PEMBAHASAN
KOMPONEN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Fungsi
kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum
memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya
secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunujang yang
saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan
itu. Kurikulum adalah sebuah sistem, Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah
elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses
atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasai dalam
mencapai satu tujuan. Jika pemahaman sistem diatas dipergunakan melihat
kurikulum itu ada sejumlah komponen yang terkait dan berhubungan satu sama lain
untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, dipandang sistem terhadapa kurikulum,
artinya kurikulum itu dipandang memiliki sejumlah komponen-komponen yang saling
berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan.[1]
Kurikulum
dapat diumpamakan suatu organisme baik manusia ataupun binatang yang memiliki
susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen pengembangan kurikulum
yang utama adalah : (1) tujuan; (2) materiatau bahan ajar; (3) strategi,
mengajar; (4) organisasi kurikulum; (5) evaluasi dan (6) penyempurnaan
pengajaran. Keenam komponen tersebut berkaitan erat antara satu dengan lainnya.[2] Sedangkan
menurut Nasution yang dikutip oleh Abdullah komponen kurikulum ada 4 yaitu :
Tujuan, Bahan Pelajaran, Proses, dan Penilaian.[3]
Lain
halnya dengan Tohari Musnamar sebagaimana dikutip Muhaimin telah mengidentifikasikan
dan merinci komponen-komponen yang dipertimbangkan dalam rangka pengembangan
kurikulum yaitu: dasar dan tujuan pendidikan, pendidik, materi pendidikan,
sistem penjenjangan, sistem penyampaian, sistem evaluasi, peserta didik, proses
pelaksanaan (belajar mengajar), tindak lanjut, organisasi kurikulum, bimbingan
dan konseling, administrasi pendidikan, sarana dan prasarana, usaha
pengembangan, biaya pendidikan, dan lingkungan.[4]
Sementara itu Hasan Langgulung membagi unsur kurikulum menjadi empat yaitu:
tujuan pendidikan, isi atau kandungan pendidikan, metode pengajaran, dan metode
penilaian.[5] Kurikulum
harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal,
pertama kesesuaian kurikulum tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan
masyarakat. Kedua, kesesuaan antara komponen-komponen kurikulum, yaitu sesuai
dengan isi dan tujuan, demikian juga dengan evaluasi sesuai dengan proses, isi
dan tujuan kurikulum.
2.1 Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah yang berhubungan
dengan arah atau hasil yang diharapkan. Dalam skala makro, rumusan tujuan
kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut
masyarakat. Tujuan menggambarkan sesuatu yang dicita-citakan masyarakat.
Seperti halnya masyarakat Indonesia menganut sistem nilai pancasila, maka
tujuan yang diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya
masyarakat yang pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan
dengan visi dan misi sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti
tujuan mata pelajaran. Tujuan pendidikan diklasisifikasikan menjadi 4 yaitu :
a. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
Tujuan
pendidikan Nasional merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelenggaraan
pendidikan. Setiap lembaga penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk
manusia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yang dirumuskan dalam
Undang-undang No.20 Tahun 2003, pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
b. Tujuan
Institusional (TI)
Tujuan
institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan.
Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang
dirumuskan, berupa kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, kejuruan, dan pendidikan tinggi.
c. Tujuan
Kurikuler (TK)
Tujuan
kurikulum asalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Atau dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki
siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan.
d. Tujuan
Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan pembelajaran
merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka
mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Sementara itu
tujuan pendidikan merupakan landasan bagi pemilihan materi serta strategi
penyampaian materi terseburt. Tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pengajaran
dan mewarnai komponen lainnya.[6]
Ada tiga klasifikasi domain (bidang) bentuk prilaku, yaitu:
Domain kognitif berkenaan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan
berfikir, seperti kemampuan mengingat, memecahkan masalah. Domain kafektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain psikomotor berkaitan dengan keterampilan atau skill seseorang.
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan
para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan
sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing.
Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki
esensi yang sama.
Sementara
itu, terkait dengan tujuan pendidikan Islam pada dasarnya adalah tujuan hidup
manusia itu sendiri, sebagaimana tersirat dalam Q.S. al Dzariyat ayat 56:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
Artinya
: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali agar mereka menyembahku”.
Namun
dari rumusan para pakar tersebut, sebenarnya bisa ditegaskan bahwa tujuan
pendidikan Islam bila ditinjau dari cakupannya dibagi menjadi tiga yaitu (1)
dimensi imanitas, (2) dimensi jiwa dan pandangan hidup Islami (3) dimensi
kemajuan yang peka terhadap perkebmangan IPTEK serta perubahan yang ada.
Sedangkan bila dilihat dari segi kebutuhan ada dimensi individual dan dimensi
sosial.[7]
Tujuan
pendidikan di atas pada dasarnya ialah untuk membentuk peserta didik untuk menjadi
manusia seutuhnya (insan kamil) yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi
serta beriman dan bertakwa atau dalam istilah orde baru yaitu pancasilais.
Tujuan tesebut mempunyai tujuan yang komprehensip. Hal ini mempunya kesamaan
pisik dengan tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang difirmankan Allah dalam
Surat Al-Qoshosh ayat 77 yang berbunyi:
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù
9t?#uä
ª!$#
u#¤$!$#
notÅzFy$#
( wur
[Ys?
y7t7ÅÁtR
ÆÏB
$u÷R9$#
( `Å¡ômr&ur
!$yJ2
z`|¡ômr&
ª!$#
øs9Î)
( wur
Æ÷ö7s?
y$|¡xÿø9$#
Îû
ÇÚöF{$#
( ¨bÎ)
©!$#
w =Ïtä
tûïÏÅ¡øÿßJø9$#
ÇÐÐÈ
Artinya:
Dan carilah pada apa yang Telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
Insan
kamil yang dimaksud adalah manusia yang bercirikan: Pertama manusia yang seimbang,
memiliki keterpaduan dua dimensi kepribadian, Kedua, manusia seimbang yang
memiliki keseimbangan dalam kualitas fikir Zikir amal sholeh.[8]
Sekilas jika diperhatikan dari tujuan diatas merupakan tujuan pendidikan Islam,
karena antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan pendidikan islam
cenderung mempunyai kesamaan yang kuat yaitu menciptakan insani yang beriman
dan bertakwa serta mempunyai pengentahuan intelektual dan ketrampilan. Dan
setiap mata pelajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang
hendak dicapai oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata pelajaran merupakan
penjabaran dari tujuan kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
nasional.[9]
2.2 Komponen Isi/Materi
Pembelajaran
Isi
kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang
harus dimiliki siswa. Isi kurikulum menyangkut semua aspek baik yang
berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan
pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan
siswa. Fuaduddin mengemukakan beberapa kriteria yang digunakan untuk menyusun
materi kurikulum, sebagai berikut:
a. Continuitas
(kesinambungan)
b. Sequences
(urutan)
c. Intergration
(keterpaduan)
d. Flexibility
(keluesan atau kelenturan)
Yang
diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Disusun
dan disusun sedemikian rupa sesuai dengan Scope dan Scuece-nya. Isi atau materi
tersebut biasanya berupa materi mata pelajaran, seperti pendidikan agama Islam,
yang meliputi hadits, fiqh, tarikh, bahasa arab dan lain sebagainya.[10] Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan
teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk :
1. Teori,
seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan,
yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi
hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan
meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep,
suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan,
merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi,
kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis,
pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip,
yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan
antara beberapa konsep.
5. Prosedur,
yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus
dilakukan peserta didik.
6. Fakta,
sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi,
orang dan tempat serta kejadian.
7. Istilah,
kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8. Contoh/ilustrasi,
yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu
uraian atau pendapat.
9. Definisi,
yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam
garis besarnya.
10. Preposisi,
yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi
yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang
lebih kecil dan obyektif.
Dengan
melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,.
Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran
yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya
cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :
1. Sahih
(valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah
teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan
merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan
kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2. Tingkat
kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa
dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3. Kebermaknaan;
materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis.
Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang
akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan
manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Layak
dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek
kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5. Menarik
minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta
didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga
memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Komponen
Isi dan struktur Progam atau materi merupakan bahan yang diprogamkan guna
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Uraian bahan pelajaran inilah
yang dijadikan dasar pengambilan bahan dalam setiap belajar mengajar dikelas
oleh pihak guru. Penentuan pokok-pokok dan sub-sub pokok bahasan didasarkan
pada tujuan instruksional.[11] Isi
atau materi tersebut berupa materi-materi bidang studi, seperti matematika,
Bahasa Indonesia, IPA, IPS, dan sebagainya. Bidang-bidang tersebut disesuaikan
dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Bidang-bidang tersebut
biasanya telah dicantumkan dalam struktur program kurikulum sekolah yang
bersangkutan.[12]
Isi
/ materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum isi
kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi :
a. Logika, yaitu pengetahuan tentang benar
salah berdasarkan prosedur keilmuan.
b. Etika, yaitu pengetahuan tentang baik
buruk, nilai dan moral
c. Estetika, pengetahuan tentang
indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Pengembangan
materi kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Mengandung bahan kajian yang dapat
dipelajari siswa dalam pembelajaran.
b. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan
hirarki tujuan pendidikan.[13]
Siswa belajar dalam
bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat, dan
ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut, untuk
mendorong siswa melakukan interaksi yang produktif dan memberikan dirancang
dalam suatu rencana mengajar.[14]
2.3
Komponen Metode/Strategi
Strategi
dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen ini
merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta
peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya
strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi
pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan,
mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan, baik yang
secara umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi
pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan
disekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan
secara nyata disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai
tujuan pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal,
jika pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen
strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan
penyuluhan dan pengaturan kegiatan sekolah.[15]
Strategi
meliputi rencana, metoda dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya / kekuatan dalam pembelajaran. Upaya untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal, dinamakan metode.
Telah
disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan
materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi
tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana
yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka
pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan
pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositori) secara massal,
seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat
tekstual.
Strategi
pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan
progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam
suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara
aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran
cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan
tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual,
langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti :
pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan
sejenisnya. Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang
menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam
penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau
kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual.
Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai
director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik
untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah
didesain sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan
untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran
memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
2.4 Komponen Evaluasi
Pengembangan kurikulum
merupakan proses yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut meliputi
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Evaluasi merupakan komponen utuk
melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi
berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, atau untuk evaluasi yang digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang
ditetapkan. Fungsi evaluasi ada dua, yaitu fungsi sumatif dan fungsi formatif.
Evaluasi dikelompokkan kedalam dua jenis :
·
Tes adalah alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam aspek kognitif atau tingkat penguasaan materi pembelajaran.
·
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek
tingkah laku termasuk sikap, minat dan motifasi.
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan
pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk
memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria.
Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja,
namun juga relevansi, efisiensi, kelayakan program.
Pada
bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi
kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem
kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut.
Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Evaluasi
kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus
evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi
kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi
kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk
mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar,
tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi
kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot
dan sebagainya.
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan
pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala
sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan
alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. Aspek-aspek
yang harus dievaluasi, menurut Arich Lewy sesuai dengan tahap-tahap dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
a.
Penentuan tujuan utama
b.
Perencanaan
c.
Uji-coba dan revisi
d.
Uji lapangan
e.
Pelaksanaan kerikulum
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan
pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala
sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu
perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan
alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi
merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks
kurikulum evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai atau belum, juga digunakan sebagai umpan balik dalam
perbaikan strategi yang ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum, dengan evaluasi dapat diperoleh informasi yang akurat tentang
penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan proses pembelajaran
itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan kurikulum itu
sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang diperlukan. Jenis-jenis
penilaian meliputi :[17]
a) Penilaian awal pembelajaran (Input program)
b) Penilaian proses pembelajaran (Program)
c) Penilaian akhir pembelajaran.(output
program).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
[1]
Hamid syarif, Pengembanagan kurikulum,
(Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1993), hal: 96
[2]
Nana Syaodih Sukmadinata,pengembangan
kurikulu dan praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya), hal: 102
[3]
Abdulloh, Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek, (Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010), hal: 51
[4]
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam :
Sebuah Telaah Komponen dasar Kurikulum, (Solo: Ramadhani, 1991), hal: 11
[5]
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma
Pendidikan Islam dan Sains Sosial, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
hal: 100
[6]
Nana Sudjan, Pembinan dan pengembangan
kurikulum disekolah (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal 23-24
[7]
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam :
Sebuah Telaah Komponen dasar Kurikulum, (Solo: Ramadhani, 1991), hal: 30
[8]
Ahmadi, Islam Paradigma Ilmu pendidikan, Cet. 1, Yogyakarta, Aditya Medya,
1992, hal. 130.
[9]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung, Bumi Aksara, 1994, hlm. 24
[10]
Fuaduddin, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, Proyek pengemnagan
Pendidika, Departemen pendidikan dan Kebudayaan, 1992, hal. 92.
[11] Burhan
Nurgiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta : BPF,
1985, hlm. 10
[12] Subandijah,
Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1992, hlm. 5
[13] Nana
Sudjan. Pembinaan dan pengembangan kurikulum………..hal 32
[14] Nana
Syaodih Sukmadinata,pengembangan kurikulu dan praktek,remaja rosdakarya:Bandung
halaman 104
[15] Hamid syarif. Pengembanagan
kurikulum (Pasuruan: garoeda buana indah, 1993), hal 108
[16] Nasution, Pengembangan
Kurikulum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.131-132
[17] Nana
Sudjan. Pembinaan dan pengembangan kurikulum………..hal 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar