Selasa, 12 November 2013

IDDAH



BAB II
PEMBAHASAN

IDDAH
            Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti menghitung, menduga, mengira. Menurut istilah, ulama-ulama memberikan pengertian sebagai berikut :
»        Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj mendifinisikan iddah dengan “Iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya.
»        Drs. Abdul Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah dengan “Masa yang tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan diketahui kebersihan rahimnya sesudah bercerai.”
»        Prof. Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah ini dengan “suatu masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah kematian suaminya atau bercerai darinya.”
»        Sayyid Sabiq memberikan pengertian dengan “masa lamanya bagi perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya.”
            Selain pengertian tersebut diatas, banyak lagi pengertian-pengertian lain yang diberikan para ulama, namun pada prinsipnya pengertian tersebut hampir bersamaan maksudnya yaitu Iddah ialah masa yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup ataupun cerai mati), gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak, agar bisa rujuk lagi dengan bekas suaminya atau batasan untuk boleh kawin lagi.
            Perempuan yang ditinggalkan suaminya tadi adakalanya hamil, adakalanya tidak. Maka ketentuan iddahnya adalah sebagai berikut :
1.        Bagi perempuan yang hamil, iddahnya adalah sampai lahir anak yang dikandungnya itu, baik cerai mati mapun cerai hidup. Berdasarkan firman Allah Swt yang berbunyi :
واولات الاحمال اجلهن ان يضعن حملهن. الطلاق : 4
“Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya”.(At-Taubah : 4)
2.        Perempuan yang tidak hamil, adakalanya cerai mati ataupun cerai hidup. Cerai mati iddahnya yaitu 4 bulan 10 hari. Allah berfirman :
والذين يتوفون منكم ويذرون ازواجا يتربصن بانفسهن اربعة اشهر وعشرا. البقرة : 234
“Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu,dengan meninggalkan istri-istri (hendak lah para istri itu)menangguhkan dirinya (beriddah) 4 bulan 10 hari”.(Al-Baqarah: 234)
            Ayat yang pertama (At-Talaq ayat 4) bersifat umum, meliputi cerai hidup atau cerai mati. Apabila ia hamil, iddahnya adalah sampai lahir anaknya. Ayat kedua (Al-Baqarah ayat 234) juga umum meliputi perempuan yang hamil atau tidak. Apabila cerainya cerai mati iddahnya selama 4 bulan 10 hari.
            Disini timbul perselisihan paham mengenai perempuan yang cerai mati, sedangkan ia hamil, dan anaknya lahir sebelum cukup 4 bulan 10 hari terhitung dari meninggalnya suaminya. Apakah iddahnya habis dengan melahirkan anak. Menurut jumhur ulama salaf, iddahnya habis setelah anaknya lahir, walaupun belum cukup 4 bulan 10 hari. Menurut pendapat lain yang diriwayatkan dari Ali, iddahnya harus mengambil waktu yang lebih panjang daripada salah satu di antara kedua iddah itu. Artinya, apabila anaknya lahir sebelum 4 bulan 10 hari, iddahnya harus menunggu sampai cukup 4 bulan 10 hari, dan apabila telah sampai 4 bulan 10 hari anaknya belum lahir juga, maka iddahnya harus menunggu sampai anaknya lahir.
            Selain itu ada perbedaan paham mengenai iddah perempuan yang sedang hamil. Syafi’i berpendapat bahwa iddah wanita yang sedang hamil, syaratnya apabila anak itu adalah anak suami yang menceraikannya.. sedangkan menurut imam Hanifah, perempuan itu beriddah dengan lahirnya anak, baik anak bekas suaminya yang menceraikannya ataupun bukan, sekalipun anak zina.
            Wanita yang menjalani iddah wajib tinggal di rumah suami sampai habis iddahnya. Ia tidak boleh keluar dari rumah suaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar