islam
telah tersebar keberbagai daerah di luar Saudi Arabiah, seperti Syiria (Syam),
Irak, Iran, Mesir, Magribi (Maroko) dan telah sampai juga di Andalusia
(Spanyol) tahun 711 M.[22] Perluasan
negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan
perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang
turut bersama-sama tentara Islam.
Dengan tersebarnya Islam keberbagai
daerah tersebut, maka timbul pulahlah pusat-pusat pendidikan Islam, antara lain
:

Guru
pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az
bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam
Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke
Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan
sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur
seluruh negeri Islam.[23]

Madrasah
Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat
tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama
terkemuka. Seperti Abu Bakar, Umar bin Khatthab, Usman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Zubair bin Awwam, dan lain-lain.

Ulama
sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik.
Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai
ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan
saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar
orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.

Madrasah
Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah,
Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka
itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama
Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah.
Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi
ke Madinah.

Setelah
negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak
memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah
itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat
ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai
ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh
mazhab Syafi’I dan Malik.[24]

Setelah
Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang
mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu
di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena
ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W.,
melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau
khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu
banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.[25]
2.5 Faktor Pendukung Kemajuan
Pendidikan Di Andalusia
·
Adanya
dukungan dari para penguasa. Kemajuan Andalusia Islam sangat ditentukan oleh
adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu
pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuawan
dan cendekiawan.[26]
·
Didirikannya
sekolah-sekolah dan universitas-universitas dibeberapa kota di Spanyol oleh Abd
Al-Rahman III Al-Nashir, dengan universitasnya yang terkenal di Cordova. Serta
dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang
cukup banyak.[27]
·
Banyaknya
para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah
Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa
meskipun umat Islam terpecah dalam berbagai kesatuan politik, terdapat apa yang
disebut kesatuan Budaya Islam.[28]
·
Adanya
persaingan antara Abbasiyah di Bagdhad dan Umayah di Spanyol dalam bidang ilmu
pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan
didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizhamiyah di
Bagdhad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.[29]
2.6 Kemunduran
Pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayyah di Andalusia
Salah satu factor yang paling utama
yang menyebabkan kemunduran dan penurunan pendidikan Islam adalah keadaan
politik ssutau peradaban. Suatu peradaban tentu akan mengalami pasang surut
sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang diatas kadang ada dibawah. Hal ini
tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium,
suatu saat dia mucul, berkembang pesat, lalu jatuh dan hilang. Kekuasaan Islam
di Andalusia (Spanyol) telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai
harganya bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar
akhirnya mengalami nasib yang sangat memilukan. Ada beberapa factor penyebab
kemunduran yang akhirnya membawa kehancuran dunia Islam itu sendiri.[30]
Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz,
kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul Malik (720-724).
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada masa itu
berubah menjadi kacau, karena dilatar belakangi kepentingan etnis politis. Lalu
dilanjutkan oleh Hisyam bin Abdul Malik (724-743), pada masa ini muncul satu
kekuatan baru, yang dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan
Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh
golongan mawali. Setelah Hasyim meninggal dunia, kalifah-khalifah Bani Umayyah
berikutnya bukan hanya lemah tapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin
memperkuat golongan oposisi, dan akhirnya, pada tahun 750 M, daulah Umayyah
digulingkan oleh Bani Abbasiyah.[31]
Badri Yatim ada menyebutkan 5 faktor
yang menyebabkan lemahnya pemerintahan bani Umayyah yang membawanya kepada
kehancuran.[32]
Factor-faktor itu antara lain :
a)
System
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebih menekankan pada aspek senioritas. Peraturannya tidak jelas,
sehingga membuat system pergantian khalifah ini menjadi tidak sehat di kalangan
istana.
b)
Latar
belakang terbentuknya dinasti Umayyah tidak bias dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali.
c)
Pada
masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabiah Utara (Bani
Qays) dan Arabiah Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
juga makin memperuncing permasalahan di tubuh Bani Umayyah.
d)
Lemahnya
pemerintahan daulah Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di
lingkungan istana.
e)
Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru
yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib.[33]
Sedangkan
menurut Dedi Supriyadi, ada beberapa factor yang menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Umayyah,[34]
antara lain :
a)
Munculnya
khalifah-khalifah yang lemah
b)
Konflik
antara islam dan Kristen
c)
Menculnya
Muluk Ath Thawaif
d)
Kemerosotan
Ekonomi dan System pengalihan kekuasaan yang tidak jelas.
2.7 Tokoh-tokoh
Pendidikan Islam
Tokoh-tokoh
pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai
bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain
para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.




BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Islam masuk ke Andalusia pada tahun
93 H (711 M) dibawah pimpinan Tariq bin Ziyad. Ketika Dinasti Umayah dipegang
oleh Khalifah al- Walid bin Abdul Malik. Kedatangan umat Islam ke Andalusia ini
membawa perubahan besar terhadap peradaban di Andalusia, baik dari segi Politik
maupun Intelektual.
Pola
pendidikan Islam pada masa Dinasti Umayah di Andalusia ada dua lembaga
pendidikan, yaitu : yang pertama lembaga pendidikan Kuttab (lembaga pendidikan
dasar) yang biasanya dilakukan dirumah-rumah dan yang kedua lembaga pendidikan
tinggi (Universitas). Adapun universitas yang terbesar adalah universitas
Cordova yang di bangun oleh Al-Hakam. Universitas ini sangat terkenal diantara
jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya didunia. Universitas Coedova
menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di
Bagdhad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol (
Andalusia), tetapi juga dari Negara-negara Eropa lainnya, Afrika dan Asia.
Kemajuan
Intelektual di Andalusia ini tidak terlepas dari besarnya dukungan yang
diberikan oleh para penguasa pada saat itu yang dipimpin oleh khalifah Islam.
Kemajuan intelektual ini telah membawa dampak yang begitu besar terhadap
peradaban di spanyol (Andalusia), yang menjadikannya unggul dan terkenal di
seluruh penjuru dunia pada saat itu.
3.2 Kritik
& Saran
Di dalam makalah ini, jika ada kesalahan-kesalahannya,
saya sebagai penyusun meminta maaf sebesar-besarnya. Dan saya harap pembaca
yang budiman memberikan kritikan dan sarannya yang bersipat membangun untuk
makalah-makalah selanjutnya. Atas kritik dan sarannya, saya ucapkan terima kasih
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Siti
Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri Publishing, 2011.
2.
Haidar
Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : IAIN
Press, 2007.
3.
Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, cet-10,
2008.
4.
Majid
Fahri, Sejarah Filsafat Islam, diterjemahkan oleh Mulyadi Kartanegara, Jakarta
: Pustaka Jaya,1986.
5.
Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo Persada, 2004.
6.
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : Grafindo
Persada, 2010.
7.
Ahmad
Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta :
Bulan Bintang, 1973.
[1] Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri
Publishing, 2011, hal : 123
[2] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan
Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 39
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV.
Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 103
[4] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
04-06-2012
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV.
Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 103-104
[6] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
04-06-2012
[7] Dedi Supriyadi, hal : 119-120
[8] Majid Fahri, Sejarah Filsafat Islam,diterjemahkan oleh
Mulyadi Kartanegara,Jakarta:Pustaka Jaya,1986,hal: 35
[9] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan
Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 38-39
[10] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo
Persada, 2004, hal : 263
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 103
[12] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo
Persada, 2004, hal : 264
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 103
[14] Abuddin Nata, hal : 264-265
[15] Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta :
Bulan Bintang, 1973, hal : 88
[16] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo
Persada, 2004, hal : 265
[17] Ibid, hal : 266
[18] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 101
[19] Ibid, hal : 101-102
[20] Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh Muchtra Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta :
Bulan Bintang, 1973, hal : 86
[21] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 268
[22] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan
Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 41
[23] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
[24] Haidar Putra Daulay & nurgaya Pasa, Sejarah Pendidikan
Islam, Medan : IAIN Press, 2007, hal : 42-43
[25] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
[26] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Grafindo
Persada, 2004, hal : 268
[27] Ibid, hal : 268
[28] Majid Fahri,Sejarah Filsafat Islam,diterjemahkan oleh
Mulyadi Kartanegara,Jakarta:Pustaka Jaya,1986,hal: 35
[29] Abuddin Nata, hal : 267
[30] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : CV.
Pustaka Setia, cet-10, 2008, hal : 123-124
[31] Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, Medan : Wal Ashri
Publishing, 2011, hal : 130-131
[32] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II,
Jakarta : Grafindo Persada, 2010, hal : 48
[33] Ibid, hal : 48-49
[34] Dedi Supriyadi, hal : 124
[35] Dikutip dari situs : http://akitephos.wordpress.com/sejarah-pendidikan-islam/
mantap
BalasHapus